“Tama” ucapnya mengulurkan tangan lalu kuterima
“Yu. Yuni pak” jawabku gugup, lelaki yang kujabat tangannya adalah lelaki yang menolongku mengeluarkan motor dari parkiran CFD beberapa tahun silam dan anak yang kuajar barusan bisa jadi adalah anak yang waktu itu ia pegang tangannya
“Ohiya bu Yuni untuk pembayarannya ibu minta di muka apa dibelakang?” tanyanya
“Saya bayar akhir bulan saja pak” jawabku
“Untuk hari belajarnya apa bisa Senin-Jum’at? Karna Nina weekend harus libur dari belajar” jelasnya “Lagipula kamu juga masih lajang. Tentu perlu keluar dihari weekend bukan?” ucapnya lalu tersenyum
Kujawab dengan senyuman “Bisa pak. Senin – Jum’at”
‘DEAL” ujarnya
Hari itu pikiranku campur aduk. Aku
pernah beberapa kali berharap bertemu kembali dengan lelaki itu yang ternyata adalah
Ayah dari murid Privatku. Doaku diijabah ketika mengantar lamaran disekolah.
Lalu siapa sangka, doaku diijabah plus bertemu dengan istri dan anaknya.
Bagaimana rasanya?
Begitu motorku keluar dari halaman
rumahnya, aku berbalik dan memandang kembali rumah yang baru saja membuatku
setengah Shock. Aku akan kerumah ini 5 hari dalam seminggu juga pasti beberapa
kali akan bertemu dengan Pak Tama. Detik kemudian aku menggeleng-gelengkan
kepalaku “Duh apasih yang aku fikirkan”. Aku lalu menarik gas motorku dan
kembali pulang
...
Aku tengah mengajar Nina ketika Pak
Tama duduk di kursi yang berhadapan denganku. Aku memandang sekilas, kulihat
Pak Tama tersenyum. Setelah kubalas kemudian melanjutkan mengajar Nina. Beliau
memang sering memperhatikan aku ketika mengajar putrinya. Beliau pernah
bercerita bahwa beliau tidak punya banyak waktu untuk memberikan Nina
perhatian. Selain mengajak Nina bermain di hari Minggu tidak ada waktu lain.
Karna beliau juga sibuk dengan pekerjaannya. Aku memaklumi.
Setelah Nina selesai belajar ia
menyalami tanganku.
“Bu,
Nina masuk duluan ya”
“Iya Sayang” Jawabku. Lalu Nina pun masuk kedalam kamar
“Kamu mau langsung pulang Yun?” tanya pak Tama “Ini Gajimu bulan ini” ujarnya sembari menyodorkan sebuah amplop
“Terimakasih Pak” balasku
“Iya Sayang” Jawabku. Lalu Nina pun masuk kedalam kamar
“Kamu mau langsung pulang Yun?” tanya pak Tama “Ini Gajimu bulan ini” ujarnya sembari menyodorkan sebuah amplop
“Terimakasih Pak” balasku
Beberapa
waktu kemudian Ibunya Nina keluar membawa secangkir Lemon Tea untuk suaminya. “Ini teh nya Mas. Aku kekamar ya gak bisa
temani ngobrol” lanjutnya
“Iya ga masalah. Banyak tugas ya?”
“Seperti biasa” jawab wanita itu “Diminum tehnya Bu Yuni” ujarnya sembari tersenyum dan kembali masuk kekamar
“Iya ga masalah. Banyak tugas ya?”
“Seperti biasa” jawab wanita itu “Diminum tehnya Bu Yuni” ujarnya sembari tersenyum dan kembali masuk kekamar
“Usia
Kamu berapa Yun?” tanya Pak Tama kemudian
“23 Pak” jawabku
“Wah masih muda sekali ya” jawabnya “Saya tahun ini 36” ujarnya kemudian sambil tertawa. Aku hanya tersenyum
“Orangtua kamu dimana?”
“Dua-duanya sudah meninggal Pak”
“Innalillahi. Wah saya minta maaf Yun. Tidak seharusnya saya bertanya”
“Gapapa Pak”
“Wah suasananya jadi gak enak ya” ucapnya
“Jadi kamu disini nge-kost?” tanya nya kemudian
“Iya Pak”
“Adik beradik berapa?”
“Saya sendiri pak, anak tunggal” jawabku
“23 Pak” jawabku
“Wah masih muda sekali ya” jawabnya “Saya tahun ini 36” ujarnya kemudian sambil tertawa. Aku hanya tersenyum
“Orangtua kamu dimana?”
“Dua-duanya sudah meninggal Pak”
“Innalillahi. Wah saya minta maaf Yun. Tidak seharusnya saya bertanya”
“Gapapa Pak”
“Wah suasananya jadi gak enak ya” ucapnya
“Jadi kamu disini nge-kost?” tanya nya kemudian
“Iya Pak”
“Adik beradik berapa?”
“Saya sendiri pak, anak tunggal” jawabku
Malam
itu pak Tama tampak seperti seorang teman yang ingin mengenalku. Beliau
bercerita tentang masa-masa kuliahnya yang juga berliku. Berjualan banyak
barang untuk bisa bertahan dan menjadi seorang sarjana. Juga cerita tentang
ibunya Nina yang super baik dan mau menerima dari awal karirnya dimulai
...
Hari berganti dan Nina sudah duduk
dibangku kelas 5 sekarang. Aku masih menjadi guru Private nya. Nina merasa
cocok diajar denganku dan aku juga merasa cocok dengan Nina, selain Nina gak
banyak tingkah Nina juga gampang menerima apa yang aku ajarkan. Waktu belajar
Nina juga sudah berganti. Dari Senin-Jum’at menjadi Senin, Rabu, dan Jum’at.
Nina akan ada cerdas cermat
disekolah hari Minggu dalam rangka ulangtahun sekolah. Pak Tama menghubungiku
pukul 16:00 WIB
“Hallo
Yuni”
“Hallo Pak. Ada apa?”
“Kamu malam ini sibuk?”
“Tidak pak ada apa?”
“Nina bilang besok ada lomba cerdas cermat disekolah”
“Ohiya pak. Nina juga peserta. Ada apa?”
“Nina ingin review pengetahuannya tapi saya tidak bisa menemani belajar. Karna ada kerjaan sampai malam. Kamu bisa kerumah belajar tambahan? Nanti saya hitung lembur”
“Oh bisa pak. InshaaAllah nantik saya kerumah”
“Terimakasih Yun. Assalamualaikum”
“Walaikumsalam” jawabku
“Hallo Pak. Ada apa?”
“Kamu malam ini sibuk?”
“Tidak pak ada apa?”
“Nina bilang besok ada lomba cerdas cermat disekolah”
“Ohiya pak. Nina juga peserta. Ada apa?”
“Nina ingin review pengetahuannya tapi saya tidak bisa menemani belajar. Karna ada kerjaan sampai malam. Kamu bisa kerumah belajar tambahan? Nanti saya hitung lembur”
“Oh bisa pak. InshaaAllah nantik saya kerumah”
“Terimakasih Yun. Assalamualaikum”
“Walaikumsalam” jawabku
...
Nina begitu antusias dengan cerdas
cermat besok. Pengetahuan umum dan khusus sudah dipelajarinya dengan baik.
Semua kisi-kisi yang menyangkut tema cerdas cermat juga dihafal nya dengan
baik. Sebenarnya aku bahkan tidak membantu banyak untuk persiapannya. Nina
sudah prepare sendiri
“Wah
kalau seperti ini Nina bisa juara besok” ujarku
“Serius Bu?” tanyanya, kulihat matanya berbinar cantik sekali anak ini fikirku dalam hati
“Iya serius dong. Besok Nina tim siapa?” tanyaku
“Pandu sama Gina Bu” jawabnya
“Assalamualaikum” ucap seseorang dari luar
“Papa” jawab Nina
“Walaikumsalam” jawabku juga Nina bersamaan, Nina mengulurkan tangan menyalami Ayahnya
“Wah, Anak Papa udah ready untuk besok?” tanya nya menyambut tangan Nina sambil mengusap kepala Nina
“Udah dong Pa” jawab Nina “Nina masuk kamar ya Pa”
“Ya sayang”
“Serius Bu?” tanyanya, kulihat matanya berbinar cantik sekali anak ini fikirku dalam hati
“Iya serius dong. Besok Nina tim siapa?” tanyaku
“Pandu sama Gina Bu” jawabnya
“Assalamualaikum” ucap seseorang dari luar
“Papa” jawab Nina
“Walaikumsalam” jawabku juga Nina bersamaan, Nina mengulurkan tangan menyalami Ayahnya
“Wah, Anak Papa udah ready untuk besok?” tanya nya menyambut tangan Nina sambil mengusap kepala Nina
“Udah dong Pa” jawab Nina “Nina masuk kamar ya Pa”
“Ya sayang”
“Terimakasih
Yun, sudah membantu Nina” ucap Pak Tama lalu duduk di hadapanku
“Saya tidak membantu banyak Pak, Nina sangat antusias dan semangat saya hanya mengimbangi saja”
“Ya tetap saja. Kamu sudah mengorbankan weekend-mu demi mengajari Nina”
“Saya malah senang karna sejujurnya saya tidak pernah kemana-mana sabtu dan minggu jika tidak ada undangan walimahan dari teman Pak”
“Oh begitu”
“Saya tidak membantu banyak Pak, Nina sangat antusias dan semangat saya hanya mengimbangi saja”
“Ya tetap saja. Kamu sudah mengorbankan weekend-mu demi mengajari Nina”
“Saya malah senang karna sejujurnya saya tidak pernah kemana-mana sabtu dan minggu jika tidak ada undangan walimahan dari teman Pak”
“Oh begitu”
Kulihat Pak Tama mengangguk-angguk
lalu memandangku. Untuk sekian menit mata kami saling pandang. Kuperhatikan
wajah lelaki yang pernah menjadi sangat ingin kutemui lagi 4 tahun silam.
Hangat dan sangat bersahaja. Lelaki yang pernah sering kudoakan tanpa
mengetahui identitasnya. Setelah kembali bertemu, ternyata jarak antara aku
dengan lelaki ini justru dibentengi tembok tinggi yang tidak mampu untuk
diruntuhkan. Aku hanya seorang guru Private
untuk anak semata wayangnya. Putri cantik yang pasti sangat beliau sayang,
begitu juga dengan istrinya. Istri? ‘Astaghfirullah
apa yang tengah kubayangkan barusan?’ ucapku dalam hati. Kuturunkan
pandanganku pada hal yang tidak seharusnya kuperhatikan.
Kunaikkan (sekali lagi) pandanganku
mengarah pada sesosok lelaki dihadapanku. Ia masih memandang kearahku. Lalu aku
berinisiatif berdiri untuk kembali kekos. Kulirik jam tanganku, sudah hampir
pukul 21:00 WIB
“Sudah
mau pulang Yun?”
“Ya Pak, sudah hampir jam 9 malam”
“Mau makan sate di simpang situ?” ujarnya menawariku
“Ha? Kenapa maksudnya?” tanyaku mengulang. Lebih tepatnya memastikan bahwa aku tidak salah dengar
“Mau makan sate disimpang depan situ?” ulangnya lagi
“Ke kenapa pak?” tanyaku gugup
“Ya gak kenapa-kenapa. Kalau kamu risih mau langsung pulang ya silahkan” ucapnya sembari tersenyum
Aku berfikir beberapa kali. Masih memastikan bahwa aku tidak salah dengar. Kucubit lengan kiriku ‘aw, sakit’ pikirku ‘artinya aku tidak bermimpi’ fikirku lagi
“Saya sudah lama tidak makan sate disimpang situ” ucap Pak Tama lagi “Mau makan disitu kadang suka aneh sendirian. Makanya saya ajak kamu. Maaf kalau saya kurang sopan”
“Bukan begitu Pak. Tapi Ibu” ucapku, berharap bahwa Pak Tama hanya becanda dengan ajakannya
“Ibu? Ibu siapa?”
“Maaf. Maksud saya Bunda-nya Nina”
“Oh Bunda Nina lagi ada yang di urus untuk besok”
‘sial’ fikirku dalam hati, jadi karna istrinya sedang tidak dirumah dia seenaknya mau mengajakku makan malam berdua. Kufikir lelaki ini, lelaki baik-baik tapi ternyata dia tidak ada bedanya dengan lelaki lain yang mata keranjang.
“Maaf Pak tapi tidak etis bagi saya
pergi dengan Bapak sementara Bunda-nya Nina sedang tidak dirumah”“Ya Pak, sudah hampir jam 9 malam”
“Mau makan sate di simpang situ?” ujarnya menawariku
“Ha? Kenapa maksudnya?” tanyaku mengulang. Lebih tepatnya memastikan bahwa aku tidak salah dengar
“Mau makan sate disimpang depan situ?” ulangnya lagi
“Ke kenapa pak?” tanyaku gugup
“Ya gak kenapa-kenapa. Kalau kamu risih mau langsung pulang ya silahkan” ucapnya sembari tersenyum
Aku berfikir beberapa kali. Masih memastikan bahwa aku tidak salah dengar. Kucubit lengan kiriku ‘aw, sakit’ pikirku ‘artinya aku tidak bermimpi’ fikirku lagi
“Saya sudah lama tidak makan sate disimpang situ” ucap Pak Tama lagi “Mau makan disitu kadang suka aneh sendirian. Makanya saya ajak kamu. Maaf kalau saya kurang sopan”
“Bukan begitu Pak. Tapi Ibu” ucapku, berharap bahwa Pak Tama hanya becanda dengan ajakannya
“Ibu? Ibu siapa?”
“Maaf. Maksud saya Bunda-nya Nina”
“Oh Bunda Nina lagi ada yang di urus untuk besok”
‘sial’ fikirku dalam hati, jadi karna istrinya sedang tidak dirumah dia seenaknya mau mengajakku makan malam berdua. Kufikir lelaki ini, lelaki baik-baik tapi ternyata dia tidak ada bedanya dengan lelaki lain yang mata keranjang.
“Loh kenapa?”
“Saya permisi” ucapku lalu pergi tanpa menunggu lelaki itu menjawab. Emosiku mendadak naik sampai keubun-ubun. Mengingat caranya mengajakku.
Ada kelanjutannya nih, yuk ke BAGIAN III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar