Sepotong Daun Kering #3

3
Kita Dalam Menghitung Hari
TUHAN memperkenalkan Karin dengan seseorang bernama Reynal Alfaryat lewat sebuah sosial media tiga tahun silam. Dua bulan setelah berkenalan Karin bisa merasakan ada yang lain dari sikap dan tingkahnya. Dia merasakan lebih banyak senyum dan dia jauh lebih semangat untuk menanti hari baru.
Perubahan yang Karin rasakan juga diketahui oleh beberapa temannya yang telah ia ceritakan tentang Reynal Alfaryat. Seperti Ditto (Null), Yorri (Oor), Weri, Kinan, Ayun dan Tanti.
Malam telah membawa nya pada sebuah pertemuan yang telah mereka janjikan. Karin tidak dapat mengelak lagi untuk menunda pertemuan karna saat ini pria itu sudah berada tepat dihadapan Karin dengan setelan celana jeans serta softball berwarna biru. Sejenak Karin memandangi pria yang beberapa waktu belakangan telah mengganggu fikirannya dengan kehadiran sebagai seorang teman.
“Ayat” Pria dihadapan Karin mengulurkan tangan untuk berjabat, perkenalan ala Indonesia
            “Karin” jawabnya singkat menyembunyikan kegugupannya. Tanpa Karin sadari bahwa tangannya mendadak dingin seperti habis menggenggap es batu, Ayat menyadarinya lalu tersenyum
            “Boleh gue duduk?” tanyanya mencairkan suasana malam itu. “
“Oh iya silahkan” jawabnya “Gimana perjalanan nya?” tanya Karin kemudian
            “Ya seru dan sungguh melelahkan, tapi yang penting gue bisa ngejar waktu buat tetap bisa ketemu lo”
Ayat, kamu tidak perlu mengatakan hal seperti itu. Lalu aku harus mengatakan apa padamu setelah kau sudutkan aku dengan kalimat yang bisa saja membuatku melayang andai kau tau.
            Karin hanya membalas dengan sebuah tawa yang tidak dapat diartikan olehnya sendiri. Yang Karin tau, dia harus tertawa untuk menutup kemungkinan Ayat membaca hatinya yang mulai kacau karna senyuman dan keberadaan Ayat disampingnya.
            Beberapa waktu lamanya Ayat bercerita dan berkenalan lebih dalam lagi untuk mengenal seorang perempuan yang ada disampingnya begitupun sebaliknya untuk ukuran seorang Karin, perkenalan dan pertemuan mereka telah mengubah banyak hal termasuk bagian paling sensitif, Hatinya.
“Gue pamit pulang ya, lo jangan kemalaman tidurnya. Jangan begadang terus ya” demi aku- sambungnya dalam hati.
“Oh okee, lo yang istirahat kan baru dari perjalanan jauh. Pasti lelah”
“Oke deh” ucap Ayat kemudian menyalakan motornya “terimakasih telah bersedia ketemu gue malam ini” sambungnya diakhiri dengan sebuah senyuman lalu pergi
Hati-hati dan semoga akan ada pertemuan lain setelah ini bathin Karin
...

Ayat menutup pintu kamarnya perlahan, melempar tas dilantai, lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur. Dia menghela napas panjang, matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya. Otaknya sedang mencoba mendinginkan fikirannya akibat kelelahannya atas perjalanan jauh yang baru saja ditempuhnya.
Ayat bangkit berdiri menuju kamar mandi. Untuk beberapa detik kemudian terbayang kembali olehnya wajah perempuan yang baru saja ia temui, manis
“Gue udah dirumah, siap mandi. Lo tidur ya, gue mau istirahat juga. Thanks buat ketemuannya. Gue bahagia ada didekat lo”
Sebuah pesan singkat dari Ayat untuk Karin yang tengah menanti sejak setengah jam silam~

Tuhan, aku ingin dia Bisik karin dalam hati
Oke, Gue juga mau istirahat. Night balas Karin
...

“Ngampus Rei?” sebuah SMS mendarat pukul 10:00 WIB dihp Karin
“Gak. Gue gak ada jadwal hari ini. Rei?”
“Gue boleh manggil nama lo dengan sebutan Rei kan?”
“Boleh aja sih, tapi kenapa Rei”
“Ya suka aja”
“Tapi nama Gue gak ada unsur ‘rei-rei’ nya”
“Nama Gue ada, siapa tau besok nama Lo kemasukan nama Gue”
“Ha? Maksud Lo?”
“Becanda doang gue, Malam nanti gue kekos lo ya”
“Ngapain?”
“Kangen”
Ni anak frontal banget bilang kangen sama gue, dia gak tau ya kalau gue bisa baperan kalau sikapnya seperti ngasih harapan gini ke gue. Aaaah- lo gak bilang kangen aja gue udah susah banget nahan buat bersikap biasa ke elo. Huuuuh-

...

“Rin. Lo malam ini gak kemana-mana kan?”
“Gak sih, why?” jawab Karin sekenanya. Wajahnya yang tegang menatap layar laptop dan tangannya sibuk memencet-mencet mouse. Dia asyik main Zuma, udah level 12 tapi tetap aja dia gagal terus ngalahin bos yang ada di level itu
“Ntar malam makan diluar yok, ada angkringan baru di Kentungan situ”
“Yah gue gak bisa kemana-mana”
“Lah, kenapa?”
“Ayat bilang ntar mau kesini”
“Ngapain?”
“Gak tau gue, doi bilang kangen”
“Kangen? Mpreeet. Basi”
“Sirik aja lo mblo” Karin menggebrak meja. Bola-bola berwarna-warni di layar laptop-nya masuk ke mulut topeng Indian yang terbuka lebar seakan mengejeknya. Harus kembali ke level 12-1 lagi nih, Capeeeee deh!
“Lo juga jomblo kali”
“Seenggaknya gue punya kecengan, daripada elo. Kalau gak ngegame ya mantengin fanfiction sama BIAS Shinee lo itu”
“Biarin, gue nungguin cowok kayak Minho ngajak gue jadian. Bweeeek”
“Sampai kiamat cowok kayak Minho mah gak bakal lo temuin kecuali dalam mimpi. Bangun mblo”
“Idiiiih, yaudah gue nyari cewek lain aja deh yang bisa nemanin gue nyobain angkringan baru ntar malam. Selamat menikmati, tiati lo di php-in sama siAyat-Ayat itu. Siapa tau doi udah punya cewek, lo kan ga tau”
“Naaan, jahat amat doa lo ke gue ah”
“Ya gue ngomong pait-pait gini biar lo gak terlalu berharap sama cowok kayak doi. Lo kan tau cowok itu semuanya buaya. Nampak yang bening aja pasti ngelirik”
“Gak semua Nan, jangan lo samain semua cowok kayak mantan lo. Indra” Karin meregangkan tubuh nya. Terdengar bunyi yang berasal dari peregangan punggungnya beberapa kali. Nah, bersiap untuk Zuma lagi
“Ah. Malas gue berdebat sama cewek yang fikirannya lagi dipenuhin sama cinta-cinta merah jambu. Gue mandi dulu ya”
Setelah Kinan pergi meninggalkan kamar Karin, kalimat Kinan barusan benar-benar menyita sebagian pemikiran Karin tentang status Ayat. Selama ini mereka dalam tahap pendekatan. Meskipun telah berlangsung lumayan lancar dan tidak ada tanda-tanda bahwa Ayat tengah menjalin hubungan sama seseorang.
“Apa harus gue nanya ke dia udah punya pacar apa belom. Kesannya gue kepengen daftar jadi cewek nya kalau gue nanya. Tapi kalau ga nanya ntar doi udah punya cewek gue dilabrak lagi, dituduh ‘wanita perebut kekasih orang’. Adeuuuh hina banget julukan gue. Ngeriiiii”

...

“Buat lo” Ayat memberikan setangkai bunga mawar biru untuk perempuan yang ada dihadapannya. Keinginan ingin memberikan bunga mengalir begitu saja ketika dia melihat banyaknya cowok berhenti sepanjang jalan malioboro untuk membeli bunga. Bunga untuk orang tersayang
“Repot-repot amat lo bawain gue bunga”
“Gak repot, gue iseng aja tadi kepengen beli”
“Kenapa biru?”
“Karna biru yang paling murah kata penjualnya, hehe”
“Dasar lo perhitungan”
“Ya gak lah, gue becanda. Biru biar gak mainstream aja”
“Yadeh makasih ya”
“Sama-sama”
Angin malam minggu yang gak ada bedanya dengan malam-malam yang lain. Membawa perasaan nyaman untuk sepasang muda-mudi yang tengah diusik hatinya oleh Virus Merah Jambu. Sepanjang jalan Malioboro atau Alun-alun kota Yogyakarta pasti tengah macet dan padat dengan remaja seusia Ayat dan Karin. Menikmati malam yang dijuluki sebagian orang sebagai malam yang panjang, malam panjang karena anak sekolah akan diliburkan pada pagi harinya.
Ayat lebih banyak bercerita, menceritakan lomba dan audisi yang pernah diikuti serta asal mula kenapa Music terutama lagu menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Karin hanya memperhatikan sambil sesekali bertanya lalu tertawa jika Ayat berusaha melucu dan menghibur.
Karin juga baru mengetahui bahwa mereka berasal dari daerah yang sama di sumatra. Hanya saja mereka dipertemukan bukan dalam sebuah kegiatan daerah atau sejenisnya.
Mereka juga saling mengenal bahwa berasal dari keluarga yang sederhana. Dengan persamaan itu Ayat dan Karin lebih saling memahami.
Ayah Ayat seorang buruh pada perusahaan swasta dimana penghasilannya hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. Sementara ibunya membuka warung kecil-kecilan untuk membantu Ayahnya.
Orangtua Karin berpisah sejak Karin duduk dibangku kelas 5 Sekolah Dasar, sejak saat itu seluruh keperluan dan kebutuhan sehari-hari serta biaya hidup Karin dan dua orang saudaranya ditanggung penuh oleh Ibunya sebagai kepala keluarga. Berusaha dan berjuang sendiri membesarkan lima orang anak tanpa suami bukan hanya berat untuk Ibu Karin namun juga butuh kesabaran yang besar.
Tidak ingin terus-terusan hidup dalam kekurangan Karin mencari beasiswa untuk kuliahnya. Tidak mudah mencari beasiswa penuh hingga tamat. Namun, hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Dengan ketekunan dan kesabarannya Karin diterima di UNY jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan.
Ayat juga ternyata mengikuti seleksi yang sama untuk beasiswa dengan Karin didaerahnya. Namun mereka belum saling mengenal antara satu dengan yang lain.
“Sepi ya kos lo. Kawan yang lain mana?”
“Kinan sih katanya mau nyobain angkringan baru di Kentungan. Kalau yang lain jalan kali sama cowok nya. Ini kan malam minggu”
“loh ini malam minggu ya? Gue kok baru sadar ya. Maklum jomblo mah gak pernah tau kapan malam minggu” jawab Ayat disertai gelak tawanya ‘menertawakan kejombloannya’
Jomblooooo? My question has been answered !
“Elo jomblo sih, tapi gebetan lo kan banyak”
“Tau aja lo. Udah survey apa aja tentang gue?”
“Idiiiih, apaan. Emang gue seenggak ada kerjaan gitu sampe harus ngestalk lo”
“Lo gak ngestalk gue? Padahal gue ngestalk semua tentang lo”
(Terdiam sejenak)
Ya ampun lo ngestalk semua tentang gue? Apa aja yang udah lo temuin? Lo gak tau apa kalau gue juga ngelakuin hal yang sama. Bedanya lo terlalu frontal buat ngungkapin sementara gue terlalu munafik buat ngakuin.
“Rei. Jadi gimana?” sapa Ayat membuyarkan lamunan Karin
“Ah, nggg anu. Lo nanya apa tadi?”
“Lo mau gak jadi pacar gue?”
“Haaaa” Karin terlihat gagu dan tengah memasang tampang bodoh dan bego ketika Ayat dengan gampangnya nanyain mau jadi pacarnya apa gak. “Bego nya gue, gue ngelamun apa sampai Ayat nembak gue aja gak sadar sama sekali” Bathin nya
“Hahah Rei, tampang lo lucu banget”
“Maksudnya”
“Gue becanda doang tadi, abisnya lo ngelamun mulu gue ngomong lo gak denger apa-apa. Lo ngelamun apa sih?”
“Ha, enggak. Anu sorry, gue lagi gak konsen aja. Ngg itu lo bawa gitar kan? Gak lo mainin? Kasihan tu gitar lo nganggur. Atau lo sama aja kayak anak-anak kekinian jaman sekarang. Gaya-gayaan bawa gitar biar dianggap pandai nyanyi dan pandai main gitar”
“Lo lucu banget sih Rei”
“Lucu apaan?”
“Yaiya, buat apa gue bawa gitar kalau Cuma buat gayaan doang. Lo kira gitar itu ringan buat dibawa sebagai gaya dan ditenteng kemana-mana”
“Kalau gitu mainin dong. Buat gue
“Lo pengen banget ya gue nyanyiin”
“Ngaco deh. Anggap aja lo lagi ngamen depan gue”
“Berani bayar berapa lo nyuruh penyanyi kelas kakap kayak gue nyanyiin lo lagu pakai gitar?”
“PD banget lo nyebut diri sendiri, penyanyi kelas kakap”
“Jadi manusia itu harus PD dan bangga sama diri sendiri Rei. Kalau bukan diri kita sendiri yang memandang tinggi jangan harap orang lain akan melakukannya”
“Hmm iya. Yaudah kalau lo nyanyinya keren ntar gue bayar pakai hati gue deh”
“Eh beneran lo?”
“Gila, ya gak lah. Intinya lo mau nyanyi apa enggak nih?”
“Iye iyeee. Galak amat buk, ntar lo cepat tua kalau galak-galak”
“Biarin”
Ayat mengambil gitar dimotornya. Sambil berfikir lagu yang tepat buat dinyanyiin didepan Karin yang tengah duduk menantikan suaranya. Lagu buat menyampaikan langsung bahwa dia juga nyaman berada didekat Karin. Meskipun perasaan dihatinya belum begitu kuat dan mampu meyakinkannya bahwa ia telah Jatuh hati.
Ayat mulai memetik gitarnya dan menyanyikan sebuah lagu. Disampingnya Karin memperhatikan setiap gerak dan meunggu Ayat- bernyanyi-
♫Mengitung hari
Detik demi detik
Menunggu itu kan menjemukan
Tapi kusabar
Menanti jawabmu
Jawab cintamu
Jangan kau beri
Harapan padaku
Seperti ingin tapi tak ingin
Yang aku minta
Tulus hatimu
Bukan pura-pura
Jangan pergi
Dari cintaku
Biar saja tetap denganku
Biar semua tau adanya
Dirimu memang punyaku
Jangan kau beri
Harapan padaku
Seperti ingin tapi tak ingin
Yang aku minta
Tulus hatimu
Bukan pura-pura
Jangan pergi dari cintaku
Biar saja tetap denganku
Biar semua tau adanya
Dirimu memang punyaku

Belum pernah kujatuh cinta
Sekeras ini seperti padamu
Jangan sebut aku lelaki
Bila tak bisa dapatkan engkau
Jangan sebut aku lelaki♫
--- “Mengitung hari 2”, Anda
Karin hanyut dan terbawa suasana dengan nyanyian yang seorang Reynal Alfaryat yang kini tengah memetik gitarnya asal-asalan. Kalau ikut audisi Indonesia Idol sih bisa masuk top ten lah. Fikirnya-
“Gimana suara gue?”
“Hmm, 70” jawab Karin sekenanya. Jika boleh frontal Karin bakal ngasih nilai 90.
“Hanya 70?”
“Iya, kenapa?”
“Teman-teman gue pada ngasih 80 atau 90 untuk setiap lagu yang gue bawain. Dan lo cuman ngasih 70? Gue gak bakal ikut audisi atau lomba yang jurinya elo. Janji gue”
“Hahaha, lo lucu banget. Lagian acara apa yang dengan bodohnya nyuruh gue yang gak tau apa-apa tentang musik buat jadi juri. Ada-ada aja lo Yat” jawab Karin, tawanya meledak tanpa disadari bahwa waktu telah menunjukkan pukul 21:27 WIB. Bisa dilempar sama tetangga jika Ayat tidak segera menghentikan tawanya.
“Heeeh, lo ngakak sih boleh. Ingat tempat dan waktu juga dong Rei”
“Ups. Sorry sorry” Karin menghentikan tawanya. Hening sejenak
Lo gak pernah jaim ketawa ngakak didepan gue. Gue gak tau gimana perasaan lo sama gue, sama seperti gue yang gak tau gimana perasaan gue ke elo sebenarnya. Gue tau lo cewek baik dan sopan Rei, didepan gue lo apa-adanya. Terimakasih Rei.
“Gue balik ya, udah malam”
“Oh oke deh”
“Lo gak nyegah gue buat tetap tinggal?”
“Hahha buat apa? Kalau udah saatnya lo pergi dan ninggalin gue berarti gue harus ikhlasin dong”
“Tanpa usaha?”
“Kalau masalahnya bukan hati, gue bakal usaha”
“Atau....”
“Atau apa?”
“Lo gak nawarin gue buat nginap?”
“Dasar gila. Sana pulang”
“Oke oke. Gue balik ya. Makasih udah nemanin malam minggu gue”
            “Oke sama-sama. Lo hati-hati. Sampe kos kabarin gue ya”
            “Malas”
            “Yaudah terserah lo”


...
Alun-Alun Utara Jogja (Sourch : Google Image)


Malam yang indah, alun-alun kota Jogja begitu rame dan padat kalau udah malam minggu gini. Ayat memarkir motornya pada parkiran Alun-alun. Niatnya untuk pulang ditunda karna adanya kesempatan yang mungkin dapat memberikannya penghasilan untuk makan esok hari. Ada gitar, ada keramaian. Mari mengameeeeen-
Ayat mulai memetik gitarnya dan meletakkan topi dibawah kakinya. Untuk kepada siapa saja yang berniat memberikannya uang atas jerih payahnya menghibur dengan sebuah lagu

Bintang malam katakan padanya
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya
Embun pagi katakan padanya
Biar ku dekap erat waktu dingin membelenggunya


Tahukah engkau wahai langit
Aku ingin bertemu membelai wajahnya
Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah
Hanya untuk dirinya

Lagu rindu ini kuciptakan
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta
Walau hanya nada sederhana
Ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan
            ---“Lagu Rindu”, Kerispatih

Syair dan melodi
Kau bagai aroma penghapus pilu
Gelora di hati
Bak mentari kau sejukkan hatiku


Burung-burung pun bernyanyi
Bunga-bunga pun tersenyum
Melihat kau hibur hatiku
Hatiku mekar kembali
Terhibur symphony
Pasti hidupku 'kan bahagia
            ---“Symphony yang Indah”, Once

Setelah lagu terakhir dari Once Ayat melirik ke arah topinya. Penuh dengan rupiah.
“Alhamdulillah, terimakasih buat rezeki yang engkau berikan ya Allah” ucap Ayat bersyukur kemudian mengutip topinya lalu pergi menuju parkiran untuk kemudian pulang.

...

Love is not how we forget, but how we forgive.
Love is not what we see, but what we understand.
And love is not what we hear, but what we feel.
I wan’t you to hear that I love you, but I want you to feel it without Me having to say.
---Stephanie Crush, 1997

♫ It’s not about rainbows and butterflies
It’s compromise that moves us along, yeah
My heart is full and my door’s always opened
You come anytime you want, yeah

I don’t mind spendin’ everyday
Out on your corner in the pourin’ rain
Look for the girl with the broken smile
Ask her if she wants to stay a while♫

            ---“She will be loved”, Maroon5


baca sebelumnya
Sepotong Daun Kering #2

baca selanjutnya 
Sepotong Daun Kering #4

Tidak ada komentar: