My Enemy My Destiny (1)

Penulis

Pertama terimakasiih kepada Allah SWT yang memberikan saya kesempatan waktu dan kesehatan sehingga bisa menyelesaikan naskah novel ketiga saya setelah “troublemaker falling in love” dan “muallaf itu jodohku”, terimakasih kepada kedua orangtuaku Sukarman dan Martini yang sangat kusayangi, yang telah memberikan dukungan moral dan material. Yang selalu mengingatkanku untuk terus bersyukur dan dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu, yang menjadi orang nomor satu dihatiku, terimakasih kepada abangku Rio Chandra yang playboy tapi sangat melindungiku, yang rela menunda pernikahannya demi menunggu aku tamat dan sarjana, padahal umurnya sudah pantas menikah (Hmm, kira-kira emang benaran nunggu aku tamat atau emang ngga ada yang mau sama abangku ya -_- hehehe).
Terimakasih kepada Masku Heri Fitriadi yang selalu peduli dengan kebutuhanku dan selalu menanyakan kabarku ketika aku tidak sempat untuk mengabarkan karena kesibukan kuliahku, terimakasih kepada adikku Muhammad Yogi Prasetyo yang pernah menyelamatkan aku dari cowok-cowok yang berusaha mendekatiku, dari cowok-cowok ganjen yang hanya bermain-main dengan hubungan. Dan juga terimakasih kepada sibungsu Alim Satrio yang super bandel dan susah untuk disuruh masuk MDA. Kalian yang sangat kurindukan.
Terimakasiih teman baikku Septian Odi Pramana yang menginspirasi awal cerita “my enemy my destiny” yang menjadi tokoh pria utama dalam cerita ‘Amar’ (jangan salah sangka ya Dy, dulu kita emang bertengkar setiap hari, namun bukan berarti hatiku sama seperti didalam cerita :D karna endingnya ngga akan pernah sama ). Selanjutnya terimakasiih kepada kakak pembimbingku dikegiatan liqo’ Dr. Rika Rahma Dewi yang kepribadian Tari diambil dari kepribadian Dr. Rika (Sungguh kak Rika , sy sangat tertarik dengan kisah hidup kakak. Hingga kakak bisa seperti sekarang menjadi seorang dokter, istri dan Ibu dari ‘Umar’ yang paling membanggakan. I miss you kak). Lalu terimakasih juga kepada sahabatku Fitria Nirwana yang berperan sebagai Anna dalam novel ini. Aku tidak tau dimana dia berada sekarang, namun fitria adalah sahabat terbaikku yang akan selalu aku ingat dalam memori SD ku, kenangan paling indah dan paling berharga yang aku punya. Seorang sahabat yang tomboy. Yang selalu bersamaku dan melindungiku layaknya seorang kakak (terimakasih fit, kamu emang tidak melakukan apapun tapi aku terus merasa nyaman dengan hanya berada didekatmu).
Terimakasih untuk teman-teman SDku (Tria, Iqbal, Dini, Azlan, Winda, Ari, Yuli, Tia, Ipat, Dayat dan teman-teman lainnya yang aku lupa -_- hehehe), terimakasih kepada teman-teman SMPku dikelas 7.9, 8.8, dan 9.9 (Cindy, Yosa, Aryuni, Melly, Annisa, Anna, dan teman lainnya dikelas 7.9), (terimakasih kepada sahabatku Jam’atur Rahmah, Yoza, Fatimah (kembaranku), Lusi, Bagus, Bagoes dan yang lainnya), (terimakasih untuk Tasukejiey, Tika+Arif, Putri, yuni), terimakasih untuk teman-temanku di SMA kelas X.10, XI Ipa 4, dan XII Ipa4 (kepada sahabat-sahabatku Milsyainda (Milla, Lisa, Ai, Maya, Wanda, Uthi, Robi, Deni, Fauzan dan yang lainnya), (terimakasih kepada Jam’atur Rahma (lagi), Maya, Dian, Ulvia, Anggun, Irena, Winda, Windi, Medya+Riyandi, Oo, Dina+Bill, Joggi dan yang lain-lainnya yang sangat kompak kalau dikelas (kompak ngga yah?.....) terimakasihh ya teman-temanku warga paVier semuanya), terimakasih untuk kak Yendri Ikhlas Fernando, Heri Yanto Wardhani, Gilang, kak Syahrul, Andryzha, Yasyah Prasetyo.
Terimakasih kepada teman-temanku dijurusan Sistem Informasi UIN SUSKA RIAU angkatan ’12 khususnya yang ada dikelas IB, yang menginspirasi aku untuk bisa sukses dan belajar terus sampai paham (Linda, Aisyah, Dewi, Maru, Mita, Mira, Bg Tria, Rian, Adul, Rio, Pebri, Imam, Syarif, Ikbal, Nover, Nofri, Mae, Lele, Yuyun, Jeri dan semuanya), terimakasih juga terkhusus untuk teman sekamarku di kost Metasari Yulisa, dan teman kost lainnya Kak Ririn, Kak Lia, Kak Siti, Tek Ana, Tari, Ika, Vera, Neti, Kak Sari, Hasni, Nisa, Kak Lilis, dan Kak Reni.
Terimakasih buat Saudara-saudaraku di BEM FST UIN SUSKA yang paling kubanggakan, kakanda Muhammad Yuliandri, Muhammad Fahrozi, Yoga Mahardika, M. Fadillah Ersyad, Hermawanto, Aszani, Rizki Ananda dan yang lain lain.
Terimakasih juga buat Bagus Santoso dan kawan-kawan, Hakimi Arif, Ikbal Irfan, Zulham Affandi, Muhammad Ilham Oloan Nasution, Suci Sukma Wardani) 






14 tahun yang lalu
Aku masih saja suka menjahili, mengerjai dan membuatnya menangis. Cowok yang aku tau anak mami itu ternyata pagi ini datang bersama bodyguard nya, siapa lagi kalau bukan mama nya. Mengenakan seragam merah putih yang aku tau pasti pagi tadi mamanya yang memakaikan seragam itu, bersama sebotol air minum dan juga pasti ada kotak nasi yang disediakan mamanya agar dia tidak jajan lagi disekolah. Alasannya sih sederhana biar sehat (sehat apa ngirit ya tante?).
Pagi itu seperti biasanya dia diantar menggunakan vespa kesayangan mama nya yang selalu dipakai untuk mengantarkannya. Pagi itu panas sekali memang sampai mamanya mengembangkan payung dan mengantarkan anaknya sampai pintu kelas. Aku berkata dalam hati, aku rasa mama nya ini harus pakai kacamata. Atau mamanya masih belum sadar kalau anaknya sudah hampir duduk dibangku SMP.
            Dia menyalami dan mencium punggung tangan mama nya seperti biasa, sudah hampir 6 tahun aku melihat pemandangan yang seperti itu. Aku memperhatikannya dari tempat dudukku yang biasa, dikantin SD ku. Walaupun hanya makanan sederhana yang ada disana tapi kantin ini adalah tempat favorite ku karna aku sering makan nggak bayar disini, cukup dengan melihat adik junior makan lalu mereka akan memberikan uang jajannya. Walaupun hanya Rp. 100,- tapi kalau ada 20 orang yang sedang makan aku bisa membeli banyak makanan (eh, tapi aku bukan mengompas mereka. Karna aku nggak pernah meminta mereka yang memberikan. Aku sering menolak karna kasihan tapi mereka ikhlas memberi begitu kata mereka)
            Aku masih duduk bersama sahabatku Anna, dia terkenal dengan cewek yang sangat tomboy. Bagaimana tidak lihat saja penampilannya yang nggak jauh beda dengan teman cowokku yang lain, hanya saja dia mengenakan rok. Beberapa menit kemudian aku beranjak dari tempatku karna Anna menarik tanganku menandakan lonceng sekolahku telah berbunyi. Yang mengherankan kenapa aku tidak mendengarnya “sial” rutukku dalam hati “gara-gara memperhatikan ‘sianak manja’ itu aku sampai lupa kalau hari ini hari upacara bendera mana aku kan nggak punya dasi, tadi pagi rencanaku adalah meminjamnya sama adik yang masih kelas satu karna nggak mungkin guru akan menghukum murid yang masih duduk dibangku kelas satu hanya karna tidak membawa dasi dan topi.
            Tapi terlambat Buk Linda guru yang memang bertugas memeriksa perlengkapan upacara melihatku tanpa dasi dan topi, lalu aku dan sahabatku Anna dipanggil dan mendapatkan sarapan pagi ketika itu. Berdiri berbarengan sama kepala sekolah dan dipandang puluhan siswa yang merupakan teman sekelas dan adik kelas ku. Kalau sahabatku memang langganan setiap upacara bendera selalu dihukum berdiri disamping kepala sekolah, makanya ketika dia ditempatkan di ‘tempat biasa’ nya ia hanya tersenyum seakan bangga atas ‘prestasi’ nya. Kalau aku, ini adalah pengalaman pertamaku karna walaupun aku bandel aku adalah murid berprestasi dan patuh pada peraturan sekolah. Tentang dasi dan topi ini ada alasan pribadi kenapa aku tidak mau menggunakannya.
            Kulihat dari barisan dikelasku tidak dapat aku percayai karna aku melihat si ‘anak mami’ itu yang badannya gendut juga tengah dipanggil sama Buk Linda karna tidak membawa perlengkapan upacara. Aku mengucek mataku untuk memastikannya. Padahal tadi pagi aku sangat-sangat jelas melihat dia mengenakan pakaian lengkap, lalu siapa yang meminjam punya nya? Adakah anak yang bisa membuatnya takut selain aku dan Anna?
            Si anak mami itu berdiri disampingku sambil menundukkan kepala nya, aku melihatnya terus sampai aku disadarkan oleh suara Anna yang mengatakan bahwa aku purak-purak sakit saja untuk menghindari hukuman, karna apabila aku beralasan aku sedang sakit kepada guru-guru bisa dipastikan akan percaya karna aku bukanlah murid yang sering bohong apalagi banyak guru yang menyayangku karna aku adalah teladan bagi murid tidak mampu lain yang bisa berprestasi meskipun aku tidak pernah membeli buku pelajaran, bahkan aku tidak mengeluarkan dana untukku sekolah. Setiap tahun aku selalu mendapatkan buku hadiah juaraku dan juga pemberian orangtua teman-temanku dan juga guru yang mengerti keadaanku dan buku itu bahkan berlebih jika aku pakai sendiri.
            ‘tidak, aku tidak mau berbohong karna jika aku ketahuan tidak sakit maka hancurlah nama baikku yang selama ini menjadi kebanggan ibu dan bapakku’
            Guru yang melihatku berdiri mungkin merasa tidak percaya, beberapa dari mereka memanggil namaku untuk memastikan apa benar bahwa itu diriku. ‘maaf buk, pak pasti kalian kecewa denganku mulai hari ini’ ucapku dalam hati. “Tari, kamu kenapa? Apa kamu sakit sampai lupa membawa dasi dan topimu?” Tanya seorang guru padaku. “maaf Buk tadi malam saya lupa memeriksa perlengkapan saya” Jawabku, karna memang benar aku tidak pernah memeriksa perlengkapan di malam hari selalu pagi hari setelah shalat subuh
            Seorang guru yang sangat menyayangku mengatakan “yasudah, kamu tiduran saja di UKS ibuk anggap kamu sakit”. “apa boleh Buk?” tanya ku pada Buk Ati. “Boleh, nantik ibuk yang jamin” jawab Buk Ati pasti . aku lalu berjalan menuju UKS mengikuti Buk Ati yang mengantarkanku. Aku mendengarkan pelaksanaan upacara dari UKS yang letaknya nggak jauh dari lapangan upacara. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan Dokter Kecil disekolahku yang tengah membopong temanku si ‘anak mami’ itu. Kulihat wajahnya telah putih pucat, secepat mungkin aku beranjak dari tempat tidur diruangan itu karna hanya ada satu tempat tidur di UKS sekolahku. Lalu aku bersigap untuk mengambil minyak angin dan berlari kekantor dan membuatkan secangkir teh hangat untuknya.
‘kenapa dia sampai pingsan begitu’ fikirku.
Lalu dengan cepat kubawa cangkir teh itu ke UKS.
            Sesampainya aku di UKS aku lihat dia masih belum sadar dan sedang berbaring, lalu aku letakkan cangkir teh itu diatas meja disamping tempat tidurnya dan kucari obat sakit kepala di kotak obat sementara petugas Dokter kecil disekolahku yang tadi membopongnya sudah beranjak dan berjaga di lapangan upacara.
‘sial, kenapa disaat seperti ini obatnya malah habis?’ ucapku mengumpat.
Kurogoh saku rokku terdapat uang 500 yang diberikan bapak tadi pagi untuk sarapanku.
‘ah, nggak usah jajan hari ini’ fikirku cepat lalu aku berlari kewarung dekat sekolah dan membeli obat. Tapi setelah beberapa warung kudatangi tidak satupun yang punya obat yang kuinginkan. Akhirnya kuputuskan kesebuah warung yang pemiliknya memelihara Anjing, kunekat saja walaupun aku sangat takut sama hewan yang satu itu. Allah menyelamatkanku karna Dia tau aku akan menolong temanku yang sering sekali menjadi bahan tertawaanku, mungkin inilah saatnya aku membalasnya dengan kebaikan, syukurlah di warung itu ada obat yang kucari.
            Upacara belum juga usai, aku telah lelah dan nafasku sersengal-sengal. Sesampainya di UKS aku melihat si ‘anak mami’ itu telah sadarkan diri dan meneguk teh hangat yang tadi kubuat. Lalu ia berhenti meminumnya ketika aku datang membawa obat untuknya dan menyerahkan padanya.
“kenapa bisa pingsan bukankah mamamu telah memberikanmu sarapan pagi, kenapa masih pingsan juga? Merepotkan orang saja” ucapku padanya dengan nada tinggi ditengah kelelahanku.
Ia menundukkan kepalanya takut menatapku (itulah kebiasaannya).
“terimakasih, tapi kenapa kamu mau mencarikan obat untukku? Bukankah kamu membenciku?” tanyanya tanpa menatapku.
“tentu saja karna aku tidak mau kamu sakit, kalau kamu sakit tentu aku tidak punya bahan yang akan menghilangkan sakit kepalaku” jawabku ketus.
Dia menelan obat yang kuberikan padanya dan meminum teh yang kubuat tadi.
“Tari, terimakasih ya” ulangnya kini dia menatapku dan tersenyum.
–Glek, ini kali pertama dia menatapku dan tersenyum biasanya ketika aku mengejeknya dia selalu menunduk takut.
            Upacara telah usai dan aku kembali kekelas sementara si ‘anak mami’ itu masih istirahat di ruang UKS menurutku sebentar lagi mamanya akan menjemputnya dan membawanya pulang. Pelajaran akan dimulai ketika aku terdiam melihat dasi dan topi ada didalam tasku. Aku sangat tau itu bukan milikku lalu punya siapa ini, lama ku fikir akhirnya aku menyadari bahwa itu milik si ‘anak mami’ karna dasinya yang masih baru dan punya cowok. ‘kenapa dia meminjamkannya padaku, kalau dia tidak meletakkan dasi dan topi ini di tasku pasti dia tidak akan dihukum dan tidak akan berdiri berdampingan dengan kepala sekolah karna tempat kepala sekolah sangat panas, sementara daerah upacara kelas 6 teduh disamping kelas yang melindungi dari terik matahari dan dia pasti tidak akan pingsan’ tanyaku dalam hati.
            Pelajaran telah usai tapi si ‘anak mami’ itu masih belum kembali kekelas , dia pasti ketiduran dan mamanya pasti tidak menjemputnya karna tasnya masih ada dikelas sampai detik ini. Aku beranjak dari tempat dudukku, tapi aku lupa tentang dasi dan topi yang masih ada didalam tasku sampai aku jalan pulang. Ditengah jalan mamanya bersama vespanya yang sangat kukenal bertanya tentang anaknya
“Tari, Anna, mana Amar?” Tanya si mami
“Dia masih disekolah mi” jawabku (aku memanggil mamanya dengan sebutan mami karna untuk mengejeknya yang anak mami tapi mamanya menganggap itu panggilan akrabku untuknya).
Ketika aku akan mengatakan bahwa Amar pingsan disekolah tiba-tiba sigendut itu sudah ada disebelahku dan Anna sambil mengatur nafas karena habis berlari.
“Mi, ayok pulang” katanya sambil duduk dibangku belakang vespa mamanya. Lalu melambaikan tangan padaku ‘sejak kapan dia berani bersikap seperti orang yang akrab padaku?’ tanyaku dalam hati lalu melangkah pulang bersama Anna yang tampak acuh tak acuh.
            Upacara berikutnya aku memakai topi dan dasi yang aku yakin itu pemberiannya, aku juga melihat dia membeli dasi dan topi yang baru. Sejak kejadian itu aku tidak lagi mengejeknya dengan ucapan yang terlalu kelewatan hanya sekedarnya saja tidak sampai membuatnya menangis karna aku merasa berhutang atas pertolongannya aku tidak harus mencari adik junior yang mau meminjamkan dasi dan topinya untukku.
            Ketika di MDA aku dan beberapa teman yang bertugas untuk membantu guru ngaji mengajar adik-adik di kelas TPA. Karna MDA itu kekurangan tenaga pengajar, juga karna aku hanya tinggal mengikuti ujian akhir MDA untuk mendapatkan ijazah MDA.
            Ujian sekolah telah berlalu dan kami diliburkan, ujian MDA dilaksanakan hari ini ketika ujian membaca al-qur’an aku tercengang dengan suara dan kelihaiannya mengajikan berirama al-qur’an tersebut. Dia si ‘anak mami’ yang selalu ku ejek dengan sebutan ‘badak buncit’.

2 komentar:

aszani mengatakan...

ciyee kak desi, ada nama sani disana :D

mbakeshy mengatakan...

nyesal masukin nama sani, kalau tau sani stalker kakak gak jadi masukin deh :p
makasih udah baca @>>--