Liontin Kupu-Kupu


Bagian I



Car Free Day (Sumber: bandungview.blogspot.com)



Seperti biasanya. Hari minggu adalah kegiatan rutinku ikut meramaikan CFD (Car Free Day) dikota tempat aku dilahirkan. Ada banyak kota yang sudah turut melaksanakan program CFD ini. Karna selain untuk mensukseskan 3 jam tanpa kendaraan bermotor, CFD juga menjadi tempat semua penjual menjajakan dagangannya. Semua orang bersesak untuk datang dan meramaikan CFD Minggu pagi.
Pagi itu aku CFD hanya sendiri. Bukan karna aku anti sosial atau introvert. Tapi hari itu aku tidak berniat untuk senam atau lari pagi di CFD, aku hanya ingin hunting makanan enak di CFD untuk sarapanku pagi ini.
Pagi ku dimulai dengan hal yang tidak enak. Ketika akan mencari parkiran motor, seorang pengendara wanita yang merupakan Ojol (Ojek Online) membunyikan klakson motornya dengan keras dan hampir menyenggol seorang ibu yang tengah memegang anak balitanya. Aku mengalihkan pandanganku kebelakang, dengan sedikit kesal aku melirik kearah pengendara Ojol tersebut.
Tiba-tiba dia marah dan menaikkan nada suaranya “Kenapa pula berhenti” aku menjawab dengan tak kalah galaknya “Heh, orang nyari parkiran. kau fikir Cuma kau sendiri yang bayar pajak disini. Udah tau jalan sempit ngebut-ngebut”. Si pengendara hanya diam dan langsung melajukan motornya.
Aku masih kesal plus mendadak Unmood begitu kejadian bersama sipengendara Ojol pagi itu. Tetap kulangkahkan kakiku menuju lokasi CFD untuk mengisi perutku yang sudah mulai keroncongan. Pagi itu benar-benar ramai. Ada beberapa lokasi senam dan zumba. Ada satu event melawan TB untuk terwujudnya kota anti TB 2030. Dan beratus penjual yang menjajakan dagangannya, dari anak-anak hingga dewasa.
Aku berhenti disalah satu penjual lumpia super berukuran besar dengan harga 25 Ribu Rupiah, dan membeli segelas es tebu paling ramai di lokasi tersebut. Setelah kenyang serta moodku kembali, aku menuju parkiran untuk mengambil motor dan pulang. Cucian sudah menumpuk dirumah dan aku juga punya beberapa tugas kampus yang belum kuselesaikan.
Aku menunggu beberapa waktu lamanya ketika tukang parkir belum juga menghampiriku. Aku sudah hampir jenuh kembali begitu memanggil si oom tukang parkir dan tanggapannya hanya mengabaikanku melayani pemilik motor lainnya.
Seorang cowok dengan usia pertengahan 30 menghampiriku sambil menarik motorku. Awalnya kufikir dia juga tukang parkir ditempat itu
“Ini om” ujarku sambil mengulurkan uang 2000 rupiah
            “Enggak dek, saya bukan parkir” jawabnya menolak
            “Loh, bukan? Maaf om” jawabku
            “Iya gapapa. Sama-sama” si oom lalu tersenyum dan meraih tangan anaknya usia 6 tahunan, perempuan cantik sekali
Aku juga tersenyum membalas senyumannya. Ia lalu berlalu dan pergi. sambil aku masih terus membayangkan manisnya senyuman lelaki itu. Lalu detik kemudian aku tersadar, bahwa dia suami orang. Duh, fikiranku sudah mulai tidak waras nih. Fikirku
Setelah sampai dikos aku langsung melakukan aktifitas yang sudah menanti.
2 tahun berlalu, hari ini aku sedang menghadiri wisuda sarjanaku. Bersama beberapa temanku yang lainnya aku sudah sibuk sejak seminggu yang lalu. Animo wisuda sudah begitu ditunggu sejak sidang kelulusanku dilaksanakan. Welcome dunia pengangguran...
Pagi itu temanku Dilla mengajak mengantarkan lamaran kesalah satu sekolah swasta untuk menjadi guru Matematika sesuai dengan bidangku. Aku tidak menolak, sudah tiga bulan sejak aku mendapatkan ijazah S1 ku, aku tak kunjung dapat pekerjaan. Bersama beberapa teman lainnya, kami sering mengantar lamaran kemana saja tapi yang namanya belum rezeki. Sebanyak apapun aku berusaha sebanyak itulah aku kecewa.
Aku dan Dilla sudah sampai di gerbang sekolah yang akan kami masukkan lamaran.
“Ada yang bisa dibantu dek?” tanya satuan pengaman disekolah tersebut
            “Kami mau antar lamaran om” jawabku
            “Oh, boleh. Dititipkan disini saja nanti saya sampaikan ke Tata Usaha” ujarnya
            “Oh gitu, makasih ya Om” jawabku lalu aku menuju motorku untuk kembali pulang
Sebuah mobil Toyota Agya datang dari arah yang berlawanan dan hampir menyeruduk ekor motorku jika aku tidak segera sadar. Si pemilik kendaraan lalu mengerem mendadak dan keluar.
“Maaf pak saya gak liat ada mobil” ucapku begitu si pemilik mobil keluar
            “Duh gapapa, saya yang minta maaf. Kamu gapapa?” ujarnya
            “Gapapa” jawabku lalu memandang kearah suara
            “Yaudah kalau gitu”
Sipemilik kendaraan itu memundurkan mobilnya dan masuk begitu oom satpamnya membukakan gerbang. Sementara aku masih terpaku seperti terhipnotis. Dilla kebingungan karna aku tidak menyaut panggilannya beberapa kali
            “Yuuuuuuuuuunnn” Ujarnya sambil menyentuh lenganku
            “Ha. Apa?” sentakku
            “Kenapa sih kamu?” tanya Dilla bingung. “Ada yang sakit?” tanyanya kemudian
            “Enggak Dil, aku gapapa” jawabku
            “Yaudah mungkin kamu masih Shock. Aku aja yang bawa motor”
            “Ya” jawabku singkat lalu duduk diboncengan belakang
Aku masih kepikiran dengan oom yang hampir menabrakku tadi. Bukan karna shock dengan kenyataan bahwa aku hampir ketabrak. Lebih kepada bahwa oom itu adalah lelaki yang pernah menarikkan motorku beberapa tahun yang lalu. Aku bertemu dengannya. Aku masih mengingat jelas wajahnya. Dan tentu saja, ia tak mengingatku. Dan kenapa dia ada disekolah ini. Dari penampilannya ia bukan guru atau staff pengajar disekolah ini
2 Minggu berlalu aku menerima pesan singkat bahwa secara administrasi aku lulus di sekolah swasta yang kumasukkan lamaran waktu itu. Dan aku disuruh datang kesekolah dengan pakaian pengajar lengkap untuk wawancara. Dilla juga sama. Mendapat pesan dan perintah sepertiku
Wawancara selesai dan Dilla benar-benar berharap diterima disekolah ini. Kata Dilla sekolah ini lumayan elit, dan siapa tau dia mendapatkan jodoh disekolah ini. Pikirannya mulai terbang jauh seandainya bertemu dengan lelaki yang mengantarkan adek atau kepokankannya kesekolah dan tidak sengaja menabraknya lalu berkenalan. Aku terkekeh begitu mendengar hayalan Dilla.
“Dil Dil kalau kamu ketabrak boro boro ngajak kenalan. Kamu udah pingsan duluan” ujarku mengoloknya
“Yah Yun, namanya jodoh gak tentu darimana aja” ucapnya sok bijak
“Iya iya. Tapi gak dengan cara kamu ketabrak juga”
“Itu cara paling bagus Yun”
“Apanya?” tanyaku
“Perkenalannya”
“Bagus darimananya?”
“Ya iya, dengan begitu kan dia bawa aku kerumah sakit nah di rumah sakit kenalan PDKT jadian nikah deh”
“Gak segampang itu gadis penghayal” ucapku menutup telapak tanganku kemukanya
“Hiiihh apaan sih yun ga bisa liat temennya bahagia” jawab Dilla mencak mencak
Aku mendapat pesan singkat bahwa aku diterima disekolah sebagai pengajar SD. Sementara Dilla mendapat tempat di  SMA. Karna sekolah itu adalah Yayasan dan berbasis Islam Terpadu ada banyak sekolah dari TK sampai SMA di satu tempat yang sama. Hanya dipisah dengan gerbang. Aku menerima pesan tersebut dengan sukacita. Berbeda dengan Dilla yang gak pernah kebayang bakal ngajar anak SMA. Walaupun sebenarnya Dilla jauh lebih pintar dibandingkan aku tapi mental pengajarnya belum cukup matang untuk menghadapi siswa yang usianya tidak lebih jauh dibanding usianya. Aku mencoba meyakinkan bahwa ia pasti bisa, Dilla hanya membalas dengan senyuman super kecut.
Hari pertama mengajar disekolah aku masih berkenalan dan mencoba membiasakan diri. Beberapa guru juga membantuku beradaptasi. Memberikan kesan ramah dan nyaman disekolah yang terkesan elit ini. Aku berkirim pesan dengan Dilla yang ada diseberang sekolah
“Gimana hari pertamamu Dil?” tanyaku
            “Buruk Yun, anak-anak gak mau mendengarkanku. Mereka terlalu pintar”
            “Sabar. Mereka adalah anak muridmu harus disayang sepenuh hati”
            “Iya Yuni”
...
            Waktu istirahat sudah hampir usai ketika pak Taqim menawarkanku menjadi guru privat anak kelas 3 bernama Nina.
            “Bu Yuni mau ngajar privat gak?”
            “Privat apa pak kim?” tanyaku
            “Semua Mapel. Anak kelas 3 kok”
            “Siapa pak?” tanyaku antusias, ‘lumayan menambah penghasilan’ ucapku
            “Nina buk. Nina Selfiana. Kalau Bu Yuni mau nanti saya sampaikan sama Ayahnya”
            “Boleh pak Kim”
            “Nanti saya sampaikan ya Bu”
            “Makasih loh pak Kim”
            “Iya Bu sama-sama”
...
            Aku baru saja selesai shalat Ashar ketika hanphoneku berdering. Begitu kuangkat terdengar hallo dari seberang
            “Hallo. Assalamualaikum”
            “Walaikumsalam. Ibu Yuni?” tanya lelaki diseberang
            “Iya, saya”
            “Saya pak Tama, ayah Nina. Pak Kim bilang ibu mau mengajar privat anak saya. Kira-kira bisa mulai mengajar kapan?” tanyanya
            “Ohiya pak. Malam ini saya bisa langsung ngajar”
            “Okelah. Nanti saya sms kan alamatnya. Juga nanti waktu dan biayanya kita bicarakan dirumah” jelasnya
            “Baik pak”
            Aku sudah berada didepan sebuah rumah minimalis namun terkesan mewah dan sangat rindang. Tumbuh beberapa pepohonan yang membuat rumah terkesan sejuk. Seorang wanita membukakan pintu dan menyuruhku masuk dan mempersilahkan duduk
“Tunggu sebentar ya. Mas Tama lagi shalat” ujarnya lalu masuk dan memanggil Nina dikamar. ‘Pasti wanita itu ibunya Nina pikirku’. Nina keluar dan membawa beberapa buah buku pelajaran. Aku langsung mengajarinya dan membantunya menyelesaikan tugas rumah yang diberikan guru disekolahnya
Tidak beberapa lama kemudian wanita tadi keluar dengan membawa secangkir teh dan beberapa cemilan.
“Sambil dimakan ya Bu. Ibu Siapa?” ucapnya sembari bertanya
            “Yuni” Jawabku cepat
            “Ibu Yuni. Sambil dimakan ya. Santai saja ngajarnya. Saya masuk ya Bu” ucapnya
            “Iya Bu, terimakasih banyak”
Wanita itu hanya menjawab dengan senyuman dan berjalan masuk kedalam kamar. Nina termasuk anak yang cerdas karna mudah menerima apa yang aku ajarkan. Begitu ku tanya “Paham sayang?” ia mengangguk lalu menulis apa yang kusuruh kerjakan. Begitu selesai belajar, pak Tama keluar dan menyuruh Nina masuk kekamar dan membawa perlengkapan menulisnya
“Tama” ucapnya mengulurkan tangan lalu kuterima
“Yu. Yuni pak” jawabku gugup, lelaki yang kujabat tangannya adalah lelaki yang menolongku mengeluarkan motor dari parkiran CFD beberapa tahun silam





Ada kelanjutannya nih, yuk ke BAGIAN II

Tidak ada komentar: