APRIL - DESEMBER (Chapter II)


Chapter II
APRIL
            Sedari maghrib tadi group Line berbunyi tanpa henti membuatku yang tengah asyik membaca sedikit terganggu. Tadi pagi rekan kerjaku mengundangku untuk bergabung dalam group acara kemarin. Kuterima saja karna ingin mengetahui pemikiran mahasiswa dan siswa tentang tergabungnya mereka dalam acara yang diadakan provinsi. Dan ternyata pilihanku untuk menerima undangan tersebut adalah kesalahan, hingga pukul 00:41 detik ini masih mengganggu.
            Sebegitu mengganggunya hingga akhirnya kuputuskan untuk membaca sekilas tentang group tersebut.
            Sebuah akun dengan komentar ngaco berulang-ulang telah membuatku lupa bahwa niat awalku hanya ingin berkunjung ke aplikasi ini sebentar saja. Penasaran dengan akun yang membuatku lupa diri, ku klik gambar rumah yang membawaku keberanda si pemilik akun. Seorang wanita: berkulit gelap. Dia: Wanita itu. Lagi?
DESEMBER
            Kepanitian telah usai, tapi hebohnya mereka terhadap animo acara masih kerasa bahkan melebihi ketika sebelum acara. Aku juga tidak ketinggalan membuat kesan ‘sok tau’ dalam setiap percakapan yang kudaratkan di group chat. Beberapa anggota group menambahkanku sebagai teman mereka. inilah gunanya ikut kegiatan, menambah teman, mengumpulkan relasi lalu siapa tau menemukan jodoh gumamku jahat, tentu saja kalimat terakhirku hanya becanda
APRIL
            Aku mencoba menghubunginya secara langsung, namun sebelumnya aku menggunakan profil pic ku ketika wisuda, dan terang saja foto itu tidak begitu jelas karna difoto dari tempat Mama duduk. Bukan maksud membohonginya, hanya saja ia entah masih mengenalku entah tidak, entah mengingat pernah mengatakan kalimat terlarang itu entah tidak, yang kusadari satu hal: dia tidak akan kulupakan.
            Setelah bertanya beberapa hal penting darinya, kupastikan ia tidak menyadari bahwa aku adalah lelaki yang pernah ia puji. Dan bagiku, dia wanita paling polos dan lugu yang pernah kujadikan: Teman.
            Bisa kupastikan dia terlahir dari keluarga yang penuh cinta dan perhatian. Bagaimana tidak, tujuan hidup dan kehidupannya hanya bagaimana ia mengumpulkan keluarganya meskipun tanpa Ayah. Dan bisa kupastikan juga bahwa ia telah menghapus peran Ayah dalam hidupnya.
            Wanita berkulit hitam berkemeja pink itu pemilik nama lengkap: Desi Permatasari, salah satu mahasiswa jurusan IT di salah satu Universitas di Pekanbaru. Memasuki semester 7 dan anak perempuan satu-satunya yang terpaksa diizinkan meninggalkan rumah untuk kuliah. Dan menurutku, pergaulan yang mengubahnya menjadi perempuan yang ‘seakan’ tidak pernah memiliki masalah. Perlahan, penilaianku tentang kenorakannya tidak menjadi masalah karna kufikir ia telah menjalani kehidupan sebenarnya jauh sebelum aku
            Tidak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 02:05. Tidak biasanya aku begadang tanpa tidur terlebih dahulu hingga selarut ini. Meskipun tengah mengerjakan Tugas Akhir, aku tidak pernah segila ini. Ya jika ku ingin begadang, aku pasti tidur lepas Isya dan kembali bangun ditengah malam untuk Qiyamul-Lail, mengerjakan tugas dan sebagainya. Mama dan Papa dari kecil telah mengajarkan bagaimana istirahat adalah hal yang penting.

DESEMBER

            Seorang anggota group mengajakku ngobrol pribadi lewat chat Line. Kuperkirakan usianya diatasku 2-3 tahun. Mungkin dia kemarin bergabung sebagai alumni, atau pegawai kontrak di Pemprov. Karna tidak banyak Pegawai Negri yang bekerja di Gubernuran mau bergabung atau bahkan mengajak mahasiswa sepertiku mengobrol personal.
            Dari sepanjang perccakapan kami, kuperkirakan lelaki ini adalah lelaki yang kaku. Terlihat dari bagaimana dia membalas chat kami. Tanpa emoticon, tanpa ekspresi and so bored. Tapi akhirnya kucoba mencairkan suasana. Ketika sadar, kupandang jam diatas lemari pakaianku. Pkl 02:00 dinihari. Tidakkah lelaki ini menyuruhku tidur seperti lelaki-lelaki sebelumnya? Atau tidakkah ia bertanya, apakah aku sudah mengantuk?

APRIL

            Wanita hitam berkemeja pink diseberang sana masih terus mengajakku mengobrol. Tidakkah ia mengantuk?
DESEMBER
            Lelaki itu tidak kunjung membahas tentang waktu. Aku sudah mulai mengantuk: tidak seperti biasanya. Karna jika memperturutkan keinginanku, hingga esok pagi aku masih bisa bertahan: tanpa tidur. Sudah menjadi kebiasaanku terus terjaga sepanjang malam. Dan kebiasaan itu sudah kujalani selama 9 tahun. Dan setiap orang baru yang mengenalku atau mengetahui kondisi itu, aku selalu mendapatkan nasehat yang sama: nanti kamu sakit.
            Mas, sepertinya sudah hampir subuh. Kumulai pembicaraan
            Lalu? Balasnya
            ‘duh, kenapa ia bertanya :lalu:, tidakkah ia yang seharusnya tidur?’ gumamku
            Mas gak kerja? Tanyaku kemudian
            Esok? Minggu? Weekend? Tanyanya beruntun
            Duh, kenapa aku lupa bahwa hari ini adalah weekend’
            Oh, iya. Maaf mas saya lupa. Haha balasku kemudian sambil tertawa, buka tertawa dalam arti yang sebenarnya. Lebih tepat jika menyebutnya dengan: menertawakan diriku dengan sangat miris.
APRIL
            Wanita ini sudah mulai membahas tentang waktu. Dia bertanya apa aku tidak bekerja esok hari? Apakah dia tidak tau bahwa aku adalah salah satu pegawai? Adakah pegawai yang bekerja dihari libur?
DESEMBER
            Udah subuh, terimakasih telah menemani malam ini dengan percakapan yang baik Mas. Saya undur diri. Balasku akhirnya di percakapan kami
            Ya jawabnya singkat
            Kumonyongkan bibirku membaca kata sesingkat “ya” milik lelaki diseberang sana. Sudah dapat kupastikan sedatar apa kehidupannya. Tanpa senyum: lelaki monoton.
...
APRIL
            Aku bangun dengan kepala yang sangat berat. Ini akibat aku tidak memutuskan percakapan dengan wanita berkulit hitam berkemeja pink itu. Padahal, jika ku fikir. Tidak ada satupun percakapan kami yang bisa kujadikan ilmu baru atau dia tidak lebih bermanfaat untukku yang selalu memandang segala hal tentang: untung rugi.
            Mama masuk setelah mengetuk pintu. Melihatku berantakan di balik selimut putih tebalku membuatnya khawatir.
            Kamu kenapa? Kita ke Rumah sakit? Tanya mama sembari meletakkan punggung tangannya didahiku
            Duh, enggak usah Ma. April baik-baik aja, tadi malam kurang tidur jawabku meminimalisir kekhawatirannya
            Kurang tidur? Kamu ngapain? Tanya mama
            Tentu saja Mama heran. Aku tidak pernah begadang sekalipun itu untuk mengerjakan Tugas Akhir atau Tesisku. Sudah kukatakan bahwa aku dilahirkan di keluarga yang penuh ketertiban dan keteraturan yang sangat baik. Dimana belajar selalu dilakukan setelah Maghrib dan tidur sebelum pkl. 22:00 WIB. Sementara jika aku memiliki kebiasaan bangun ditengah malam untuk melaksanakan Qiyamul-lail adalah masukan dari pembimbingku ketika melakukan penelitian untuk Skripsi S1 ku.
Sebelum mengenal dan diberikan masukan olehnya, aku juga tidak pernah melaksanakan Qiyamul-lail  seperti sekarang. Bahkan Papa Mama tidak pernah memberikan ilmu itu, bagi keluarga kami. Amalan adalah milik pribadi. Ah sudahlah, aku paling malas membahas bagaimana amalan harus menolong orang dan sebagainya. Cerita hidup keluargaku tak seagamis itu. Tapi ini tidak berlaku untuk Mbakku yang nomor 2, Mbak Nana. Yang menjadi wanita taat setelah menyelesaikan studi S1 nya di Universitas Diponegoro.
Ra iso turu Ma jawabku singkat sambil menarik selimutku kembali April mau lanjut tidur lagi ya kataku kemudian
Iyo jawab Mama. Kudengar langkah kakinya berjalan menuju pintu kamar
Perlahan kuraih handphoneku. Melihat percakapan tadi malam. Kubaca dari awal hingga akhir dan kusadari satu hal: dia tidak mengetahui apapun tentangku sementara aku terus bertanya ini itu tentang kehidupannya.
Lagi apa? Tanyaku padanya. Kutunggu ia membalas pesanku. Semenit, dua menit, dua puluh menit. Aku mulai bosan menunggu: menunggu? Tidak pernah ada dalam kehidupanku menunggu balasan untuk percakapan seperti ini. Hal setidak penting -lagi apa?-
Ketika kuputuskan untuk meletakkan handphoneku di meja lampu sebelah kasur, kudengar bunyi pesan baru dari Line-ku
Maaf Mas, tadi lagi ngajar praktikum office mahasiswa semester bawah’ jawabnya yang kemudian kususul dengan ekspresi super heran dan tidak percaya
ada apa?’ balasnya kemudian
Saya kira kamu belum bangun’ balasku
Haha, esi malah belum tidur’ jawabnya
Belum tidur? Aku yang sudah tidur saja merasakan sakit kepala sehebat ini, tapi wanita ini bahkan belum tidur dan kelihatannya ia baik-baik saja: manusia super.
DESEMBER
            Sebuah pesan mendarat di Line-ku ketika aku tengah memberikan soal ujian untuk mahasiswa praktikum office-ku. Untuk mahasiswa angkatanku yang lain-nya. Bulan ini adalah kegiatan KKN, read: Kuliah Kerja Nyata. Untuk KKN reguler telah dimulai dua minggu yang lalu. Sementara aku sendiri belum melaksanakan KKN karna terpilih mengikuti KKN Kebangsaan yang akan dimulai pasca lebaran Idul Fitri, itulah kenapa aku juga dimintai tolong untuk mengajar praktikum office: karna tidak ada orang lain yang bisa dimintaki tolong
            Pesan dari lelaki tadi malam ia bertanya apa aku sudah bangun?
             Sekilas aku mengernyitkan dahi atas pertanyaannya padaku, dan sesaat kemudian aku tertawa (red: menertawakan kegilaanku). Adalah pertanyaan paling masuk akal untuk manusia senormal dia, sementara aku. Jelas, akulah manusia tidak normal dalam episode ini. Begadang semalaman dan paginya mengisi materi untuk praktikum office lalu sekarang tertawa karna mengira pertanyaan “sudah bangun” adalah hal tidak wajar.


CHAPTER I<-- Sebelumnya--Selanjutnya--> CHAPTER III

Tidak ada komentar: