Liontin Kupu-Kupu


Ini bagian II, sebelum lanjut. Yuk, ke BAGIAN I dulu


Bagian II


“Tama” ucapnya mengulurkan tangan lalu kuterima
“Yu. Yuni pak” jawabku gugup, lelaki yang kujabat tangannya adalah lelaki yang menolongku mengeluarkan motor dari parkiran CFD beberapa tahun silam dan anak yang kuajar barusan bisa jadi adalah anak yang waktu itu ia pegang tangannya
“Ohiya bu Yuni untuk pembayarannya ibu minta di muka apa dibelakang?” tanyanya
“Saya bayar akhir bulan saja pak” jawabku
“Untuk hari belajarnya apa bisa Senin-Jum’at? Karna Nina weekend harus libur dari belajar” jelasnya “Lagipula kamu juga masih lajang. Tentu perlu keluar dihari weekend bukan?” ucapnya lalu tersenyum
Kujawab dengan senyuman “Bisa pak. Senin – Jum’at”
‘DEAL” ujarnya
            Hari itu pikiranku campur aduk. Aku pernah beberapa kali berharap bertemu kembali dengan lelaki itu yang ternyata adalah Ayah dari murid Privatku. Doaku diijabah ketika mengantar lamaran disekolah. Lalu siapa sangka, doaku diijabah plus bertemu dengan istri dan anaknya. Bagaimana rasanya?
            Begitu motorku keluar dari halaman rumahnya, aku berbalik dan memandang kembali rumah yang baru saja membuatku setengah Shock. Aku akan kerumah ini 5 hari dalam seminggu juga pasti beberapa kali akan bertemu dengan Pak Tama. Detik kemudian aku menggeleng-gelengkan kepalaku “Duh apasih yang aku fikirkan”. Aku lalu menarik gas motorku dan kembali pulang
...
            Aku tengah mengajar Nina ketika Pak Tama duduk di kursi yang berhadapan denganku. Aku memandang sekilas, kulihat Pak Tama tersenyum. Setelah kubalas kemudian melanjutkan mengajar Nina. Beliau memang sering memperhatikan aku ketika mengajar putrinya. Beliau pernah bercerita bahwa beliau tidak punya banyak waktu untuk memberikan Nina perhatian. Selain mengajak Nina bermain di hari Minggu tidak ada waktu lain. Karna beliau juga sibuk dengan pekerjaannya. Aku memaklumi.
            Setelah Nina selesai belajar ia menyalami tanganku.
            “Bu, Nina masuk duluan ya”
            “Iya Sayang” Jawabku. Lalu Nina pun masuk kedalam kamar
            “Kamu mau langsung pulang Yun?” tanya pak Tama “Ini Gajimu bulan ini” ujarnya sembari menyodorkan sebuah amplop
            “Terimakasih Pak” balasku
Beberapa waktu kemudian Ibunya Nina keluar membawa secangkir Lemon Tea untuk suaminya. “Ini teh nya Mas. Aku kekamar ya gak bisa temani ngobrol” lanjutnya
“Iya ga masalah. Banyak tugas ya?”
“Seperti biasa” jawab wanita itu “Diminum tehnya Bu Yuni” ujarnya sembari tersenyum dan kembali masuk kekamar

“Usia Kamu berapa Yun?” tanya Pak Tama kemudian
“23 Pak” jawabku
“Wah masih muda sekali ya” jawabnya “Saya tahun ini 36” ujarnya kemudian sambil tertawa. Aku hanya tersenyum
“Orangtua kamu dimana?”
“Dua-duanya sudah meninggal Pak”
“Innalillahi. Wah saya minta maaf Yun. Tidak seharusnya saya bertanya”
“Gapapa Pak”
“Wah suasananya jadi gak enak ya” ucapnya
“Jadi kamu disini nge-kost?” tanya nya kemudian
“Iya Pak”
“Adik beradik berapa?”
“Saya sendiri pak, anak tunggal” jawabku
Malam itu pak Tama tampak seperti seorang teman yang ingin mengenalku. Beliau bercerita tentang masa-masa kuliahnya yang juga berliku. Berjualan banyak barang untuk bisa bertahan dan menjadi seorang sarjana. Juga cerita tentang ibunya Nina yang super baik dan mau menerima dari awal karirnya dimulai
...
            Hari berganti dan Nina sudah duduk dibangku kelas 5 sekarang. Aku masih menjadi guru Private nya. Nina merasa cocok diajar denganku dan aku juga merasa cocok dengan Nina, selain Nina gak banyak tingkah Nina juga gampang menerima apa yang aku ajarkan. Waktu belajar Nina juga sudah berganti. Dari Senin-Jum’at menjadi Senin, Rabu, dan Jum’at.
            Nina akan ada cerdas cermat disekolah hari Minggu dalam rangka ulangtahun sekolah. Pak Tama menghubungiku pukul 16:00 WIB
            “Hallo Yuni”
            “Hallo Pak. Ada apa?”
            “Kamu malam ini sibuk?”
            “Tidak pak ada apa?”
            “Nina bilang besok ada lomba cerdas cermat disekolah”
            “Ohiya pak. Nina juga peserta. Ada apa?”
            “Nina ingin review pengetahuannya tapi saya tidak bisa menemani belajar. Karna ada kerjaan sampai malam. Kamu bisa kerumah belajar tambahan? Nanti saya hitung lembur”
            “Oh  bisa pak. InshaaAllah nantik saya kerumah”
            “Terimakasih Yun. Assalamualaikum”
            “Walaikumsalam” jawabku
...
            Nina begitu antusias dengan cerdas cermat besok. Pengetahuan umum dan khusus sudah dipelajarinya dengan baik. Semua kisi-kisi yang menyangkut tema cerdas cermat juga dihafal nya dengan baik. Sebenarnya aku bahkan tidak membantu banyak untuk persiapannya. Nina sudah prepare sendiri
            “Wah kalau seperti ini Nina bisa juara besok” ujarku
            “Serius Bu?” tanyanya, kulihat matanya berbinar cantik sekali anak ini fikirku dalam hati
            “Iya serius dong. Besok Nina tim siapa?” tanyaku
            “Pandu sama Gina Bu” jawabnya
            “Assalamualaikum” ucap seseorang dari luar
            “Papa” jawab Nina
            “Walaikumsalam” jawabku juga Nina bersamaan, Nina mengulurkan tangan menyalami Ayahnya
            “Wah, Anak Papa udah ready untuk besok?” tanya nya menyambut tangan Nina sambil mengusap kepala Nina
            “Udah dong Pa” jawab Nina “Nina masuk kamar ya Pa”
            “Ya sayang”
            “Terimakasih Yun, sudah membantu Nina” ucap Pak Tama lalu duduk di hadapanku
            “Saya tidak membantu banyak Pak, Nina sangat antusias dan semangat saya hanya mengimbangi saja”
            “Ya tetap saja. Kamu sudah mengorbankan weekend-mu demi mengajari Nina”
            “Saya malah senang karna sejujurnya saya tidak pernah kemana-mana sabtu dan minggu jika tidak ada undangan walimahan dari teman Pak”
            “Oh begitu”
            Kulihat Pak Tama mengangguk-angguk lalu memandangku. Untuk sekian menit mata kami saling pandang. Kuperhatikan wajah lelaki yang pernah menjadi sangat ingin kutemui lagi 4 tahun silam. Hangat dan sangat bersahaja. Lelaki yang pernah sering kudoakan tanpa mengetahui identitasnya. Setelah kembali bertemu, ternyata jarak antara aku dengan lelaki ini justru dibentengi tembok tinggi yang tidak mampu untuk diruntuhkan. Aku hanya seorang guru Private untuk anak semata wayangnya. Putri cantik yang pasti sangat beliau sayang, begitu juga dengan istrinya. Istri? ‘Astaghfirullah apa yang tengah kubayangkan barusan?’ ucapku dalam hati. Kuturunkan pandanganku pada hal yang tidak seharusnya kuperhatikan.
            Kunaikkan (sekali lagi) pandanganku mengarah pada sesosok lelaki dihadapanku. Ia masih memandang kearahku. Lalu aku berinisiatif berdiri untuk kembali kekos. Kulirik jam tanganku, sudah hampir pukul 21:00 WIB
            “Sudah mau pulang Yun?”
            “Ya Pak, sudah hampir jam 9 malam”
            “Mau makan sate di simpang situ?” ujarnya menawariku
            “Ha? Kenapa maksudnya?” tanyaku mengulang. Lebih tepatnya memastikan bahwa aku tidak salah dengar
            “Mau makan sate disimpang depan situ?” ulangnya lagi
            “Ke kenapa pak?” tanyaku gugup
            “Ya gak kenapa-kenapa. Kalau kamu risih mau langsung pulang ya silahkan” ucapnya sembari tersenyum
            Aku berfikir beberapa kali. Masih memastikan bahwa aku tidak salah dengar. Kucubit lengan kiriku ‘aw, sakit’ pikirku ‘artinya aku tidak bermimpi’ fikirku lagi
            “Saya sudah lama tidak makan sate disimpang situ” ucap Pak Tama lagi “Mau makan disitu kadang suka aneh sendirian. Makanya saya ajak kamu. Maaf kalau saya kurang sopan”
            “Bukan begitu Pak. Tapi Ibu” ucapku, berharap bahwa Pak Tama hanya becanda dengan ajakannya
            “Ibu? Ibu siapa?”
            “Maaf. Maksud saya Bunda-nya Nina”
            “Oh Bunda Nina lagi ada yang di urus untuk besok”
            ‘sial’ fikirku dalam hati, jadi karna istrinya sedang tidak dirumah dia seenaknya mau mengajakku makan malam berdua. Kufikir lelaki ini, lelaki baik-baik tapi ternyata dia tidak ada bedanya dengan lelaki lain yang mata keranjang.
            “Maaf Pak tapi tidak etis bagi saya pergi dengan Bapak sementara Bunda-nya Nina sedang tidak dirumah”
            “Loh kenapa?”
            “Saya permisi” ucapku lalu pergi tanpa menunggu lelaki itu menjawab. Emosiku mendadak naik sampai keubun-ubun. Mengingat caranya mengajakku. 




Ada kelanjutannya nih, yuk ke BAGIAN III

Tidak ada komentar: