APRIL - DESEMBER (Chapter I)


Chapter I

APRIL
Pustaka wilayah menjadi pilihan muda-mudi di Pekanbaru. Sebagian datang untuk membaca buku-buku koleksi perpustakaan, sebagian lainnya menggunakan pustaka wilayah sebagai sarana untuk ‘pertemuan’.
            Seorang wanita berkulit gelap, mengenakan kemeja berwarna pink cerah yang tengah duduk dihadapanku memang sangat mengganggu pandanganku. Bukan karna ia mojok berdua dengan kekasihnya atau duduk terkapar sambil memegang ember kecil, seperti wanita-wanita sebelumnya yang kupandangi sinis. Wanita berkulit gelap mengenakan kemeja pink dihadapanku ini terlihat begitu aneh, norak, tidak punya malu dan tidak memiliki kepantasan di usianya. Kuperkirakan wanita berkulit gelap ini sudah menginjak usia setidaknya 20 tahun. Aku flashback kembali ketika aku seusianya. Aku tengah PKL (Praktek Kerja Lapangan) disalah satu instansi pemerintahan di Jogja. Sudah berani mengambil keputusan melaporkan atasanku yang tidak bekerja sesuai dengan prosedur, dan sudah berani melaporkan pegawai yang datang dan pulang tidak sesuai dengan waktu kerja.
            Wanita itu tak sadar bahwa ada mata yang memperhatikannya, perasaannya mungkin juga tak bekerja. Beberapa detik kemudian, dia berteriak sambil lari-lari kecil mengejar seekor kucing kampung yang mulai menjauhinya. Ketika kucing itu sudah ada di tanganku, kuperhatikan ia terlihat seperti tengah berbicara dengan si kucing, dan samar-samar kudengar ia memanggil dengan sebutan ‘nak’, WHATT??
            ah sudahlah, tidak penting seberapa noraknya dia. Aku tidak datang untuk menghabiskan waktu memandangi kehidupan wanita itu” seru ku kemudian dalam hati
            “entah dia wanita yang waras ataupun tidak, aku bahkan tidak tau” kutinggalkan pemandangan aneh tersebut. Kupandang jam tanganku sekilas. “baru jam segini” terlalu cepat untuk kembali kekantor. Kubalikkan badan dan masuk gedung Perpustakaan.
            Pustaka Wilayah Soeman HS terdiri dari empat lantai, pada lantai pertama terdapat kids corner, toilet, kantin, peminjaman komputer gratis, penitipan barang dan pusat informasi. Pada lantai dua terdapat tempat pembuatan member, buku pendidikan, tempat peminjaman dan pengembalian buku. Sementara di lantai tiga terdapat ruang diskusi dan wifi center. Pada lantai empat tersimpan arsip penting dan beberapa penelitian di Riau.
            Aku melangkah menuju lantai 3, tempat buku-buku ‘menarik’ untuk kubaca. Tempat yang benar-benar tenang dan menenangkan untuk orang yang ingin mendapatkan ketenangan. Aku berhenti tepat didepan rak panjang dengan tulisan “Politik dan Pemerintahan”.

DESEMBER
            Aku dengan penuh kesabaran sedang menunggu ibu Lisa untuk melaporkan kegiatan besok subuh sudah rampung 90%. Buk Lisa yang akan kutemui ini adalah salah satu wanita hebat yang akan kujadikan panutan untuk kehidupanku dimasa yang akan datang. Sudah banyak acara provinsi yang beliau handle, saat ini acara dengan judul “sahur bersama 1000 masyarakat Riau” juga beliau handle. Tak hanya itu, beliau dengan nyata telah menunjukkan padaku bahwa usia tidak pernah membatasi kegiatan dan karir seorang wanita. Meskipun begitu, bagi beliau Keluarga tetap menjadi yang utama. Dan yang kupercayai juga, Suami ibu Lisa jelas berperan luar biasa untuk segala kehidupan mereka.
            Aku menyukai kucing melebihi hewan apapun. Menurutku kucing adalah hewan sempurna untuk dijadikan peliharan dan hewan yang selalu menarik hati, setiap melihat kucing aku seakan jatuh cinta, lagi lagi dan lagi. Tidak terkecuali kucing dihadapanku ini. Ia melenggang-lenggok cantik seakan mengajakku bermain. Aku beranjak dari tempat dudukku, dan mulai memasang kuda-kuda untuk menangkap si kucing. Tapi terlambat, ia sadar lebih cepat dari perkiraanku. Kukejar lagi, tapi ia kembali berlari. Begitu seterusnya hingga, energiku hampir habis karna nya.
            Kupandang jam tanganku sekilas, ‘sudah pukul 2 siang’ gumamku, ku rogoh kantongku untuk mencari handphoneku, khawatir jika ibu Lisa telah menghubungiku tapi aku tidak mendengar karna sibuk mengejar kucing.
            Benar saja, ada dua pesan belum terbaca di inbox. Satu dari TELKOMSEL yang lantas ku abaikan dan kubuka pesan masuk dari ibu Lisa
            (Des, saya di Pustaka Lt. 3, ruang diskusi B. Kamu mau kesini atau tetap nunggu di parkiran?) kemudian ku balas (Ya Bu, saya saja yang kesana). Setelah membalas pesan dari Ibu Lisa, aku berlari kecil menuju teras musholla, meraih tas dan menuju pintu masuk perpustakaan.
            Setelah sampai di lantai 3, kucari ruang diskusi B. Tidak perlu lama-lama karna ruang diskusi perpustakaan dikelilingi dengan kaca bening yang gampang terlihat, sehingga aku langsung menemukan bu Lisa tengah berbincang dengan seorang Pria berperawakan Tinggi, Putih, Berkaca mata, sepertinya Ganteng, dan Rapi. Mengenakan setelan pegawai negri sipil dan sepertinya memang pegawai. Kubaca disebelah kanan lengan bajunya ada tulisan “PEMPROV”. Aku putar langkahku, membiarkan ibu Lisa diskusi terlebih dahulu dan menemuinya kembali setelah selesai.
            Kuputuskan untuk mengambil salah satu novel dan duduk di bangku melingkar lantai 3, berhadapan dengan pengunjung lainnya yang sudah lebih dahulu hanyut dalam cerita novel di tangan mereka masing-masing.
APRIL
Aku tak sengaja bertemu buk Ina, salah satu rekan kerja di kantor. Beliau tengah menjadi artis akhir-akhir ini. Atau lebih tepatnya ketika Ramadhan. Bagaimana tidak, pak kepala mempercayakan banyak hal padanya. Buk Ina juga begitu loyal ketika dipercayakan menjadi ketua pelaksana. Meskipun beliau seorang wanita, dedikasinya melebihi seorang lelaki. Beliau mengajakku untuk bergabung. Namun, aku tidak pernah tertarik menjadi bagian dari setiap acara yang diadakan. Aku tidak begitu suka dengan acara besar dan ramai seperti yang akan diadakan besok. Diluar dari pada itu, besok aku sudah berniat menemai Mama untuk melihat Aidil dan Fuad, keponakanku di Jakarta. Tiketnya juga sudah kupesan
Mobilku berjalan keluar dari pagar Pustaka menuju kantor tempatku bekerja. Ini memang bukan hari libur, dan aku ada di Pustaka karna alasan bekerja juga. meskipun jarak antara kantor dan pustaka sangat dekat. Namun, terik mentari tak bisa kutoleransi.
Baru beberapa meter mobilku keluar, kuingat kembali bahwa aku akan meminjam buku dengan judul “Pemikiran dangkal seorang Loser” yang sedari tadi kupegang. Dan terakhir ku ingat buku itu ada di meja tempatku berjumpa dengan Ibu Ina. Kulirik jam tanganku sekilas, 12:17. Masih ada setengah jam lebih hingga waktu istrirahat habis. Akhirnya kuputuskan untuk memutar mobilku dan kembali keperpustakaan.
DESEMBER
            Laporanku sudah selesai. Segala persiapan selama dua minggu terakhir adalah untuk satu hari, BESOK. Dan yang kuharapkan hanya, bagaimana kekurangan tidak begitu mencolok. Bu Lisa memberikan banyak arahan untuk semua pertanyaan yang kuajukan. Isi kepalanya bagaikan mapping yang dapat membaca dan menemukan segala jalan keluar. Setelah selesai, Ibu Lisa mengajakku makan bersama yang kemudian ku tolak perlahan karna aku juga harus mempersiapkan hal lain.
APRIL
            Wanita kucel berkulit hitam kemeja pink norak yang kulihat dilapangan pustaka tadi tengah berbincang serius dengan ibu Ina. Sesekali ia tertawa, menertawakan sesuatu: tentunya. Di tangannya ada beberapa brosur dan pamflet sebuah kegiatan amal.
            Ku putar langkah kakiku, menuju rak buku yang ingin kupinjam tadi. Lalu meraih satu dan antri dibagian peminjaman. Setelah menyelesaikan administrasi peminjaman, aku kembali kemobil dan menuju kantor: bekerja.

...

APRIL
Buk, saya gabung. Besok jam berapa? Tanyaku lewat pesan singkat kepada Ibu Ina
Oke, best choice. 2PM. We need you, Welcome Mr. Bima balas bu Ina kemudian yang ku sambut dengan kata Oke, thanks Buk

...

APRIL
            Rencanaku menemani Mama akhirnya batal, ku antar Mama sampai bandara Sultan Syarif Kasim II. Dan di Soeta, tentu sudah ditunggu Mbak Nana. Happy Holiday Ma, I’m So Sorry. Ucapku dalam hati
...
DESEMBER
            Acara dimulai pukul 15:00 WIB. Dibuka oleh sambutan Gubernur dan disambut dengan tarian dan seni Riau. Segala rangkaian acara benar-benar menunjukkan jati diri Riau sebagai pusat Melayu di Indonesia. Meskipun pada kenyataannya, kehidupan sehari-hari dipenuhi dengan bahasa Minang. Itulah beda nya masyarakat Riau daratan dan Riau kepulauan.
            Aku tengah duduk disebuah kursi hampir paling belakang memandang berjalannya kegiatan, tugasku sudah selesai karna aku berada di bagian perlengkapan yang berkontribusi sebelum acara. Meskipun begitu, aku tetap membantu bagian lain nya yang membutuhkan tenaga. Seorang Pria dengan perawakan hampir sempurna berdiri tidak jauh dari tempatku duduk. Kupandangi dengan cermat dan hampir tidak kutemukan cacat secara fisik, wangi parfume nya bahkan bisa tercium dari tempatku duduk. SEMPURNA
            Sepasang mata dengan tatapan hampir setajam pisau membelah pandanganku. Mata itu miliknya: LELAKI SEMPURNA. Dengan sebuah pertanyaan paling membunuh untukku saat itu. Kenapa kamu dari tadi memandangi saya? Tanyanya yang kemudian membuatku mengeluarkan jawaban paling ngaco seumur hidupku Ya, Postur tubuh dan Wajah Bapak sempurna, saya pernah berkeinginan punya suami seperti Bapak jawaban itu yang kemudian kusesali, mungkin sepanjang hidupku. Lelaki itu tak bergeming, kemudian dengan tanpa jawaban apapun kembali memandang arah panggung, seakan-akan aku tidak pernah berbicara padanya
...
APRIL
            Benar-benar wanita tidak waras. Si ‘hitam berkemeja pink’ kemarin, duduk tidak jauh dariku. Dan secara tidak sadar dia mengatakan bahwa aku adalah tipe calon suami idamannya. Dan sebuah kenyataan bahwa dia adalah wanita pertama dan satu-satunya yang berkata itu padaku adalah sebuah kesalahan besar yang ia lakukan. Aku tidak tau harus berkata apa. Kemudian kupalingkan wajahku untuk menyaksikan acara: menutupi dan menata kembali fikiranku yang berantakan.
DESEMBER
            Acara selesai dengan kesuksesan besar. Bu Lisa menjadi yang paling diberikan ucapan selamat. Sudah kuduga, caranya menjalankan kegiatan dan meminta tolong kepada kami sangat kuhargai, beliau tidak menganggap kami anggota ataupun bawahan. Tetap santun dan beretika. Meskipun sebagian besar kami adalah mahasiswa dan siswa di Pekanbaru. Bukan kalangan pejabat dan pegawai seperti beliau
APRIL
            Pembubaran panitia acara kemarin tidak kuikuti, karna memang aku bukan bagian dari panitia. Hanya join ketika acara. Aku juga harus menjemput Mama di bandara, hari ini Mama pulang. Meskipun baru tiga hari, sudah rutinitas Mama menjenguk Mbak-Mbakku di luar Riau sana yang hidup bersama suami-suami mereka. Handphone-ku berbunyi, bip. Menandakan sebuah pesan masuk. Dari Ibu Ina, lalu ku-buka
Pak, kenapa tidak datang?
Jemput Mama di Bandara Buk, terimakasih sudah mengajak balasku kemudian
Ya gapapa, padahal ada banyak mahasiswi yang bisa Bapak pilih untuk istri-an ini. Haha balas buk Ina lagi, yang kusambut dengan senyum sekedarnya.
            Menikah? Usiaku memang sudah memasuki tahun ke 29. Tapi belum ada dalam fikiranku untuk membangun rumah tangga, meskipun begitu satu-satunya alasanku untuk belum memikirkan menikah hingga kini adalah Mama. Dimana aku bisa menemukan wanita yang juga akan menganggap Mama adalah Ibunya. Dimana aku bisa menemukan wanita yang tidak hanya menikahiku tetapi juga Mama. Ah, belum saatnya. Aku juga ingin melanjutkan studiku ke Inggris atau Jerman. Aku masih ingin ada gelar PhD dibelakang namaku. Tidak hanya Master.
...
DESEMBER
            Lelaki kemarin tidak pernah lagi kutemui. Sebagian hatiku bersyukur karna tidak harus berjumpa, sebagian hatiku yang lain kecewa. 


Selanjutnya--> CHAPTER II

Tidak ada komentar: