Superwomen Pendorong Trolly Makanan

Rabu, 7 Desember 2016
Sebuah panggilan masuk ke nomor ku ketika aku tengah dengan rutinitasku mengantarkan selempang dan beberapa kosmetik pesanan customer onlineku.
            “Hallo, Assalamualaikum” sapaku
            “Walaikumsalam, Desi Permatasari?” tanya lelaki diseberang telfon yang terakhir ku ketahui namanya pak Didir
            “Ya” jawabku singkat
            “Desi, kamu sudah dapat pekerjaan?” tanyanya lagi. Aku menjauhkan handphone ku dari telinga. Memandang kearah layar HP ku dan memastikan bahwa penelepon ini tidak salah orang. Karna seingatku, aku tidak sama sekali memasukkan lamaran pekerjaan. Tapi kemudian aku berfikir bahwa ini adalah rezekiku
            “Belum pak. Kenapa ya?” tanya ku kemudian
            “Kamu besok datang ke awal bros ya jam 2. Ketemu sama buk Wiza di office lantai 3 awal bros” terangnya
            ‘awal bros?’ pikirku, awal bros kan rumah sakit? Aku tidak merasa pernah memasukkan lamaran ke rumah sakit, karna aku memang menghindari bekerja di rumah sakit dan bank untuk alasan pribadi
            “Awal bros rumah sakit pak?”tanyaku polos
            “Loh iya. Rumah sakit awal bros yang sudirman ya”
            “Iya pak. Terimakasih” lalu aku mengucap salam dan bergegas pulang untuk mempersiapkan diri esok hari
Sepanjang perjalanan aku mikir, kapan aku memasukkan lamaran ke awal bros? Ah terserahlah, aku hanya menganggap ini adalah rezekiku
Kamis, 8 Desember 2016
            Aku sampai di parkiran RS Awal Bros pukul 13.47 WIB. Gedung rumah sakit ini begitu besar dan mewah. Banyak kendaraan keluar masuk. Aku berjalan menuju gedung, kulihat 2 orang security tengah berjaga di pintu masuk yang kemudian ku ketahui adalah Unit Gawat Darurat (UGD).
            “Bang, mau tanya Office lantai 3 dimana ya bang?” tanyaku langsung, kupandang dua security berpakaian dongker gelap lebih ke hitam dihadapanku. Kubaca namanya ‘Dodi’ dan ‘Syaiful Bahri’
            “Ngapain ke Office  dek?” tanya security bernama Dodi padaku
            “Saya disuruh ketemu dengan buk Wiza” jawabku
            “Ngapain?” tanyanya lagi, aku yang pada dasarnya emang tidak suka dengan lelaki banyak tanya tiba-tiba langsung bete.
 ‘ah mungkin prosedurnya memang begini’ ujarku dalam hati
“Iya, mau wawancara kerja” jawabku lagi
“Bagian apa?” tanyanya lagi
“Gizi” jawabku singkat. kulirik sekilas lelaki bernama Syaiful yang kemudian ku panggil ‘bg Ipul’ ini terus melayani pasien dan keluarga yang keluar masuk UGD. Sambil sesekali ikut berbicara dengan lelaki bernama Dodi ini.
Setelah mendapatkan arah yang tepat sesuai petunjuk, aku berjalan. Dan sampai di Musholla. Tidak ada jalan lain fikirku. Lewat seorang dengan pakaian berwarna hijau muda, aku berinisiatif untuk bertanya padanya. Kulirik sekilas jam ku sudah menunjukkan pukul 14.08 ‘ah terlambat fikirku’
“Kak, mau numpang tanya”
            “Ya” jawabnya
            “Lantai 3 Office dimana ya kak?” tanyaku
            “Oh, lewat sini” Dia menunjukkan jalan menuju Office lantai 3. Setelah berterimakasih aku berjalan menaiki tangga hingga sampai di Office lantai 3.
Aku masuk dan menyatakan kehadiran di meja resepsionis
“Permisi buk, saya disuruh jumpa dengan Ibu Wiza”
“Dengan siapa?” tanyanya
“Desi Permatasari” jawabku
“Perlu apa?” tanyanya lagi
“Wawancara buk”
“Oh. Untuk gizi ya?” tanyanya kemudian sambil mengambil sebuah absen
“Iya Bu”
“Isi absen dulu ya” ujarnya “Kok terlambat?” tanyanya ketika aku tengah mengisi absen
“Maaf bu, tadi gak tau arah kesini”
“Tunggu disitu nanti dipanggil”
            Aku duduk dikursi tunggu. Ada tiga orang perempuan yang tengah menunggu untuk dipanggil wawancara juga. yang satu badan nya tinggi sekitar 170an, kurus. Rambutnya di gerai sebahu dengan jepit polos berwarna hitam. Riasan wajahnya sedikit mencolok bagiku yang saat itu hanya memakai bedak baby. Mengenakan setelan rok pendek hitam dan kemeja lengan panjang. Tidak lupa heels dengan tinggi sekitar 5 cm yang membuat tubuhnya semakin tinggi menjulang. Tengah bercerita dengan wanita disebelahnya dengan tinggi dan berat badan sedikit lebih mungil dariku. Riasan wajahnya juga biasa saja sepertiku. Mengenakan celana panjang dan kemeja biru polos dan jilbab senada. Di sudut kursi, duduk pula seorang wanita yang agak gemuk dariku tapi tidak lebih tinggi dari sebelahnya. Mengenakan rok hitam dan baju kemeja dengan jilbab berwarna hitam. Duduk sambil memainkan handphone nya, kupercaya wanita ini kurang percaya diri dan kurang komunikasi. Terlihat dengan caranya bersikap ketika bertanya.
            Satu persatu dari mereka masuk dan keluar dari ruangan berpintu hijau. Kupandang jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul 14:21 WIB ketika wanita tinggi ber rok pendek itu masuk, beberapa menit kemudian wanita itu keluar dan dilanjutkan dengan dua lainnya. Setelah wanita terakhir keluar, aku menunggu hingga pukul 15:03 dan kemudian merasa aneh karna tidak dipanggil-panggil. Padahal wanita terakhir langsung dipanggil setelah wanita sebelumnya keluar. Aku merasa gagal bahkan sebelum wawancara, ‘apa karna aku terlambat ya?’ bathinku sedetik kemudian
            Aku hendak berdiri dari kursiku untuk bertanya ketika kemudian wanita berjas hitam menghampiriku
“Namanya siapa?” tanyanya
            “Desi Permatasari kak” jawabku
            “Mau wawancara? Tunggu sebentar ya, yang mewawancara satu lagi shalat” jelasnya
            “Ohiya kak” jawabku singkat, lalu kembali duduk
Waktu menunjukkan pukul 15:43 ketika namaku dipanggil dan disuruh masuk kedalam ruangan berpintu hijau. Kulihat banyak orang ada didalam ruangan tersebut. Sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada banyak kursi yang kulihat selama ini seperti kantor-kantor di tivi-tivi. Aku masuk kedalam ruangan berukuran 4x3m dengan kaca bening yang bisa dilihat dari luar. Namun ternyata kedap suara. Begitu masuk aku disuruh duduk
“Silahkan duduk” ujar seorang wanita
Aku pun duduk. Didepanku ada dua wanita. Yang satu kurus mengenakan pakaian dinas berwarna hijau muda dan berjilbab abu-abu, kacamata bulat yang kemudian aku tersenyum, tapi hatiku tertawa. Wajahnya sungguh aneh dengan kacamata yang tengah dia kenakan. Antara tidak cocok atau apa ya. Style yang terlalu dipaksakan menurutku. Yang satunya lagi kakak yang tadi menyuruhku menunggu, mengenakan jas warna hitam dan tidak mengenakan riasan wajah. Badan nya sedikit gemuk dan kelihatannya baik
“Perkenalkan diri kamu” ucap wanita berjas hitam
Setelah memperkenalkan diri wanita berjas hitam yang kemudian kuketahui bernama Adq Irma Suryani. Bagian SDM memperkenalkan wanita aneh disebelahnya
“Desi, ini Ibet yang nanti akan menjadi atasan kamu jika kamu diterima” ucap kak Irma
“Ibek?” tanyaku memastikan
‘ternyata bukan style nya saja yang aneh, namanya juga aneh’ bathinku
“Ibet” ralatnya
“Oh Ibet” Gumamku
“Elizabeth” sambungnya lagi. Mungkin merasakan ketidakpahamanku terkait namanya
“Elizabeth?” tanyaku lagi “Bagus ya namanya, kayak nama orang kerajaan di Belanda “ ujarku sok tau, tapi bagiku namanya emang sekeren itu. Apalagi dia mengenakan hijab. Nama yang tidak biasa untuk seorang beragama islam, atau hanya pikiranku saja?
Wawancara berlangsung sedikit lebih lama menurutku. Aku mengingat kembali beberapa wanita sebelumku yang mungkin hanya menghabiskan waktu 5-10 menit untuk wawancaranya. Kulirik sekilas jam tanganku, pukul 16:22. Sudah hampir setengah 5. Ini bukan perasaanku saja bahwa wawancara ini terasa lama. Tapi emang lama, aku sudah setengah jam diruangan ini. Dan heran nya aku merasa nyaman. Tidak takut atau deg-degan seperti wawancara yang kulihat di youtube.
“Udah hampir setengah 5 ya” ujar kak Irma kemudian
            “Eh iya. Udah ya kak” sambung kak Ibeth
            “Udah bet? Ada yang mau ditanya lagi?” tanyanya
            “Ibeth udah kak” jawabnya
            “Yaudah ya Desi. Wawancara nya udah selesai. Nanti tunggu panggilan selanjutnya” kemudian aku berdiri dan menyalami mereka berdua
Aku turun kebawah dan menuju mushola yang tadi kulewati. ‘Aku sudah terlambat untuk melaksanakan shalat Zuhur’ bathinku
Selesai shalat aku belum mau langsung pulang. Rasanya perutku sakit sekali. ingin buang air besar. ‘ah gak tepat banget sih?’ ujarku kesal. Kebetulan tempat wudhu di musholla ini ada WC dan juga kamar mandinya. Akupun pulang, diperjalanan aku teringat ucapan Bapakku jika kita pergi test masuk sekolah atau bekerja dan sempat buang hajat ditempat itu, tanda nya kita diterima dan akan bergabung ditempat itu. Duh, memikirkannya saja sudah bahagia. Hahah
Jarak antara kost dan rumah sakit sekitar 40 menit menggunakan sepeda motor. Aku masih diperjalanan ketika handphoneku berdering. Begitu sampai kost, kulihat hp-ku. Ada 8 panggilan tidak terjawab dari nomor yang sama. Setelah meletakkan tas, aku menghubungi nomor tersebut dan menjelaskan bahwa tadi aku tengah di perjalanan pulang. Dan ternyata aku lulus dan disuruh datang pukul 09.00 WIB esok hari untuk menjalani Medical Check Up. Yang biayanya ditanggung sendiri sebesar 260rb.
Jum’at, 9 Desember 2016
Keesokan harinya aku menjalani serangkaian Medical Check Up dibagian MCU lantai 2 gedung Selatan yang terdiri dari 10 lantai. Setelah menjalani serangkaian Medical Check Up yaitu pemeriksaan Mulut, Darah, Air Kencing, Rontgen dan tes fisik aku pulang untuk menunggu hasil. Hingga sore hari Hp-ku tidak berdering. Aku menerka-nerka apakah aku memiliki penyakit yang tidak kuketahui? Kuambil Hp ku dari dalam tas, ku buka lipatnya  (samsung lipat dual SIM). Ternyata Hp ku silent dan ada beberapa panggilan tidak terjawab tertera di layar HPku. ‘Oh God. You’re so smart Des’ kutukku pada diri sendiri. Ku tarik nafas dengan asal-asalan dan menghubungi kembali nomor yang tertera, tanpa menjelaskan kenapa aku tidak mengangkat telfon suara diseberang menyuruhku untuk datang besok pagi pukul 09:00 WIB ke Rumah Sakit Awal Bros untuk langsung bekerja “Its so amazing. Thanks God. Alhamdulillah”

Tidak ada komentar: