APRIL - DESEMBER (Chapter II)


Chapter II
APRIL
            Sedari maghrib tadi group Line berbunyi tanpa henti membuatku yang tengah asyik membaca sedikit terganggu. Tadi pagi rekan kerjaku mengundangku untuk bergabung dalam group acara kemarin. Kuterima saja karna ingin mengetahui pemikiran mahasiswa dan siswa tentang tergabungnya mereka dalam acara yang diadakan provinsi. Dan ternyata pilihanku untuk menerima undangan tersebut adalah kesalahan, hingga pukul 00:41 detik ini masih mengganggu.
            Sebegitu mengganggunya hingga akhirnya kuputuskan untuk membaca sekilas tentang group tersebut.
            Sebuah akun dengan komentar ngaco berulang-ulang telah membuatku lupa bahwa niat awalku hanya ingin berkunjung ke aplikasi ini sebentar saja. Penasaran dengan akun yang membuatku lupa diri, ku klik gambar rumah yang membawaku keberanda si pemilik akun. Seorang wanita: berkulit gelap. Dia: Wanita itu. Lagi?
DESEMBER
            Kepanitian telah usai, tapi hebohnya mereka terhadap animo acara masih kerasa bahkan melebihi ketika sebelum acara. Aku juga tidak ketinggalan membuat kesan ‘sok tau’ dalam setiap percakapan yang kudaratkan di group chat. Beberapa anggota group menambahkanku sebagai teman mereka. inilah gunanya ikut kegiatan, menambah teman, mengumpulkan relasi lalu siapa tau menemukan jodoh gumamku jahat, tentu saja kalimat terakhirku hanya becanda
APRIL
            Aku mencoba menghubunginya secara langsung, namun sebelumnya aku menggunakan profil pic ku ketika wisuda, dan terang saja foto itu tidak begitu jelas karna difoto dari tempat Mama duduk. Bukan maksud membohonginya, hanya saja ia entah masih mengenalku entah tidak, entah mengingat pernah mengatakan kalimat terlarang itu entah tidak, yang kusadari satu hal: dia tidak akan kulupakan.
            Setelah bertanya beberapa hal penting darinya, kupastikan ia tidak menyadari bahwa aku adalah lelaki yang pernah ia puji. Dan bagiku, dia wanita paling polos dan lugu yang pernah kujadikan: Teman.
            Bisa kupastikan dia terlahir dari keluarga yang penuh cinta dan perhatian. Bagaimana tidak, tujuan hidup dan kehidupannya hanya bagaimana ia mengumpulkan keluarganya meskipun tanpa Ayah. Dan bisa kupastikan juga bahwa ia telah menghapus peran Ayah dalam hidupnya.
            Wanita berkulit hitam berkemeja pink itu pemilik nama lengkap: Desi Permatasari, salah satu mahasiswa jurusan IT di salah satu Universitas di Pekanbaru. Memasuki semester 7 dan anak perempuan satu-satunya yang terpaksa diizinkan meninggalkan rumah untuk kuliah. Dan menurutku, pergaulan yang mengubahnya menjadi perempuan yang ‘seakan’ tidak pernah memiliki masalah. Perlahan, penilaianku tentang kenorakannya tidak menjadi masalah karna kufikir ia telah menjalani kehidupan sebenarnya jauh sebelum aku
            Tidak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 02:05. Tidak biasanya aku begadang tanpa tidur terlebih dahulu hingga selarut ini. Meskipun tengah mengerjakan Tugas Akhir, aku tidak pernah segila ini. Ya jika ku ingin begadang, aku pasti tidur lepas Isya dan kembali bangun ditengah malam untuk Qiyamul-Lail, mengerjakan tugas dan sebagainya. Mama dan Papa dari kecil telah mengajarkan bagaimana istirahat adalah hal yang penting.

DESEMBER

            Seorang anggota group mengajakku ngobrol pribadi lewat chat Line. Kuperkirakan usianya diatasku 2-3 tahun. Mungkin dia kemarin bergabung sebagai alumni, atau pegawai kontrak di Pemprov. Karna tidak banyak Pegawai Negri yang bekerja di Gubernuran mau bergabung atau bahkan mengajak mahasiswa sepertiku mengobrol personal.
            Dari sepanjang perccakapan kami, kuperkirakan lelaki ini adalah lelaki yang kaku. Terlihat dari bagaimana dia membalas chat kami. Tanpa emoticon, tanpa ekspresi and so bored. Tapi akhirnya kucoba mencairkan suasana. Ketika sadar, kupandang jam diatas lemari pakaianku. Pkl 02:00 dinihari. Tidakkah lelaki ini menyuruhku tidur seperti lelaki-lelaki sebelumnya? Atau tidakkah ia bertanya, apakah aku sudah mengantuk?

APRIL

            Wanita hitam berkemeja pink diseberang sana masih terus mengajakku mengobrol. Tidakkah ia mengantuk?
DESEMBER
            Lelaki itu tidak kunjung membahas tentang waktu. Aku sudah mulai mengantuk: tidak seperti biasanya. Karna jika memperturutkan keinginanku, hingga esok pagi aku masih bisa bertahan: tanpa tidur. Sudah menjadi kebiasaanku terus terjaga sepanjang malam. Dan kebiasaan itu sudah kujalani selama 9 tahun. Dan setiap orang baru yang mengenalku atau mengetahui kondisi itu, aku selalu mendapatkan nasehat yang sama: nanti kamu sakit.
            Mas, sepertinya sudah hampir subuh. Kumulai pembicaraan
            Lalu? Balasnya
            ‘duh, kenapa ia bertanya :lalu:, tidakkah ia yang seharusnya tidur?’ gumamku
            Mas gak kerja? Tanyaku kemudian
            Esok? Minggu? Weekend? Tanyanya beruntun
            Duh, kenapa aku lupa bahwa hari ini adalah weekend’
            Oh, iya. Maaf mas saya lupa. Haha balasku kemudian sambil tertawa, buka tertawa dalam arti yang sebenarnya. Lebih tepat jika menyebutnya dengan: menertawakan diriku dengan sangat miris.
APRIL
            Wanita ini sudah mulai membahas tentang waktu. Dia bertanya apa aku tidak bekerja esok hari? Apakah dia tidak tau bahwa aku adalah salah satu pegawai? Adakah pegawai yang bekerja dihari libur?
DESEMBER
            Udah subuh, terimakasih telah menemani malam ini dengan percakapan yang baik Mas. Saya undur diri. Balasku akhirnya di percakapan kami
            Ya jawabnya singkat
            Kumonyongkan bibirku membaca kata sesingkat “ya” milik lelaki diseberang sana. Sudah dapat kupastikan sedatar apa kehidupannya. Tanpa senyum: lelaki monoton.
...
APRIL
            Aku bangun dengan kepala yang sangat berat. Ini akibat aku tidak memutuskan percakapan dengan wanita berkulit hitam berkemeja pink itu. Padahal, jika ku fikir. Tidak ada satupun percakapan kami yang bisa kujadikan ilmu baru atau dia tidak lebih bermanfaat untukku yang selalu memandang segala hal tentang: untung rugi.
            Mama masuk setelah mengetuk pintu. Melihatku berantakan di balik selimut putih tebalku membuatnya khawatir.
            Kamu kenapa? Kita ke Rumah sakit? Tanya mama sembari meletakkan punggung tangannya didahiku
            Duh, enggak usah Ma. April baik-baik aja, tadi malam kurang tidur jawabku meminimalisir kekhawatirannya
            Kurang tidur? Kamu ngapain? Tanya mama
            Tentu saja Mama heran. Aku tidak pernah begadang sekalipun itu untuk mengerjakan Tugas Akhir atau Tesisku. Sudah kukatakan bahwa aku dilahirkan di keluarga yang penuh ketertiban dan keteraturan yang sangat baik. Dimana belajar selalu dilakukan setelah Maghrib dan tidur sebelum pkl. 22:00 WIB. Sementara jika aku memiliki kebiasaan bangun ditengah malam untuk melaksanakan Qiyamul-lail adalah masukan dari pembimbingku ketika melakukan penelitian untuk Skripsi S1 ku.
Sebelum mengenal dan diberikan masukan olehnya, aku juga tidak pernah melaksanakan Qiyamul-lail  seperti sekarang. Bahkan Papa Mama tidak pernah memberikan ilmu itu, bagi keluarga kami. Amalan adalah milik pribadi. Ah sudahlah, aku paling malas membahas bagaimana amalan harus menolong orang dan sebagainya. Cerita hidup keluargaku tak seagamis itu. Tapi ini tidak berlaku untuk Mbakku yang nomor 2, Mbak Nana. Yang menjadi wanita taat setelah menyelesaikan studi S1 nya di Universitas Diponegoro.
Ra iso turu Ma jawabku singkat sambil menarik selimutku kembali April mau lanjut tidur lagi ya kataku kemudian
Iyo jawab Mama. Kudengar langkah kakinya berjalan menuju pintu kamar
Perlahan kuraih handphoneku. Melihat percakapan tadi malam. Kubaca dari awal hingga akhir dan kusadari satu hal: dia tidak mengetahui apapun tentangku sementara aku terus bertanya ini itu tentang kehidupannya.
Lagi apa? Tanyaku padanya. Kutunggu ia membalas pesanku. Semenit, dua menit, dua puluh menit. Aku mulai bosan menunggu: menunggu? Tidak pernah ada dalam kehidupanku menunggu balasan untuk percakapan seperti ini. Hal setidak penting -lagi apa?-
Ketika kuputuskan untuk meletakkan handphoneku di meja lampu sebelah kasur, kudengar bunyi pesan baru dari Line-ku
Maaf Mas, tadi lagi ngajar praktikum office mahasiswa semester bawah’ jawabnya yang kemudian kususul dengan ekspresi super heran dan tidak percaya
ada apa?’ balasnya kemudian
Saya kira kamu belum bangun’ balasku
Haha, esi malah belum tidur’ jawabnya
Belum tidur? Aku yang sudah tidur saja merasakan sakit kepala sehebat ini, tapi wanita ini bahkan belum tidur dan kelihatannya ia baik-baik saja: manusia super.
DESEMBER
            Sebuah pesan mendarat di Line-ku ketika aku tengah memberikan soal ujian untuk mahasiswa praktikum office-ku. Untuk mahasiswa angkatanku yang lain-nya. Bulan ini adalah kegiatan KKN, read: Kuliah Kerja Nyata. Untuk KKN reguler telah dimulai dua minggu yang lalu. Sementara aku sendiri belum melaksanakan KKN karna terpilih mengikuti KKN Kebangsaan yang akan dimulai pasca lebaran Idul Fitri, itulah kenapa aku juga dimintai tolong untuk mengajar praktikum office: karna tidak ada orang lain yang bisa dimintaki tolong
            Pesan dari lelaki tadi malam ia bertanya apa aku sudah bangun?
             Sekilas aku mengernyitkan dahi atas pertanyaannya padaku, dan sesaat kemudian aku tertawa (red: menertawakan kegilaanku). Adalah pertanyaan paling masuk akal untuk manusia senormal dia, sementara aku. Jelas, akulah manusia tidak normal dalam episode ini. Begadang semalaman dan paginya mengisi materi untuk praktikum office lalu sekarang tertawa karna mengira pertanyaan “sudah bangun” adalah hal tidak wajar.


CHAPTER I<-- Sebelumnya--Selanjutnya--> CHAPTER III

APRIL - DESEMBER (Chapter I)


Chapter I

APRIL
Pustaka wilayah menjadi pilihan muda-mudi di Pekanbaru. Sebagian datang untuk membaca buku-buku koleksi perpustakaan, sebagian lainnya menggunakan pustaka wilayah sebagai sarana untuk ‘pertemuan’.
            Seorang wanita berkulit gelap, mengenakan kemeja berwarna pink cerah yang tengah duduk dihadapanku memang sangat mengganggu pandanganku. Bukan karna ia mojok berdua dengan kekasihnya atau duduk terkapar sambil memegang ember kecil, seperti wanita-wanita sebelumnya yang kupandangi sinis. Wanita berkulit gelap mengenakan kemeja pink dihadapanku ini terlihat begitu aneh, norak, tidak punya malu dan tidak memiliki kepantasan di usianya. Kuperkirakan wanita berkulit gelap ini sudah menginjak usia setidaknya 20 tahun. Aku flashback kembali ketika aku seusianya. Aku tengah PKL (Praktek Kerja Lapangan) disalah satu instansi pemerintahan di Jogja. Sudah berani mengambil keputusan melaporkan atasanku yang tidak bekerja sesuai dengan prosedur, dan sudah berani melaporkan pegawai yang datang dan pulang tidak sesuai dengan waktu kerja.
            Wanita itu tak sadar bahwa ada mata yang memperhatikannya, perasaannya mungkin juga tak bekerja. Beberapa detik kemudian, dia berteriak sambil lari-lari kecil mengejar seekor kucing kampung yang mulai menjauhinya. Ketika kucing itu sudah ada di tanganku, kuperhatikan ia terlihat seperti tengah berbicara dengan si kucing, dan samar-samar kudengar ia memanggil dengan sebutan ‘nak’, WHATT??
            ah sudahlah, tidak penting seberapa noraknya dia. Aku tidak datang untuk menghabiskan waktu memandangi kehidupan wanita itu” seru ku kemudian dalam hati
            “entah dia wanita yang waras ataupun tidak, aku bahkan tidak tau” kutinggalkan pemandangan aneh tersebut. Kupandang jam tanganku sekilas. “baru jam segini” terlalu cepat untuk kembali kekantor. Kubalikkan badan dan masuk gedung Perpustakaan.
            Pustaka Wilayah Soeman HS terdiri dari empat lantai, pada lantai pertama terdapat kids corner, toilet, kantin, peminjaman komputer gratis, penitipan barang dan pusat informasi. Pada lantai dua terdapat tempat pembuatan member, buku pendidikan, tempat peminjaman dan pengembalian buku. Sementara di lantai tiga terdapat ruang diskusi dan wifi center. Pada lantai empat tersimpan arsip penting dan beberapa penelitian di Riau.
            Aku melangkah menuju lantai 3, tempat buku-buku ‘menarik’ untuk kubaca. Tempat yang benar-benar tenang dan menenangkan untuk orang yang ingin mendapatkan ketenangan. Aku berhenti tepat didepan rak panjang dengan tulisan “Politik dan Pemerintahan”.

DESEMBER
            Aku dengan penuh kesabaran sedang menunggu ibu Lisa untuk melaporkan kegiatan besok subuh sudah rampung 90%. Buk Lisa yang akan kutemui ini adalah salah satu wanita hebat yang akan kujadikan panutan untuk kehidupanku dimasa yang akan datang. Sudah banyak acara provinsi yang beliau handle, saat ini acara dengan judul “sahur bersama 1000 masyarakat Riau” juga beliau handle. Tak hanya itu, beliau dengan nyata telah menunjukkan padaku bahwa usia tidak pernah membatasi kegiatan dan karir seorang wanita. Meskipun begitu, bagi beliau Keluarga tetap menjadi yang utama. Dan yang kupercayai juga, Suami ibu Lisa jelas berperan luar biasa untuk segala kehidupan mereka.
            Aku menyukai kucing melebihi hewan apapun. Menurutku kucing adalah hewan sempurna untuk dijadikan peliharan dan hewan yang selalu menarik hati, setiap melihat kucing aku seakan jatuh cinta, lagi lagi dan lagi. Tidak terkecuali kucing dihadapanku ini. Ia melenggang-lenggok cantik seakan mengajakku bermain. Aku beranjak dari tempat dudukku, dan mulai memasang kuda-kuda untuk menangkap si kucing. Tapi terlambat, ia sadar lebih cepat dari perkiraanku. Kukejar lagi, tapi ia kembali berlari. Begitu seterusnya hingga, energiku hampir habis karna nya.
            Kupandang jam tanganku sekilas, ‘sudah pukul 2 siang’ gumamku, ku rogoh kantongku untuk mencari handphoneku, khawatir jika ibu Lisa telah menghubungiku tapi aku tidak mendengar karna sibuk mengejar kucing.
            Benar saja, ada dua pesan belum terbaca di inbox. Satu dari TELKOMSEL yang lantas ku abaikan dan kubuka pesan masuk dari ibu Lisa
            (Des, saya di Pustaka Lt. 3, ruang diskusi B. Kamu mau kesini atau tetap nunggu di parkiran?) kemudian ku balas (Ya Bu, saya saja yang kesana). Setelah membalas pesan dari Ibu Lisa, aku berlari kecil menuju teras musholla, meraih tas dan menuju pintu masuk perpustakaan.
            Setelah sampai di lantai 3, kucari ruang diskusi B. Tidak perlu lama-lama karna ruang diskusi perpustakaan dikelilingi dengan kaca bening yang gampang terlihat, sehingga aku langsung menemukan bu Lisa tengah berbincang dengan seorang Pria berperawakan Tinggi, Putih, Berkaca mata, sepertinya Ganteng, dan Rapi. Mengenakan setelan pegawai negri sipil dan sepertinya memang pegawai. Kubaca disebelah kanan lengan bajunya ada tulisan “PEMPROV”. Aku putar langkahku, membiarkan ibu Lisa diskusi terlebih dahulu dan menemuinya kembali setelah selesai.
            Kuputuskan untuk mengambil salah satu novel dan duduk di bangku melingkar lantai 3, berhadapan dengan pengunjung lainnya yang sudah lebih dahulu hanyut dalam cerita novel di tangan mereka masing-masing.
APRIL
Aku tak sengaja bertemu buk Ina, salah satu rekan kerja di kantor. Beliau tengah menjadi artis akhir-akhir ini. Atau lebih tepatnya ketika Ramadhan. Bagaimana tidak, pak kepala mempercayakan banyak hal padanya. Buk Ina juga begitu loyal ketika dipercayakan menjadi ketua pelaksana. Meskipun beliau seorang wanita, dedikasinya melebihi seorang lelaki. Beliau mengajakku untuk bergabung. Namun, aku tidak pernah tertarik menjadi bagian dari setiap acara yang diadakan. Aku tidak begitu suka dengan acara besar dan ramai seperti yang akan diadakan besok. Diluar dari pada itu, besok aku sudah berniat menemai Mama untuk melihat Aidil dan Fuad, keponakanku di Jakarta. Tiketnya juga sudah kupesan
Mobilku berjalan keluar dari pagar Pustaka menuju kantor tempatku bekerja. Ini memang bukan hari libur, dan aku ada di Pustaka karna alasan bekerja juga. meskipun jarak antara kantor dan pustaka sangat dekat. Namun, terik mentari tak bisa kutoleransi.
Baru beberapa meter mobilku keluar, kuingat kembali bahwa aku akan meminjam buku dengan judul “Pemikiran dangkal seorang Loser” yang sedari tadi kupegang. Dan terakhir ku ingat buku itu ada di meja tempatku berjumpa dengan Ibu Ina. Kulirik jam tanganku sekilas, 12:17. Masih ada setengah jam lebih hingga waktu istrirahat habis. Akhirnya kuputuskan untuk memutar mobilku dan kembali keperpustakaan.
DESEMBER
            Laporanku sudah selesai. Segala persiapan selama dua minggu terakhir adalah untuk satu hari, BESOK. Dan yang kuharapkan hanya, bagaimana kekurangan tidak begitu mencolok. Bu Lisa memberikan banyak arahan untuk semua pertanyaan yang kuajukan. Isi kepalanya bagaikan mapping yang dapat membaca dan menemukan segala jalan keluar. Setelah selesai, Ibu Lisa mengajakku makan bersama yang kemudian ku tolak perlahan karna aku juga harus mempersiapkan hal lain.
APRIL
            Wanita kucel berkulit hitam kemeja pink norak yang kulihat dilapangan pustaka tadi tengah berbincang serius dengan ibu Ina. Sesekali ia tertawa, menertawakan sesuatu: tentunya. Di tangannya ada beberapa brosur dan pamflet sebuah kegiatan amal.
            Ku putar langkah kakiku, menuju rak buku yang ingin kupinjam tadi. Lalu meraih satu dan antri dibagian peminjaman. Setelah menyelesaikan administrasi peminjaman, aku kembali kemobil dan menuju kantor: bekerja.

...

APRIL
Buk, saya gabung. Besok jam berapa? Tanyaku lewat pesan singkat kepada Ibu Ina
Oke, best choice. 2PM. We need you, Welcome Mr. Bima balas bu Ina kemudian yang ku sambut dengan kata Oke, thanks Buk

...

APRIL
            Rencanaku menemani Mama akhirnya batal, ku antar Mama sampai bandara Sultan Syarif Kasim II. Dan di Soeta, tentu sudah ditunggu Mbak Nana. Happy Holiday Ma, I’m So Sorry. Ucapku dalam hati
...
DESEMBER
            Acara dimulai pukul 15:00 WIB. Dibuka oleh sambutan Gubernur dan disambut dengan tarian dan seni Riau. Segala rangkaian acara benar-benar menunjukkan jati diri Riau sebagai pusat Melayu di Indonesia. Meskipun pada kenyataannya, kehidupan sehari-hari dipenuhi dengan bahasa Minang. Itulah beda nya masyarakat Riau daratan dan Riau kepulauan.
            Aku tengah duduk disebuah kursi hampir paling belakang memandang berjalannya kegiatan, tugasku sudah selesai karna aku berada di bagian perlengkapan yang berkontribusi sebelum acara. Meskipun begitu, aku tetap membantu bagian lain nya yang membutuhkan tenaga. Seorang Pria dengan perawakan hampir sempurna berdiri tidak jauh dari tempatku duduk. Kupandangi dengan cermat dan hampir tidak kutemukan cacat secara fisik, wangi parfume nya bahkan bisa tercium dari tempatku duduk. SEMPURNA
            Sepasang mata dengan tatapan hampir setajam pisau membelah pandanganku. Mata itu miliknya: LELAKI SEMPURNA. Dengan sebuah pertanyaan paling membunuh untukku saat itu. Kenapa kamu dari tadi memandangi saya? Tanyanya yang kemudian membuatku mengeluarkan jawaban paling ngaco seumur hidupku Ya, Postur tubuh dan Wajah Bapak sempurna, saya pernah berkeinginan punya suami seperti Bapak jawaban itu yang kemudian kusesali, mungkin sepanjang hidupku. Lelaki itu tak bergeming, kemudian dengan tanpa jawaban apapun kembali memandang arah panggung, seakan-akan aku tidak pernah berbicara padanya
...
APRIL
            Benar-benar wanita tidak waras. Si ‘hitam berkemeja pink’ kemarin, duduk tidak jauh dariku. Dan secara tidak sadar dia mengatakan bahwa aku adalah tipe calon suami idamannya. Dan sebuah kenyataan bahwa dia adalah wanita pertama dan satu-satunya yang berkata itu padaku adalah sebuah kesalahan besar yang ia lakukan. Aku tidak tau harus berkata apa. Kemudian kupalingkan wajahku untuk menyaksikan acara: menutupi dan menata kembali fikiranku yang berantakan.
DESEMBER
            Acara selesai dengan kesuksesan besar. Bu Lisa menjadi yang paling diberikan ucapan selamat. Sudah kuduga, caranya menjalankan kegiatan dan meminta tolong kepada kami sangat kuhargai, beliau tidak menganggap kami anggota ataupun bawahan. Tetap santun dan beretika. Meskipun sebagian besar kami adalah mahasiswa dan siswa di Pekanbaru. Bukan kalangan pejabat dan pegawai seperti beliau
APRIL
            Pembubaran panitia acara kemarin tidak kuikuti, karna memang aku bukan bagian dari panitia. Hanya join ketika acara. Aku juga harus menjemput Mama di bandara, hari ini Mama pulang. Meskipun baru tiga hari, sudah rutinitas Mama menjenguk Mbak-Mbakku di luar Riau sana yang hidup bersama suami-suami mereka. Handphone-ku berbunyi, bip. Menandakan sebuah pesan masuk. Dari Ibu Ina, lalu ku-buka
Pak, kenapa tidak datang?
Jemput Mama di Bandara Buk, terimakasih sudah mengajak balasku kemudian
Ya gapapa, padahal ada banyak mahasiswi yang bisa Bapak pilih untuk istri-an ini. Haha balas buk Ina lagi, yang kusambut dengan senyum sekedarnya.
            Menikah? Usiaku memang sudah memasuki tahun ke 29. Tapi belum ada dalam fikiranku untuk membangun rumah tangga, meskipun begitu satu-satunya alasanku untuk belum memikirkan menikah hingga kini adalah Mama. Dimana aku bisa menemukan wanita yang juga akan menganggap Mama adalah Ibunya. Dimana aku bisa menemukan wanita yang tidak hanya menikahiku tetapi juga Mama. Ah, belum saatnya. Aku juga ingin melanjutkan studiku ke Inggris atau Jerman. Aku masih ingin ada gelar PhD dibelakang namaku. Tidak hanya Master.
...
DESEMBER
            Lelaki kemarin tidak pernah lagi kutemui. Sebagian hatiku bersyukur karna tidak harus berjumpa, sebagian hatiku yang lain kecewa. 


Selanjutnya--> CHAPTER II