Sepotong Daun Kering #4

4
Larung Lampion Apung
LANGIT merah keemasan sore hari membawa perasaan nyaman dan santai. Banyak orang duduk disepanjang bangku yang tersusun di trotoar depan Gedung Serbaguna Ghra Sabha Pramana atau yang lebih dikenal dengan GSP, sambil mengobrol dan memandang Benteng Vredeburg di seberang.
Hampir semua bangku yang ada di trotoar di kedua sisi jalan yang ditempati orang-orang. Sebagian mungkin hanya ingin duduk sore, sebagian yang lainnya ingin beristirahat disana setelah berbelanja disepanjang jalan Malioboro.
Lalu lalang manusia baik di jalan maupun di trotoar yang padat seakan tiada henti bisa menjadi tontonan yang menarik. Enak juga memperhatikan mereka. Ada yang tengah sibuk dengan gadget  atau Smartphone nya tanpa memperdulikan orang lain yang lalu lalang. Ada juga yang tengah asik berbincang dengan lawan bicaranya tanpa sadar bahwa setiap telinga yang lewat mendengar dengan jelas cerita mereka.
Ayat lebih banyak menceritakan tentang kampus dan teman sekelasnya sementara Karin hanya mendengarkan dan sesekali bercerita juga mengenai organisasi dan project tulisannya. Sesekali mereka saling pandang dan tersenyum.
“Eh minggu depan lo gak ada acara kan?”
“Enggak, kenapa Yat?”
“Gue pengen ngajak lo jalan”
“Ya jalan kan biasa aja”
“Ini beda Rei, kita keluar kota”
“Ha? Ngapain?”
“Ya main aja, minggu depan kan ada tanggal merah. Kita nginap, ya?”
“Mau kemana sih?”
“Ikut aja, gak bakal gue culik kok. Janji-” pinta Ayat dengan senyum manisnya
“Lo tau kan kalau lo udah senyum gitu gue gak bisa nolak”
“Jadi?”
“Oke”
....
“Haaaaaaah” Karin menyembunyikan kepalanya dibawah bantal. Jantungnya berdebar-debar. Perasaaannya tidak karuan. Tadi malam Ayat mengiriminya pesan dengan kalimat yang mengatakan bahwa besok subuh dia akan menjemput dan jangan lupa membawa pakaian ganti untuk satu hari.
Jam lima lewat sepuluh menit, pintu kost Karin diketuk dari luar. Karin baru saja selesai shalat Subuh. Setelah membereskan mukena, Karin pergi keruang depan dan membuka pintu. Seraut wajah cerah dan dengan mata berbinar menyambutnya.
Kau selalu saja membuatku nyaman dengan segala kebaikan dan sikap lembutmu kepadaku.
“Hai, Udah siap?” Tanya Ayat sambil memakai softball nya
“Siap kemana?” tanya Karin pura-pura bodoh
“Loh, kita kan mau keluar kota hari ini, besok dan lusa. Rei”
“Kita mau kemana subuh-subuh gini? Masih gelap. Gue masih ngantuk banget ini”
“Yaudah lo kan bisa tidur dimobil. Gue nyetir”
Karin melirik kearah luar pagar kos, Mobil siapa yang dibawanya kabur?
Karin kedalam sebentar untuk mengambil tas dan kemudian keluar rumah untuk mengunci pintu sebelum mengikuti Ayat menuju mobil. Dia masih belum bisa mengerti kenapa Ayat mengajaknya pergi keluar kota, ketempat yang tidak biasanya. Meskipun begitu, Karin begitu senang setidaknya selama tiga hari kedepan ia akan terus bersama lelaki yang telah dikenalnya dengan baik. Tanpa harus disibukkan dengan aktivitas berlatih paduan suara dan menyanyinya serta bermain futsal atau PS bersama teman-temannya.
“Mobil siapa Yat?” tanya Karin. Karna setaunya Ayat itu tidak punya mobil
“Rental” jawab Ayat tetap fokus pada jalanan
“Kalau memang rental kenapa kita gak pakai motor aja sih? Biar lebih hemat”
“Kamu lebih suka pakai motor biar bisa melukin gue sambil akting tidur ya Rei, hehehe” goda Ayat
“Ya gak gitu. Emmm maksudnya ga gitu” jawab Karin gagap
“Haha, jangan salting gitu Rei. Gue pakai mobil biar lo nya gak kecapean, kita perjalanan jauh dan menghindari hujan juga”
“Kita mau kemana sih sampe harus pergi pagi-pagi banget gini?”
“Kita kesebuah tempat di kabupaten Bojonegoro, dekat Sungai Bengawan Solo. Itu tempat penting bagiku dan lo adalah cewek pertama yang gue bawa ke situ. Sebelumnya gue gak pernah bawa cewek, temen cowok gue yang pernah ikut juga cuma Dirga” Ayat menjelaskan tanpa memandang ke arah Karin
“Ke tempat saudara lo?”
“Bisa dibilang begitu. Kita ke rumah Pak Sapto dan Bu Darna. Mereka sudah seperti orangtua kandung gue”
“Oh” jawab Karin singkat
“Gue setel musik ya”
Sedetik kemudian Alamat Palsunya Ayu ting-ting memenuhi isi mobil. Karin tertawa sambil memandang Ayat yang tengah berusaha mengganti lagu.
“Lo suka dangdut?”
“Eh gue gak begitu suka tapi gak alergi juga”
“Parah lo, dangdut kan musik asli Indonesia”
“Gak suka bukan berarti gue gak ngedukung music dangdut. Music itu masalah selera, selera orang kan gak bisa dipaksa”
Karin tertawa dengan tingkah Ayat yang katanya gak suka dangdut tapi begitu hafal ketika Goyang Dumang­nya Cita-citata terputar pada MP3 Player.
Ayat memandang ke arah Karin ketika tawa gadis itu meledak dengan nyanyian Goyang Dumang nya barusan. Asli lo gak pernah jaim kalau didepan gue, gue jadi bisa tau gimana sifat asli lo Rei. Mungkin, Gue sayang lo.
...
Perjalanan jauh tidak begitu terasa karena mereka menikmatinya. Karin juga sama sekali tidak tidur dimobil karena tidak tega membiarkan Ayat menyetir mobil sendiri. Udah seperti supir saja dia.
Ayat juga punya banyak cerita untuk mengisi waktu selama diperjalanan. Ada juga lelucon karyanya. Kalau lucu, Karin tersenyum tapi kalau lucunya maksa dan terpaksa, Karin malah tertawa terbahak-bahak tanpa malu apalagi jaim.
Sekitar pukul sepuluh mereka sudah memasuki Kabupaten Bojonegoro. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tuban di utara, Kabupaten Lamongan di timur, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Ngawi di selatan serta Kabupaten Blora (Jawa tengah) di barat
Ketika memasuki kecamatan menuju rumah pak Sapto dan bu Darna, Ayat membuka kaca jendela mobil karena banyak di sapa dan menyapa orang. Ternyata dia memang sangat terkenal didaerah ini. Padahal dia bukanlah penduduk asli pulau Jawa.
Ketika sampai pada sebuah rumah tak berpagar, beberapa orang keluar dari rumah. Seorang lelaki gemuk berusia sekitar 50 tahun lebih memakai pakaian batik dan kain layaknya busana masyarakat Jawa pada acara nikahan. Lelaki itu yang disebut sebagai pak Sapto
“Bu, anakmu sudah sampai” panggil pak Sapto kedalam rumah kemudian keluar seorang wanita yang berusia hampir sama mengenakan kebaya berwana cream dan kain batik, serta rambut yang disanggul. Beliau bu Darna
“Buuuu” Ayat memeluk wanita bernama bu Darna.
“Kamu sombong sekali, sudah jarang main kesini” bu Darna membelai-belai wajah Ayat layaknya ibu dengan anaknya “Wanita itu siapa?” tanya bu Darna kemudian setelah sadar bahwa anaknya tidak datang sendirian
“Coba tebak bu, siapa?” Ayat mengedipkan matanya seakan mengatakan bahwa ‘Dia calon anak menantumu bu’
Ayat menghampiri Karin dan memperkenalkannya dengan semua yang ada dihalaman rumah bu Darna dan pak Sapto.
“Kok pada rapi banget, mau kemana Pak?” tanya Ayat setelah sadar bahwa pak Sapto dan bu Darna tengah berpakaian untuk pergi kepesta
“Mau ke nikahan anaknya pak kades Yat, kamu sekalian saja ikut ajak Karin kesana ya” ajak bu Darna
“Boleh buk” jawab Ayat “Eh Rei, kita ikut ke resepsi yuk” ajak Ayat kemudian
“Ha, pakai jeans begini?” Karin bingung. Dia hanya mengenakan setelah JeansT-Shirt dan kemeja yang tidak dipasang kancingnya serta sepatu Kets. Masa kondangan pakai baju begini?
”Gampang. Dirumah ada pakaian anak ibu yang muat kamu pakai” jawab bu Darna “Ayo masuk dulu. Bapak sama Ayat duluan saja. Ibu mau mendandani Karin dulu” ucap bu Darna sambil membawanya masuk kerumah lalu menuju kamar anak bungsunya.
Sambil memilihkan baju, bu Darna menceritakan tentang Ayat. Bagaimana Ayat bisa begitu dekat dengan keluarga mereka dan bagaimana Ayat telah dianggap seperti anak sendiri oleh mereka.
Ketika baru masuk kuliah Ayat dan teman-temannya melakukan tour ke Jawa Timur, mereka pergi ke pantai dan berenang di laut. Mereka adu nyali untuk lomba berenang. Ayat mendadak kram ketika ada ombak besar menghantamnya. Dia tenggelam dan hampir saja meninggal jika pak Sapto dan beberapa warga tidak segera menyelamatkannya.
Ayat sempat dirawat di Puskesdes dan keluarga pak Sapto yang mengurusi segala keperluannya karna berdasarkan cerita Ayat orangtuanya jauh di Sumatra dan tidak memungkinkan untuk datang ke Jawa Timur untuk melihat kondisinya. Sejak saat itu Ayat merasa mereka adalah keluarganya dan begitu juga sebaliknya pak Sapto dan bu Darna yang telah menganggap Ayat sebagai anaknya kandungnya.
Setelah rombongan Ayat dan bapak-bapak lainnya berangkat duluan, bu Darna memilihkan kebaya yang cocok untuk Karin. Dia memilih kebaya berwarna biru laut yang dipadu dengan kain batik bernada sama. Rambut Karin digulung dan disanggul dengan supit sanggul berwarna biru muda. Perfect
Rumah pak kades berjarak setengah kilometer dari rumah pak Sapto. Bu Darna dan Karin diantar menggunakan becak desa. Ayat menyambut kedatangan Karin dan bu Darna. Setelah menyalami tuan rumah dan juga pengantin yang sempat menaruh hati pada Ayat, Ayat membawa Karin dan diperkenalkan pada beberapa pemudi di desa tersebut. Karin diterima dengan baik oleh pemudi desa.
“Tolong jagain perempuan ini ya. Hati-hati jangan sampai lecet” pesan Ayat keteman-teman wanitanya yang kemudian mengedipkan mata kearah mereka lalu pergi meninggalkan sekumpulan perempuan itu
“Tamu jauh kita yang ingin menyumbangkan satu album untuk menghibur kita siang ini” ucap sang MC dari atas panggung. Tepuk tangan memenuhi acara pesta. Karin melihat Ayat menaiki panggung.
“Terimakasih telah memberikan kesempatan untuk saya mas Parjo, MC terbaik kita” ucap Ayat memulai kata-kata “Siang ini saya mau menyanyikan sebuah lagu romantis yang saya persembahkan pada  mbak Ina dan mas Sigit yang tengah berbahagia”

 If I had to live my life without you near me
The days would all be empty
The nights would seem so long
With you I see forever oh so clearly
I might have been in love before
But it never felt this strong
Our dreams are young
And we both know they’ll take us
Where we want to go

Hold me now
Touch me now
I don’t want to live without you

Nothing’s gonna change my love for you
You ought you can be sure of
I’ll never ask for more than your love

Nothing’s gonna change my love for you
You ought know by now how much I love you
The world may change my whole life through
But Nothing’s gonna change my love for you
            ---“Nothing’s Gonna Change My Love For You”, Westlife
            Setelah lagu pertamanya Ayat melanjutkan dengan lagu keduanya.
 My love,
There’s only you in my life
The only thing that’t bright
My first love,
You’re every breath that I take
You’re every step I make
And I

I want to share
All my love with you
No one else will do.
And your eyes
Your eyes, your eyes
They tell me how much you care
Ooh yes, you will always be
My endless love
Two hearts,
Two hearts that beat as one
Our lives have just begun
Forever
(Ohhhhhh)

I’ll hold you close in my arms
I can’t resist your charms
And love
Oh, love
I’ll be a fool
For you

You’ll be the only one
‘cause no one can deny
This love I have inside
And I’ll give it all to you
My love
My endless love
            ---“My Endless Love”, Lionel Richie ft. Diana Ross
Tepuk tangan begitu meriah ketika Ayat mengakhiri lagunya. Ayat melirik ke arah Karin lalu mengedipkan matanya. “Lagu terakhir tadi saya persembahkan untuk teman perempuan saya yang anggun dalam balutan kebaya berwarna biru muda ditepi kiri sana. Terimakasih~” tutup Ayat yang kemudian disertai tepuk tangan dan pujian kepada dirinya dari MC
“Untuk pemudi yang sempat suka sama Ayat siap-siap patah hati ya” goda MC yang bernama mas Parjo itu lalu melanjutkan acara
Ayat menghampiri Karin dan meminta izin untuk pergi sebentar. Tanpa menunggu izin dari Karin Ayat sudah menghambur pergi meninggalkannya lagi “Sial, hari ini gue ditinggal mulu deh kayaknya. Itu orang apa gak sadar kalau lagi bawa gue?”bathinnya
Cukup lama Ayat pergi, kemudian muncul dan menghampiri pak Sapto dan bu Darna untuk berbicara sebentar dan kemudian menemui Karin.
“Ayo kita pamitan ke pak Kades, terus kita pergi melihat festival”
“Festival apaan?”
“Udah ikut aja”
Setelah pamitan pada pak Kades serta beberapa tokoh masyarakat yang ada disana, Ayat menarik tangan Karin untuk terus dituntun menuju teman-temannya yang sudah menunggu. Ada juga diantara mereka yang membawa seekor bebek, beberapa lampion dan juga layangan. Karin tidak tau untuk apa mereka membawa benda dan hewan itu. Ia hanya menuruti langkah kaki Ayat

...

Rombongan lima motor dengan lima cowok dan lima cewek itu menelusuri jalan menuju arah hulu Sungai Bengawan Solo. Sepanjang perjalanan mereka melewati perkebunan Strawberry, Jeruk dan Teh. Mereka juga melewati hutan pinus.
Lalu lintas menuju sungai Bengawan Solo sangat ramai dan macet sehingga mereka harus pandai dalam mencari jalan pintas, seluruh masyarakat Solo seakan pergi kesana. Tiket masuk Festival sungai Bengawan Solo ini telah terjual sebanyak 10 ribu penonton di bantaran sungai Bengawan Solo sepanjang delapan kilometer.
Festival Bengawan Solo ini oleh pemerintah kabupaten Bojonegoro akan menjadi maskot pariwisata lokal. Karena itu Festival ini juga dimaksudkan untuk nmenghadirkan eksotisme Sungai Bengawan Solo dimusim kemarau.
Lomba menangkap bebek, festival layang-layang, perahu hias dan larung lampion apung bakal menyemarakkan kegiatan Festival Bengawan Solo.
Festival Bengawan solo akan digelar selama dua hari dua malam. Khusus untuk lampion apung, peserta harus membawa sendiri lampion sebagai persyaratan untuk mengikuti lomba. Lamion hias dengan beraneka ragam jenisnya akan dihanyutkan untuk kemudian mengalir mengikuti arus pada hari terakhir setelah maghrib sebagai tanda selesainya Festival.
“Wah, gila keren banget Yat!” Karin terkagum-kagum. Dia belum pernah melihat festival sebesar Festival Bengawan Solo seperti ini.
“Rame banget ya” komentar Ayat “Rei aku tadi sengaja pergi waktu di acara panti karna mau bikin lampion ini” ucap Ayat bangga
            Karin melihat lampion yang dipegang Ayat. Baru jelas terlihat bahwa ditengah lampion ada gambar hati dan inisial “BD” dibawah gambarnya. Maksudnya inisial dibawah gambar hati pada Lampion nya itu apa ya? Bathin Karin
            “Ayo kita liat Festival layang-layang disebelah sana. Lampionnya bakal diterbangin habis maghrib kok. Jadi kita simpan dulu ya”
            “Ohiya, kalian menyebar saja” ujar Ayat kepada teman-teman lainnya yang datang bersama
            “Tapi kita harus mendaftarkan Lampionmu dahulu kepada panitia Yat”
“Ohiya, yaudah kita daftar dulu. Abis itu kalian boleh nyebar kok. Nanti kita ketemu di parkiran motor yang tadi sekitar pukul 21:00 WIB ya”
“Oke Yat” jawab Adul yang kemudian disetujui oleh Ayat dan yang lainnya.
“Eh Yat, kayaknya kita salah kostum deh. Gue pake kebaya gini kayak mau kondangan aja” bisik Karin kemudian setelah memperhatikan disekitarnya
“Kan kita emang baru selesai kondangan”
“Ya bukan gitu juga, ini tempat santai. Liat deh cewek-ceweknya pada pakai jeans dan T-Shirt doang, sementara gue ribet gini mana pakek sanggul segala lagi”
“Yaudah deh gak usah difikirin, orang-orang ga bakal merhatiin kita juga. Pada sibuk sama urusan masing-masing”
“Elo mah bisa gak mikirin gitu, lah gue. Cewek kan perasa banget”
“Cuek aja deh, dengerin gue ya ni. Kalau ntar ada yang merhatiin lo diatas batas wajar seseorang merhatiin orang lain, lo bilang ke gue”
“Bakal lo apain?”
“Kalau cewek gue ajak kenalan”
“Yeeeee, Kalau cowok?”
“Ya lo ajak kenalan dong. Masa gue ntar jadi jeruk makan jeruk”
            Berjalan diantara lautan manusia cukup membuat Karin pusing tujuh keliling dan merasa asing. Ketika tiba-tiba Ayat menghilang, Karin begitu panik dan ketakutan. Karin tidak tau bahwa sebenarnya Ayat sengaja untuk memperlambat geraknya sehingga Karin berjalan duluan dan kehilangan jejaknya. Ayat juga meminta yang lain untuk berjalan memencar sehingga Karin tidak dapat menemukan satu pun yang dia kenal.
“Yat, dimana sih lo. Tega banget ninggalin gue sendiri gini. Mana gue gak ada yang kenal disini. Teman-teman yang lain pada kemana lagi ni, gue benar-benar kayak orang begok” racau Karin sendiri tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang tertawa mendengar kicauannya “Awas aja ntar kalau gue ketemu dia, gue pites”
Sekitar setengah jam Karin tersesat sendirian dibantaran Sungai Bengawan Solo ketika kemudian dia melihat beberapa tenda yang disediakan oleh pedagang. Dia merasa haus sekali. Rasanya sudah hampir sehari dia tersesat tanpa mengenal satupun orang yang ditemuinya.
“Buk. Kelapa mudanya satu ya” pinta Karin kepada salah seorang penjual es kelapa muda
“Pakai es non?”
“Iya buk. Berapa?”
“Delapan ribu non” Karin kemudian membayar sesuai dengan nominal yang disebutkan oleh pedagang. Setelah membayar Karin melihat sekelilingnya, berharap dia akan menemukan Ayat, Adul, Oki atau siapa saja yang dapat ia aja berbicara. Setidaknya ia tidak merasa ‘sendirian’
“Hai neng, sendirian aja. Pacarnya mana?”
Jika Ayat tidak segera menghindar maka es kepala muda yang tersembur dari mulut Karin akan mengenainya. Sangking terkejutnya dan bahagianya Karin karna telah bertemu sosok yang menyebalkan sekaligus dikenalnya.
“Lo kemana aja? Gue udah seperti anak ayam yang kehilangan induknya asal lo tau” omel Karin
“Gue gak kemana-mana kok. Gue merhatiin lo dari jauh. Anak-anak juga sebenarnya gue suruh pergi jauh-jauh biar lo gak nemuin mereka”
“Jahat banget lo Yat. Awas lo, sekali lagi ninggalin gue. Sampai Jogja gue gak bakal mau kenal sama lo lagi”
“Galak amat buk”
“Biarin”
“Eh kesana yok, Adul sama yang lainnya ikut lomba nangkap bebek tuh”
“Gue abisin dulu kelapa mudanya. Tanggung”
“Gue tinggal nih” Ayat lantas meninggalkan Karin yang kemudian mengejarnya meninggalkan kelapa muda yang masih bersisa separoh.
Lomba nangkap bebek tidak semudah yang dibayangkan oleh Karin sebelumnya. Tidak hanya menangkap bebek yang disediakan oleh panitia, lalu siapa yang paling banyak mengumpulkan bebek akan menjadi juaranya. Setiap peserta membawa satu ekor bebek yang kemudian diserahkan kepada panitia. Panitia menerima bebek dan mengikatkan hadiah pada 30 leher bebek dari total 100 ekor bebek yang dilepaskan kesungai Bengawan Solo.
Setiap peserta berhak menangkap satu ekor bebek. Jika beruntung maka bebek yang mempunyai kalung berisikan hadiah dapat ditukarkan kepada panitia. Hadiahnya pun beragam, dari satu buah gelas sampai sepeda motor.
Karin tidak berhenti tertawa melihat pemandangan lucu disepanjang sungai. Melihat para peserta yang sana sini mencari bebek mengalungkan hadiah.
Waktu telah menunjukkan pukul 18:02 WIB telah masuk waktunya Shalat Maghrib. Ayat mengajak Karin untuk mencari tempat istirahat serta warung makan untuk makan malam mereka.
Setelah Shalat dan makan mereka kembali ke acara festival untuk menyaksikan perahu hias dan melepaskan lampion apung milik Ayat.
Sebelum menuju acara festival Karin meminta Ayat untuk menemaninya pada salah satu gerai yang menjual beraneka ragam souvenir kayu jati khas Bojonegoro yang tetap menonjolkan guratan kayu jati. Penggarapannya dilakukan secara teliti dan detail, tapi tetap mempertimbangkan aspek estetika. Khususnya berupa miniatur mobil, sepeda motor, becak, kereta api, jam dinding atau guci serta penghias interior yang indah dan bernilai seni tinggi
Karin juga tidak lupa membeli dua kotak Ledre, Salak Wedi dan Rengginang Singkong.
Ledre adalah makanan khas Bojonegoro berbentuk gapit (seperti emping gulung) dengan aroma khas pisang raja yang manis. Sangat tepat untuk teman minum teh atau sajian tamu. Dibandingkan dengan gapit, ledre lebih halus, lembut dan aroma pisangnya lebih menyengat
Salak wedi rasanya manis, masir, renyah dan segar. Salak wedi berbeda dengan salak lainnya, kandungan airnya lebih banyak. Salak wedi sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Bojonegoro.
Sementara Rengginang singkong tidak jauh beda dengan rengginang pada dasarnya. Hanya berbeda pada bahan dasarnya, jika rengginang biasa terbuat dari ketan. Rengginang khas Bojonegoro berbahan dasar singkong seperti namanya.
“Banyak banget kamu belanja oleh-oleh” tanya Ayat. Panggilannya kini telah berubah menjadi ‘kamu-aku’ hanya awalnya hanya karna terbiasa memanggil panggilan yang sama untuk masyarakat desa lainnya. Namun keterusan sama perempuan yang kini ada diboncengan belakangnya
“Buat adik dikos dan juga teman diorganisasi”
...
Perahu yang ditampilkan dihias dengan bentuk-bentuk unik. Misalnya replika naga, sejarah Angling Darmo, Bebek, Monumen Nasional, Replika Menara Eiffel dan lain-lainnya.
Malam hari ditepian sungai Bengawan Solo. Tidak hanya ramai oleh pengunjung, acara Festival Sungai Bengawan Solo ketika malam hari begitu indah.
Ada puluhan perahu hias yang beriringan sepanjang sungai Bengawan Solo. Lampu hias yang berkelap kelip menambah indah Festival, kembang api yang meledak diudara juga tidak mau kalah untuk meramaikan Festival.
Segala usia hadir untuk menyaksikan dan mendokumentasikan Festival budaya ini. Ayat terus menggenggam tangan Karin atas alasan ‘takut hilang ditengah keramaian’ jika tadi siang dia sempat dengan sengaja menghilang untuk menakuit Karin, malam ini dia lebih takut jika gadis itu hilang beneran. Tidak terbayangkan olehnya jika harus mendatangi petugas keamanan untuk mencari perempuan yang dibawanya ketempat festival.
Ayat mencari tempat terbaik untuk menghanyutkan lampionnya. Karin melirik kearah lampion yang dibuat Ayat tadi siang. Kali ini dia sadar bahwa lampionnya terdapat kertas-kertas kecil berisi permohonan dan permintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Apa aja permohonan yang kamu tulis dilampion itu?”
“Permohonanku?”
“Iya”
“Aku minta sama Allah biar kamu jadi cewekku”
“Apa?”
“Iya, aku minta Allah kasih kamu buat aku”
“Yat” Karin sangat tidak menyangka bahwa Ayat akan meminta itu sebagai permohonannya
“Aku serius Rei, aku yakin aku sayang sama kamu” ucap Ayat disertai dengan penghanyutan lampionnya ke sungai Bengawan Solo setelah mendengar aba-aba dari panitia
Karin begitu bingung harus berkata apa, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya setelah Ayat menyatakan cintanya ditepi sungai Bengawan Solo. Sejujurnya dia juga sudah sangat nyaman berada disamping Ayat. Harinya lebih berwarna sejak kehadiran lelaki itu
Ayat berdiri dihadapannya. Di tepian sungai Bengawan Solo yang sedikit lebih sepi dari pengunjung Fastival karena saat ini mereka berada di atas sebuah perahu dekat penjaringan milik warga setempat. Malam sudah menunjukkan pukul 20:47 WIB. Namun baik Karin ataupun Ayat masih ingin menikmati waktu bersama. beberapa kembang api juga masih terdengar meledak di udara. Waktu begitu cepat berlalu ketika kita merasakan kebahagiaan.
“Yok kita pulang, yang lain pasti sudah menunggu kita” Karin memulai pembicaraan kemudian bergerak untuk melangkah pergi menuju parkiran motor.
Ketika Karin membalikkan badannya dan baru saja mengambil langkah yang pertama tiba-tiba saja Ayat menggapai tangannya. Karin membalikkan badan menghadap Ayat. Karin begitu terkejut dengan gapaian tangannya itu. Ditambah lagi keadaan jantungnya yang tidak bersahabat, berdetak lebih cepat dari biasanya.
            Seketika terciptalah ruang hening tanpa suara. Dalam televisi kehidupan mereka mungkin Tuhan telah memencet tombol ‘mute’ beberapa detik lamanya. Menghilangkan segala hiruk pikuk suara kembang api, keramaian Festival dan segala jenis teriakan panitia untuk perahu hias. Karin diam. Ayat juga tak bersuara. Karin merasa pita suaranya putus dan dia kehilangan suaranya.
Hanya ada suara jengkrik dan angin malam yang menyusup diantara jarak terdekat wajah keduanya. Dua pasang mata saling tatap tanpa suara. Kemudian, gravitasi muncul dari lawan arah mereka masing-masing membuat mereka tidak menyadari bahwa wajah mereka saling mendekat. Kian lama kian dekat, tanpa niat untuk menghindar.
Karin takjup dengan pandangan Ayat, tidak berani untuk melawan tatapan sepasang mata yang begitu tajam menatap jauh kedalam matanya. Hidungnya tergambar jelas dalam bingkai wajah yang manis. Beberapa rambut halus tergambar diatas bibir Ayat yang merah.
Karin begitu takut menghadapi kenyataan yang akan terjadi beberapa detik kemudian. Ia memejamkan mata, kakinya melemah. Ayat semakin mendekat dan kini bibirnya meraih bibir Karin. Tidak ada yang berniat untuk menarik diri dan mundur. Kemudian kedua bibir itu bertemu. Bertegur sapa dibawah ledakan puluhan kembang api, ratusan Larung Lampion Apung disepanjang delapan kilometer sungai Bengawan Solo serta jutaan bintang diatas langit. Ciuman yang tercipta atas perasaan yang mereka pendam untuk beberapa waktu belakangan, merasa nyaman antara satu dengan yang lainnya bertahan selama dua menit lebih-
Lalu, Karin melepaskan.
“Maaf Rei, Aku- tidak bermaksud-- untuk kurang ajar padamu” Ayat tergagap
“Tidak” potong Karin “Aku lah yang seharusnya meminta maaf padamu” Karin menundukkan kepala. Memandang kearah bawah kebayanya. Ia mencoba menguatkan kakinya untuk berdiri. Setelah mengatakan demikian dia melangkahkan kakinya menuju parkiran motor “Sebaiknya kita pulang. Kita pasti sudah ditunggu oleh semua yang ada dirumah”
“Iya” jawab Ayat singkat tanpa berkata-kata lagi. Ia tau saat ini tidak ada yang bisa dia lakukan selain hanya diam dan menunggu keadaan sedikit lebih cair tidak setegang ini.
Perjalanan pulang ke rumah pak Sapto dan bu Darna tanpa percakapan apapun. Mereka terhanyut dalam kacaunya fikiran masing-masing.
Pak Sapto dan bu Darna tampak lega ketika Ayat dan Karin datang. Mereka mengira anak-anaknya itu tersesat dan tidak menemukan jalan pulang. Rencanya Ayat akan menginap untuk satu malam namun ternyata dia berubah fikiran. Kondisinya tidak memungkinkan untuk menginap sementara dia dan Karin sedang tidak baik. Dia tidak mau Karin berburuk sangka padanya atas kejadian beberapa menit yang lalu.
Setelah beristirahat sejenak, mereka pamit pulang. Mobil meninggalkan rumah pak Sapto dan bu Darna jam 22:10 WIB. Cepat sekali waktu berlalu. Setelah tiga jam mereka berhenti pada sebuah pom bensin pada perbatasan Jawa Tengah dan Jogjakarta. Lalu melanjutkan perjalanan. Sejam kemudian mereka berhenti lagi untuk makan sambil beristirahat.
“Kita cari tempat makan dulu ya”
Karin hanya mengangguk tanpa suara. Dia juga merasa sedikit lapar. Tidak ada salahnya untuk berhenti disalah satu restoran yang ada dijalan. Mereka masih membisu tanpa suara. Termasuk ketika tengah menyantap hidangan. Baik Karin ataupun Ayat mereka sama-sama tidak tau harus memulai pembicaraan dari mana.
Hujan baru saja turun disepanjang jalan pulang menuju Jogjakarta. Kadang gerimis masih turun sesekali, namun dibeberapa tempat justru berhenti sama sekali.
Waktu sudah menunjukkan pukul 01:12 dini hari. Mobil sudah berada didepan kos Karin, tapi mereka masih berada didalam mobil. Baik Karin ataupun Ayat tidak ada yang mau memulai untuk bersuara. Ada sesuatu yang menahan mereka untuk bergerak dan saling meninggalkan satu sama lain
“Maafkan untuk sikapku tadi. Aku tidak bermaksud untuk menganggap kau merasa rendah. Namun aku benar-benar melakukannya karna aku menyayangimu. Aku tidak tau cara mengatakan padamu bahwa aku nyaman berada didekatmu. Aku minta maaf karna terlalu lancang. Kuharap kau tidak menjauhiku karna kejadian hari ini. Terimakasih untuk dua hari bahagia ini Rei. Aku benar-benar menyayangimu dan aku ingin hubungan kita tidak hanya sebatas pertemanan”
“Aku tidak tau mau menjawab apa. Tidak hanya dirimu, aku juga bersalah atas kejadian tadi. Aku terbawa suasana, meskipun begitu aku nyaman berada disampingmu akhir-akhir ini. Kau melengkapiku. Sudah sangat larut, besok kita sambung lagi. Sekali lagi terimakasih” ucap Karin sambil membuka pintu mobil, badannya sunggu lelah. Namun terlebih lagi fikirannya, sedang tidak beraturan.
“Sekali lagi terimakasih Rei” ucapnya kemudian keluar dari mobil
“Ya sama-sama Yat. Selamat malam” Karin baru akan melangkahkan kaki nya menuju pintu utama kos. Namun langkahnya terhenti. Mencari sesuatu dalam kantong oleh-olehnya kemudian berbali arah, “Tadi aku sempat membelikanmu ini. Memang tidak mahal, tapi aku jadi ingat kamu ketika melihat miniatur Gitar dan Microfon ini”
“Terimakasih banyak Rei. Tunggu sebentar. Ayat berlari dan membuka pintu belakang mobil lalu mengambil sebuah bingkai yang dibalut kertas koran. “Ini buat kamu, semoga suka”
Karin ingin bertanya apa yang diberikan Ayat kepadanya, namun bukanlah hal yang tepat. Toh dia bakal tau apa isi bingkai itu jika melihatnya dikamar nanti. “Terimakasih, kamu hati-hati dijalan ya”

Kutemukan seseorang, kutemukan seseorang
Apa yang terjadi padaku?
Mengapa aku merasa begitu kehilangan?
kutemukan seseorang, benar-benar menemukan
Entah aku gila sebelumnya, atau aku baru saja menjadi gila
Apa yang telah ku lakukan

Apa yang bisa kukatakan, semua sedang terguncang
kutemukan seseorang, benar-benar menemukan seseorang
Siapa yang tau apa yang terjadi padaku
Orang-orang menyebutku gila

Hingga kemarin, aku sungguh baik-baik saja
Hatiku dipenuhi segala kebahagiaan tentangmu
Namun mengapa hatiku begitu gelisah
Seakan ku telah terhasut
Seakan ku akan kehilangan seseorang
Seakan ku telah kehilangan hatiku

            ---terjemahan“Koi Mil Gaya”, Alka Yagnik, Kavita Krishnamurti, Udit Narayan


Nb : untuk cuplikan adegan kissingnya gue ngambil bagian kissing tulisannya bernard batubara di novel cinta dengan titik, karna sepanjang gue nulis gak pernah bikin yang ada adegan kissingnya. nah, dinovel ini kebetulan dituntut pakai adegan kissingnya. gue kedder karna gak pernah bikin, maaf untuk ketidaknyamanannya. yang pernah nyasarke blog novel gue yang satu lagi selamat menikmati "lukisan senja-new post"




baca sebelumnya
Sepotong Daun Kering #3

baca selanjutnya 
Sepotong Daun Kering #5

Tidak ada komentar: