Seperti
biasanya. Hari minggu adalah kegiatan rutinku ikut meramaikan CFD (Car Free
Day) dikota tempat aku dilahirkan. Ada banyak kota yang sudah turut
melaksanakan program CFD ini. Karna selain untuk mensukseskan 3 jam tanpa
kendaraan bermotor, CFD juga menjadi tempat semua penjual menjajakan
dagangannya. Semua orang bersesak untuk datang dan meramaikan CFD Minggu pagi.
Pagi
itu aku CFD hanya sendiri. Bukan karna aku anti sosial atau introvert. Tapi
hari itu aku tidak berniat untuk senam atau lari pagi di CFD, aku hanya ingin hunting makanan enak di CFD untuk
sarapanku pagi ini.
Pagi
ku dimulai dengan hal yang tidak enak. Ketika akan mencari parkiran motor,
seorang pengendara wanita yang merupakan Ojol (Ojek Online) membunyikan klakson
motornya dengan keras dan hampir menyenggol seorang ibu yang tengah memegang
anak balitanya. Aku mengalihkan pandanganku kebelakang, dengan sedikit kesal
aku melirik kearah pengendara Ojol tersebut.
Tiba-tiba
dia marah dan menaikkan nada suaranya “Kenapa pula berhenti” aku menjawab
dengan tak kalah galaknya “Heh, orang nyari parkiran. kau fikir Cuma kau
sendiri yang bayar pajak disini. Udah tau jalan sempit ngebut-ngebut”. Si
pengendara hanya diam dan langsung melajukan motornya.
Aku
masih kesal plus mendadak Unmood
begitu kejadian bersama sipengendara Ojol pagi itu. Tetap kulangkahkan kakiku
menuju lokasi CFD untuk mengisi perutku yang sudah mulai keroncongan. Pagi itu
benar-benar ramai. Ada beberapa lokasi senam dan zumba. Ada satu event melawan
TB untuk terwujudnya kota anti TB 2030. Dan beratus penjual yang menjajakan
dagangannya, dari anak-anak hingga dewasa.
Aku
berhenti disalah satu penjual lumpia super berukuran besar dengan harga 25 Ribu
Rupiah, dan membeli segelas es tebu paling ramai di lokasi tersebut. Setelah
kenyang serta moodku kembali, aku menuju parkiran untuk mengambil motor dan
pulang. Cucian sudah menumpuk dirumah dan aku juga punya beberapa tugas kampus
yang belum kuselesaikan.
Aku
menunggu beberapa waktu lamanya ketika tukang parkir belum juga menghampiriku.
Aku sudah hampir jenuh kembali begitu memanggil si oom tukang parkir dan
tanggapannya hanya mengabaikanku melayani pemilik motor lainnya.
Seorang
cowok dengan usia pertengahan 30 menghampiriku sambil menarik motorku. Awalnya
kufikir dia juga tukang parkir ditempat itu
“Ini om”
ujarku sambil mengulurkan uang 2000 rupiah
“Enggak dek, saya bukan parkir” jawabnya menolak
“Loh, bukan? Maaf om” jawabku
“Iya gapapa. Sama-sama” si oom lalu tersenyum dan meraih tangan anaknya usia 6 tahunan, perempuan cantik sekali
“Enggak dek, saya bukan parkir” jawabnya menolak
“Loh, bukan? Maaf om” jawabku
“Iya gapapa. Sama-sama” si oom lalu tersenyum dan meraih tangan anaknya usia 6 tahunan, perempuan cantik sekali
Aku
juga tersenyum membalas senyumannya. Ia lalu berlalu dan pergi. sambil aku
masih terus membayangkan manisnya senyuman lelaki itu. Lalu detik kemudian aku
tersadar, bahwa dia suami orang. Duh, fikiranku sudah mulai tidak waras nih.
Fikirku
Setelah
sampai dikos aku langsung melakukan aktifitas yang sudah menanti.
2 tahun berlalu, hari
ini aku sedang menghadiri wisuda sarjanaku. Bersama beberapa temanku yang
lainnya aku sudah sibuk sejak seminggu yang lalu. Animo wisuda sudah begitu
ditunggu sejak sidang kelulusanku dilaksanakan. Welcome dunia pengangguran...
Pagi
itu temanku Dilla mengajak mengantarkan lamaran kesalah satu sekolah swasta
untuk menjadi guru Matematika sesuai dengan bidangku. Aku tidak menolak, sudah
tiga bulan sejak aku mendapatkan ijazah S1 ku, aku tak kunjung dapat pekerjaan.
Bersama beberapa teman lainnya, kami sering mengantar lamaran kemana saja tapi
yang namanya belum rezeki. Sebanyak apapun aku berusaha sebanyak itulah aku
kecewa.
Aku
dan Dilla sudah sampai di gerbang sekolah yang akan kami masukkan lamaran.
“Ada
yang bisa dibantu dek?” tanya satuan pengaman disekolah tersebut
“Kami mau antar lamaran om” jawabku
“Oh, boleh. Dititipkan disini saja nanti saya sampaikan ke Tata Usaha” ujarnya
“Oh gitu, makasih ya Om” jawabku lalu aku menuju motorku untuk kembali pulang
“Kami mau antar lamaran om” jawabku
“Oh, boleh. Dititipkan disini saja nanti saya sampaikan ke Tata Usaha” ujarnya
“Oh gitu, makasih ya Om” jawabku lalu aku menuju motorku untuk kembali pulang
Sebuah
mobil Toyota Agya datang dari arah yang berlawanan dan hampir menyeruduk ekor
motorku jika aku tidak segera sadar. Si pemilik kendaraan lalu mengerem
mendadak dan keluar.
“Maaf
pak saya gak liat ada mobil” ucapku begitu si pemilik mobil keluar
“Duh gapapa, saya yang minta maaf. Kamu gapapa?” ujarnya
“Gapapa” jawabku lalu memandang kearah suara
“Yaudah kalau gitu”
“Duh gapapa, saya yang minta maaf. Kamu gapapa?” ujarnya
“Gapapa” jawabku lalu memandang kearah suara
“Yaudah kalau gitu”
Sipemilik
kendaraan itu memundurkan mobilnya dan masuk begitu oom satpamnya membukakan
gerbang. Sementara aku masih terpaku seperti terhipnotis. Dilla kebingungan
karna aku tidak menyaut panggilannya beberapa kali
“Yuuuuuuuuuunnn” Ujarnya sambil menyentuh lenganku
“Ha. Apa?” sentakku
“Kenapa sih kamu?” tanya Dilla bingung. “Ada yang sakit?” tanyanya kemudian
“Enggak Dil, aku gapapa” jawabku
“Yaudah mungkin kamu masih Shock. Aku aja yang bawa motor”
“Ya” jawabku singkat lalu duduk diboncengan belakang
“Yuuuuuuuuuunnn” Ujarnya sambil menyentuh lenganku
“Ha. Apa?” sentakku
“Kenapa sih kamu?” tanya Dilla bingung. “Ada yang sakit?” tanyanya kemudian
“Enggak Dil, aku gapapa” jawabku
“Yaudah mungkin kamu masih Shock. Aku aja yang bawa motor”
“Ya” jawabku singkat lalu duduk diboncengan belakang
Aku
masih kepikiran dengan oom yang hampir menabrakku tadi. Bukan karna shock
dengan kenyataan bahwa aku hampir ketabrak. Lebih kepada bahwa oom itu adalah
lelaki yang pernah menarikkan motorku beberapa tahun yang lalu. Aku bertemu
dengannya. Aku masih mengingat jelas wajahnya. Dan tentu saja, ia tak
mengingatku. Dan kenapa dia ada disekolah ini. Dari penampilannya ia bukan guru
atau staff pengajar disekolah ini
2 Minggu berlalu aku
menerima pesan singkat bahwa secara administrasi aku lulus di sekolah swasta
yang kumasukkan lamaran waktu itu. Dan aku disuruh datang kesekolah dengan
pakaian pengajar lengkap untuk wawancara. Dilla juga sama. Mendapat pesan dan
perintah sepertiku
Wawancara
selesai dan Dilla benar-benar berharap diterima disekolah ini. Kata Dilla
sekolah ini lumayan elit, dan siapa tau dia mendapatkan jodoh disekolah ini.
Pikirannya mulai terbang jauh seandainya bertemu dengan lelaki yang
mengantarkan adek atau kepokankannya kesekolah dan tidak sengaja menabraknya
lalu berkenalan. Aku terkekeh begitu mendengar hayalan Dilla.
“Dil Dil
kalau kamu ketabrak boro boro ngajak kenalan. Kamu udah pingsan duluan” ujarku
mengoloknya
“Yah Yun, namanya jodoh gak tentu darimana aja” ucapnya sok bijak
“Iya iya. Tapi gak dengan cara kamu ketabrak juga”
“Itu cara paling bagus Yun”
“Apanya?” tanyaku
“Perkenalannya”
“Bagus darimananya?”
“Ya iya, dengan begitu kan dia bawa aku kerumah sakit nah di rumah sakit kenalan PDKT jadian nikah deh”
“Gak segampang itu gadis penghayal” ucapku menutup telapak tanganku kemukanya
“Hiiihh apaan sih yun ga bisa liat temennya bahagia” jawab Dilla mencak mencak
“Yah Yun, namanya jodoh gak tentu darimana aja” ucapnya sok bijak
“Iya iya. Tapi gak dengan cara kamu ketabrak juga”
“Itu cara paling bagus Yun”
“Apanya?” tanyaku
“Perkenalannya”
“Bagus darimananya?”
“Ya iya, dengan begitu kan dia bawa aku kerumah sakit nah di rumah sakit kenalan PDKT jadian nikah deh”
“Gak segampang itu gadis penghayal” ucapku menutup telapak tanganku kemukanya
“Hiiihh apaan sih yun ga bisa liat temennya bahagia” jawab Dilla mencak mencak
Aku
mendapat pesan singkat bahwa aku diterima disekolah sebagai pengajar SD.
Sementara Dilla mendapat tempat di SMA.
Karna sekolah itu adalah Yayasan dan berbasis Islam Terpadu ada banyak sekolah
dari TK sampai SMA di satu tempat yang sama. Hanya dipisah dengan gerbang. Aku
menerima pesan tersebut dengan sukacita. Berbeda dengan Dilla yang gak pernah
kebayang bakal ngajar anak SMA. Walaupun sebenarnya Dilla jauh lebih pintar
dibandingkan aku tapi mental pengajarnya belum cukup matang untuk menghadapi
siswa yang usianya tidak lebih jauh dibanding usianya. Aku mencoba meyakinkan
bahwa ia pasti bisa, Dilla hanya membalas dengan senyuman super kecut.
Hari
pertama mengajar disekolah aku masih berkenalan dan mencoba membiasakan diri.
Beberapa guru juga membantuku beradaptasi. Memberikan kesan ramah dan nyaman
disekolah yang terkesan elit ini. Aku berkirim pesan dengan Dilla yang ada
diseberang sekolah
“Gimana
hari pertamamu Dil?” tanyaku
“Buruk Yun, anak-anak gak mau mendengarkanku. Mereka terlalu pintar”
“Sabar. Mereka adalah anak muridmu harus disayang sepenuh hati”
“Iya Yuni”
“Buruk Yun, anak-anak gak mau mendengarkanku. Mereka terlalu pintar”
“Sabar. Mereka adalah anak muridmu harus disayang sepenuh hati”
“Iya Yuni”
...
Waktu istirahat sudah hampir usai
ketika pak Taqim menawarkanku menjadi guru privat anak kelas 3 bernama Nina.
“Bu
Yuni mau ngajar privat gak?”
“Privat apa pak kim?” tanyaku
“Semua Mapel. Anak kelas 3 kok”
“Siapa pak?” tanyaku antusias, ‘lumayan menambah penghasilan’ ucapku
“Nina buk. Nina Selfiana. Kalau Bu Yuni mau nanti saya sampaikan sama Ayahnya”
“Boleh pak Kim”
“Nanti saya sampaikan ya Bu”
“Makasih loh pak Kim”
“Iya Bu sama-sama”
“Privat apa pak kim?” tanyaku
“Semua Mapel. Anak kelas 3 kok”
“Siapa pak?” tanyaku antusias, ‘lumayan menambah penghasilan’ ucapku
“Nina buk. Nina Selfiana. Kalau Bu Yuni mau nanti saya sampaikan sama Ayahnya”
“Boleh pak Kim”
“Nanti saya sampaikan ya Bu”
“Makasih loh pak Kim”
“Iya Bu sama-sama”
...
Aku baru saja selesai shalat Ashar
ketika hanphoneku berdering. Begitu kuangkat terdengar hallo dari seberang
“Hallo.
Assalamualaikum”
“Walaikumsalam. Ibu Yuni?” tanya lelaki diseberang
“Iya, saya”
“Saya pak Tama, ayah Nina. Pak Kim bilang ibu mau mengajar privat anak saya. Kira-kira bisa mulai mengajar kapan?” tanyanya
“Ohiya pak. Malam ini saya bisa langsung ngajar”
“Okelah. Nanti saya sms kan alamatnya. Juga nanti waktu dan biayanya kita bicarakan dirumah” jelasnya
“Baik pak”
“Walaikumsalam. Ibu Yuni?” tanya lelaki diseberang
“Iya, saya”
“Saya pak Tama, ayah Nina. Pak Kim bilang ibu mau mengajar privat anak saya. Kira-kira bisa mulai mengajar kapan?” tanyanya
“Ohiya pak. Malam ini saya bisa langsung ngajar”
“Okelah. Nanti saya sms kan alamatnya. Juga nanti waktu dan biayanya kita bicarakan dirumah” jelasnya
“Baik pak”
Aku sudah berada didepan sebuah
rumah minimalis namun terkesan mewah dan sangat rindang. Tumbuh beberapa
pepohonan yang membuat rumah terkesan sejuk. Seorang wanita membukakan pintu
dan menyuruhku masuk dan mempersilahkan duduk
“Tunggu
sebentar ya. Mas Tama lagi shalat” ujarnya lalu masuk dan memanggil Nina
dikamar. ‘Pasti wanita itu ibunya Nina pikirku’. Nina keluar dan membawa
beberapa buah buku pelajaran. Aku langsung mengajarinya dan membantunya
menyelesaikan tugas rumah yang diberikan guru disekolahnya
Tidak
beberapa lama kemudian wanita tadi keluar dengan membawa secangkir teh dan
beberapa cemilan.
“Sambil
dimakan ya Bu. Ibu Siapa?” ucapnya sembari bertanya
“Yuni” Jawabku cepat
“Ibu Yuni. Sambil dimakan ya. Santai saja ngajarnya. Saya masuk ya Bu” ucapnya
“Iya Bu, terimakasih banyak”
“Yuni” Jawabku cepat
“Ibu Yuni. Sambil dimakan ya. Santai saja ngajarnya. Saya masuk ya Bu” ucapnya
“Iya Bu, terimakasih banyak”
Wanita
itu hanya menjawab dengan senyuman dan berjalan masuk kedalam kamar. Nina termasuk
anak yang cerdas karna mudah menerima apa yang aku ajarkan. Begitu ku tanya
“Paham sayang?” ia mengangguk lalu menulis apa yang kusuruh kerjakan. Begitu
selesai belajar, pak Tama keluar dan menyuruh Nina masuk kekamar dan membawa
perlengkapan menulisnya
“Tama”
ucapnya mengulurkan tangan lalu kuterima“Yu. Yuni pak” jawabku gugup, lelaki yang kujabat tangannya adalah lelaki yang menolongku mengeluarkan motor dari parkiran CFD beberapa tahun silam
Ada kelanjutannya nih, yuk ke BAGIAN II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar