Penulis
Pertama terimakasiih kepada
Allah SWT yang memberikan saya kesempatan waktu dan kesehatan sehingga bisa
menyelesaikan naskah novel ketiga saya setelah “troublemaker falling in love”
dan “muallaf itu jodohku”, terimakasih kepada kedua orangtuaku Sukarman dan
Martini yang sangat kusayangi, yang telah memberikan dukungan moral dan
material. Yang selalu mengingatkanku untuk terus bersyukur dan dapat
menyelesaikan kuliah tepat waktu, yang menjadi orang nomor satu dihatiku, terimakasih
kepada abangku Rio Chandra yang playboy tapi sangat melindungiku, yang rela
menunda pernikahannya demi menunggu aku tamat dan sarjana, padahal umurnya
sudah pantas menikah (Hmm, kira-kira emang benaran nunggu aku tamat atau emang
ngga ada yang mau sama abangku ya -_- hehehe).
Terimakasih kepada Masku Heri
Fitriadi yang selalu peduli dengan kebutuhanku dan selalu menanyakan kabarku
ketika aku tidak sempat untuk mengabarkan karena kesibukan kuliahku,
terimakasih kepada adikku Muhammad Yogi Prasetyo yang pernah menyelamatkan aku
dari cowok-cowok yang berusaha mendekatiku, dari cowok-cowok ganjen yang hanya
bermain-main dengan hubungan. Dan juga terimakasih kepada sibungsu Alim Satrio
yang super bandel dan susah untuk disuruh masuk MDA. Kalian yang sangat kurindukan.
Terimakasiih teman baikku Septian Odi Pramana yang menginspirasi awal cerita
“my enemy my destiny” yang menjadi tokoh pria utama dalam cerita ‘Amar’ (jangan
salah sangka ya Dy, dulu kita emang bertengkar setiap hari, namun bukan berarti
hatiku sama seperti didalam cerita :D karna endingnya ngga akan pernah sama ).
Selanjutnya terimakasiih kepada kakak pembimbingku dikegiatan liqo’ Dr. Rika
Rahma Dewi yang kepribadian Tari diambil dari kepribadian Dr. Rika (Sungguh kak
Rika , sy sangat tertarik dengan kisah hidup kakak. Hingga kakak bisa seperti
sekarang menjadi seorang dokter, istri dan Ibu dari ‘Umar’ yang paling
membanggakan. I miss you kak). Lalu terimakasih juga kepada sahabatku Fitria
Nirwana yang berperan sebagai Anna dalam novel ini. Aku tidak tau dimana dia
berada sekarang, namun fitria adalah sahabat terbaikku yang akan selalu aku
ingat dalam memori SD ku, kenangan paling indah dan paling berharga yang aku
punya. Seorang sahabat yang tomboy. Yang selalu bersamaku dan melindungiku layaknya
seorang kakak (terimakasih fit, kamu emang tidak melakukan apapun tapi aku
terus merasa nyaman dengan hanya berada didekatmu).
Terimakasih untuk
teman-teman SDku (Tria, Iqbal, Dini, Azlan, Winda, Ari, Yuli, Tia, Ipat, Dayat
dan teman-teman lainnya yang aku lupa -_- hehehe), terimakasih kepada
teman-teman SMPku dikelas 7.9, 8.8, dan 9.9 (Cindy, Yosa, Aryuni, Melly, Annisa,
Anna, dan teman lainnya dikelas 7.9), (terimakasih kepada sahabatku Jam’atur
Rahmah, Yoza, Fatimah (kembaranku), Lusi, Bagus, Bagoes dan yang lainnya),
(terimakasih untuk Tasukejiey, Tika+Arif, Putri, yuni), terimakasih untuk
teman-temanku di SMA kelas X.10, XI Ipa 4, dan XII Ipa4 (kepada
sahabat-sahabatku Milsyainda (Milla, Lisa, Ai, Maya, Wanda, Uthi, Robi, Deni,
Fauzan dan yang lainnya), (terimakasih kepada Jam’atur Rahma (lagi), Maya,
Dian, Ulvia, Anggun, Irena, Winda, Windi, Medya+Riyandi, Oo, Dina+Bill, Joggi
dan yang lain-lainnya yang sangat kompak kalau dikelas (kompak ngga yah?.....)
terimakasihh ya teman-temanku warga paVier semuanya), terimakasih untuk kak
Yendri Ikhlas Fernando, Heri Yanto Wardhani, Gilang, kak Syahrul, Andryzha, Yasyah Prasetyo.
Terimakasih kepada teman-temanku dijurusan Sistem Informasi UIN
SUSKA RIAU angkatan ’12 khususnya yang ada dikelas IB, yang menginspirasi aku
untuk bisa sukses dan belajar terus sampai paham (Linda, Aisyah, Dewi, Maru,
Mita, Mira, Bg Tria, Rian, Adul, Rio, Pebri, Imam, Syarif, Ikbal, Nover, Nofri,
Mae, Lele, Yuyun, Jeri dan semuanya), terimakasih juga terkhusus untuk teman
sekamarku di kost Metasari Yulisa, dan teman kost lainnya Kak Ririn, Kak Lia,
Kak Siti, Tek Ana, Tari, Ika, Vera, Neti, Kak Sari, Hasni, Nisa, Kak Lilis, dan
Kak Reni.
Terimakasih buat Saudara-saudaraku di BEM FST UIN SUSKA yang paling kubanggakan, kakanda Muhammad Yuliandri, Muhammad Fahrozi, Yoga Mahardika, M. Fadillah Ersyad, Hermawanto, Aszani, Rizki Ananda dan yang lain lain.
Terimakasih juga buat Bagus Santoso dan kawan-kawan, Hakimi Arif, Ikbal Irfan, Zulham Affandi, Muhammad Ilham Oloan Nasution, Suci Sukma Wardani)
14
tahun yang lalu
Aku masih saja suka
menjahili, mengerjai dan membuatnya menangis. Cowok yang aku tau anak mami itu
ternyata pagi ini datang bersama bodyguard nya, siapa lagi kalau bukan mama
nya. Mengenakan seragam merah putih yang aku tau pasti pagi tadi mamanya yang
memakaikan seragam itu, bersama sebotol air minum dan juga pasti ada kotak nasi
yang disediakan mamanya agar dia tidak jajan lagi disekolah. Alasannya sih
sederhana biar sehat (sehat apa ngirit ya tante?).
Pagi itu seperti biasanya dia
diantar menggunakan vespa kesayangan mama nya yang selalu dipakai untuk
mengantarkannya. Pagi itu panas sekali memang sampai mamanya mengembangkan
payung dan mengantarkan anaknya sampai pintu kelas. Aku berkata dalam hati, aku
rasa mama nya ini harus pakai kacamata. Atau mamanya masih belum sadar kalau
anaknya sudah hampir duduk dibangku SMP.
Dia menyalami dan mencium punggung
tangan mama nya seperti biasa, sudah hampir 6 tahun aku melihat pemandangan
yang seperti itu. Aku memperhatikannya dari tempat dudukku yang biasa, dikantin
SD ku. Walaupun hanya makanan sederhana yang ada disana tapi kantin ini adalah
tempat favorite ku karna aku sering makan nggak bayar disini, cukup dengan
melihat adik junior makan lalu mereka akan memberikan uang jajannya. Walaupun
hanya Rp. 100,- tapi kalau ada 20 orang yang sedang makan aku bisa membeli
banyak makanan (eh, tapi aku bukan mengompas mereka. Karna aku nggak pernah
meminta mereka yang memberikan. Aku sering menolak karna kasihan tapi mereka
ikhlas memberi begitu kata mereka)
Aku masih duduk bersama sahabatku
Anna, dia terkenal dengan cewek yang sangat tomboy. Bagaimana tidak lihat saja
penampilannya yang nggak jauh beda dengan teman cowokku yang lain, hanya saja
dia mengenakan rok. Beberapa menit kemudian aku beranjak dari tempatku karna
Anna menarik tanganku menandakan lonceng sekolahku telah berbunyi. Yang
mengherankan kenapa aku tidak mendengarnya “sial” rutukku dalam hati “gara-gara
memperhatikan ‘sianak manja’ itu aku sampai lupa kalau hari ini hari upacara
bendera mana aku kan nggak punya dasi, tadi pagi rencanaku adalah meminjamnya
sama adik yang masih kelas satu karna nggak mungkin guru akan menghukum murid
yang masih duduk dibangku kelas satu hanya karna tidak membawa dasi dan topi.
Tapi terlambat Buk Linda guru yang
memang bertugas memeriksa perlengkapan upacara melihatku tanpa dasi dan topi,
lalu aku dan sahabatku Anna dipanggil dan mendapatkan sarapan pagi ketika itu.
Berdiri berbarengan sama kepala sekolah dan dipandang puluhan siswa yang
merupakan teman sekelas dan adik kelas ku. Kalau sahabatku memang langganan
setiap upacara bendera selalu dihukum berdiri disamping kepala sekolah, makanya
ketika dia ditempatkan di ‘tempat biasa’ nya ia hanya tersenyum seakan bangga atas
‘prestasi’ nya. Kalau aku, ini adalah pengalaman pertamaku karna walaupun aku
bandel aku adalah murid berprestasi dan patuh pada peraturan sekolah. Tentang
dasi dan topi ini ada alasan pribadi kenapa aku tidak mau menggunakannya.
Kulihat dari barisan dikelasku tidak
dapat aku percayai karna aku melihat si ‘anak mami’ itu yang badannya gendut
juga tengah dipanggil sama Buk Linda karna tidak membawa perlengkapan upacara.
Aku mengucek mataku untuk memastikannya. Padahal tadi pagi aku sangat-sangat
jelas melihat dia mengenakan pakaian lengkap, lalu siapa yang meminjam punya
nya? Adakah anak yang bisa membuatnya takut selain aku dan Anna?
Si anak mami itu berdiri disampingku
sambil menundukkan kepala nya, aku melihatnya terus sampai aku disadarkan oleh
suara Anna yang mengatakan bahwa aku purak-purak sakit saja untuk menghindari
hukuman, karna apabila aku beralasan aku sedang sakit kepada guru-guru bisa
dipastikan akan percaya karna aku bukanlah murid yang sering bohong apalagi
banyak guru yang menyayangku karna aku adalah teladan bagi murid tidak mampu
lain yang bisa berprestasi meskipun aku tidak pernah membeli buku pelajaran,
bahkan aku tidak mengeluarkan dana untukku sekolah. Setiap tahun aku selalu
mendapatkan buku hadiah juaraku dan juga pemberian orangtua teman-temanku dan
juga guru yang mengerti keadaanku dan buku itu bahkan berlebih jika aku pakai
sendiri.
‘tidak,
aku tidak mau berbohong karna jika aku ketahuan tidak sakit maka hancurlah nama
baikku yang selama ini menjadi kebanggan ibu dan bapakku’
Guru yang melihatku berdiri mungkin
merasa tidak percaya, beberapa dari mereka memanggil namaku untuk memastikan
apa benar bahwa itu diriku. ‘maaf buk, pak pasti kalian kecewa denganku mulai
hari ini’ ucapku dalam hati. “Tari, kamu kenapa? Apa kamu sakit sampai lupa
membawa dasi dan topimu?” Tanya seorang guru padaku. “maaf Buk tadi malam saya
lupa memeriksa perlengkapan saya” Jawabku, karna memang benar aku tidak pernah
memeriksa perlengkapan di malam hari selalu pagi hari setelah shalat subuh
Seorang guru yang sangat menyayangku
mengatakan “yasudah, kamu tiduran saja di UKS ibuk anggap kamu sakit”. “apa
boleh Buk?” tanya ku pada Buk Ati. “Boleh, nantik ibuk yang jamin” jawab Buk
Ati pasti . aku lalu berjalan menuju UKS mengikuti Buk Ati yang mengantarkanku.
Aku mendengarkan pelaksanaan upacara dari UKS yang letaknya nggak jauh dari
lapangan upacara. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan Dokter Kecil
disekolahku yang tengah membopong temanku si ‘anak mami’ itu. Kulihat wajahnya
telah putih pucat, secepat mungkin aku beranjak dari tempat tidur diruangan itu
karna hanya ada satu tempat tidur di UKS sekolahku. Lalu aku bersigap untuk mengambil
minyak angin dan berlari kekantor dan membuatkan secangkir teh hangat untuknya.
‘kenapa
dia sampai pingsan begitu’ fikirku.
Lalu
dengan cepat kubawa cangkir teh itu ke UKS.
Sesampainya aku di UKS aku lihat dia
masih belum sadar dan sedang berbaring, lalu aku letakkan cangkir teh itu
diatas meja disamping tempat tidurnya dan kucari obat sakit kepala di kotak
obat sementara petugas Dokter kecil disekolahku yang tadi membopongnya sudah
beranjak dan berjaga di lapangan upacara.
‘sial,
kenapa disaat seperti ini obatnya malah habis?’ ucapku mengumpat.
Kurogoh saku rokku terdapat
uang 500 yang diberikan bapak tadi pagi untuk sarapanku.
‘ah,
nggak usah jajan hari ini’ fikirku cepat lalu aku berlari kewarung dekat
sekolah dan membeli obat. Tapi setelah beberapa warung kudatangi tidak satupun
yang punya obat yang kuinginkan. Akhirnya kuputuskan kesebuah warung yang
pemiliknya memelihara Anjing, kunekat saja walaupun aku sangat takut sama hewan
yang satu itu. Allah menyelamatkanku karna Dia tau aku akan menolong temanku
yang sering sekali menjadi bahan tertawaanku, mungkin inilah saatnya aku
membalasnya dengan kebaikan, syukurlah di warung itu ada obat yang kucari.
Upacara belum juga usai, aku telah
lelah dan nafasku sersengal-sengal. Sesampainya di UKS aku melihat si ‘anak
mami’ itu telah sadarkan diri dan meneguk teh hangat yang tadi kubuat. Lalu ia
berhenti meminumnya ketika aku datang membawa obat untuknya dan menyerahkan
padanya.
“kenapa
bisa pingsan bukankah mamamu telah memberikanmu sarapan pagi, kenapa masih
pingsan juga? Merepotkan orang saja” ucapku padanya dengan nada tinggi ditengah
kelelahanku.
Ia menundukkan kepalanya
takut menatapku (itulah kebiasaannya).
“terimakasih,
tapi kenapa kamu mau mencarikan obat untukku? Bukankah kamu membenciku?”
tanyanya tanpa menatapku.
“tentu
saja karna aku tidak mau kamu sakit, kalau kamu sakit tentu aku tidak punya
bahan yang akan menghilangkan sakit kepalaku” jawabku ketus.
Dia menelan obat yang kuberikan
padanya dan meminum teh yang kubuat tadi.
“Tari,
terimakasih ya” ulangnya kini dia menatapku dan tersenyum.
–Glek, ini kali pertama dia
menatapku dan tersenyum biasanya ketika aku mengejeknya dia selalu menunduk
takut.
Upacara telah usai dan aku kembali
kekelas sementara si ‘anak mami’ itu masih istirahat di ruang UKS menurutku
sebentar lagi mamanya akan menjemputnya dan membawanya pulang. Pelajaran akan
dimulai ketika aku terdiam melihat dasi dan topi ada didalam tasku. Aku sangat
tau itu bukan milikku lalu punya siapa ini, lama ku fikir akhirnya aku
menyadari bahwa itu milik si ‘anak mami’ karna dasinya yang masih baru dan
punya cowok. ‘kenapa dia meminjamkannya padaku, kalau dia tidak meletakkan dasi
dan topi ini di tasku pasti dia tidak akan dihukum dan tidak akan berdiri
berdampingan dengan kepala sekolah karna tempat kepala sekolah sangat panas,
sementara daerah upacara kelas 6 teduh disamping kelas yang melindungi dari
terik matahari dan dia pasti tidak akan pingsan’ tanyaku dalam hati.
Pelajaran telah usai tapi si ‘anak
mami’ itu masih belum kembali kekelas , dia pasti ketiduran dan mamanya pasti
tidak menjemputnya karna tasnya masih ada dikelas sampai detik ini. Aku
beranjak dari tempat dudukku, tapi aku lupa tentang dasi dan topi yang masih
ada didalam tasku sampai aku jalan pulang. Ditengah jalan mamanya bersama
vespanya yang sangat kukenal bertanya tentang anaknya
“Tari,
Anna, mana Amar?” Tanya si mami
“Dia
masih disekolah mi” jawabku (aku memanggil mamanya dengan sebutan mami karna
untuk mengejeknya yang anak mami tapi mamanya menganggap itu panggilan akrabku
untuknya).
Ketika aku akan mengatakan
bahwa Amar pingsan disekolah tiba-tiba sigendut itu sudah ada disebelahku dan
Anna sambil mengatur nafas karena habis berlari.
“Mi,
ayok pulang” katanya sambil duduk dibangku belakang vespa mamanya. Lalu
melambaikan tangan padaku ‘sejak kapan dia berani bersikap seperti orang yang
akrab padaku?’ tanyaku dalam hati lalu melangkah pulang bersama Anna yang
tampak acuh tak acuh.
Upacara berikutnya aku memakai topi
dan dasi yang aku yakin itu pemberiannya, aku juga melihat dia membeli dasi dan
topi yang baru. Sejak kejadian itu aku tidak lagi mengejeknya dengan ucapan
yang terlalu kelewatan hanya sekedarnya saja tidak sampai membuatnya menangis
karna aku merasa berhutang atas pertolongannya aku tidak harus mencari adik
junior yang mau meminjamkan dasi dan topinya untukku.
Ketika di MDA aku dan beberapa teman
yang bertugas untuk membantu guru ngaji mengajar adik-adik di kelas TPA. Karna
MDA itu kekurangan tenaga pengajar, juga karna aku hanya tinggal mengikuti
ujian akhir MDA untuk mendapatkan ijazah MDA.
Ujian sekolah telah berlalu dan kami
diliburkan, ujian MDA dilaksanakan hari ini ketika ujian membaca al-qur’an aku
tercengang dengan suara dan kelihaiannya mengajikan berirama al-qur’an
tersebut. Dia si ‘anak mami’ yang selalu ku ejek dengan sebutan ‘badak buncit’.
2 komentar:
ciyee kak desi, ada nama sani disana :D
nyesal masukin nama sani, kalau tau sani stalker kakak gak jadi masukin deh :p
makasih udah baca @>>--
Posting Komentar