Chapter V
APRIL
“Ha? Gila kamu ya. Aku tidak semurah itu hanya dengan
sepotong ayam bakar” ucapnya dengan nada tinggi, aku sampai kaget dibuatnya.
Kupandang ke arahnya yang menyilangkan kedua tangannya didada. Kusadari apa
yang kuucapkan barusan “kehotel aja ya” duh----,
“Bukan, maksudnya bukan kita cik” kupanggil ia dengan
sebutan ‘cik’ sespontan itu. Hingga alam bawah sadarku sekian detik lamanya
merasa sangat akrab dengan wanita di sebelahku
Ia tidak menjawab apa-apa, masih dengan posisi
menyilangkan tangan didada dan duduk menjauh dariku. “Maksud mas, kos kamu kan
kosong gitu. Kamu nginap di hotel aja nanti mas yang bayarin sampai teman-teman
kos kamu dateng. Sendiri gitu mas gak tega” kalimatku mengalir begitu saja,
tanpa pikir panjang. Ada sebuah kata kunci yang janggal disana ‘bayarin’. Untuk
menghilangkan kesepiannya aku harus membayar total jumlah kamar untuknya
menginap? Benarkah? Bukan karna aku tidak memiliki sejumlah itu. Tetapi karna
tidak dapat diterima oleh akal sehatku bahwa aku harus mengeluarkan jumlah
segitu besar untuk perempuan yang tidak kuanggap sebelumnya
“Tidak usah masbim. Esi udah biasa di kos sesepi itu,
rasanya nyaman” ucapnya. Masbim. Ya,
mungkin itu panggilan yang ia yakinkan pas untukku. Kuterima saja, tanpa
embel-embel.
“Yaudah kalau kamu memang yakin”
DESEMBER
Perjalanan pulang dari
sukajadi ke panam tidak begitu terasa, lelaki disebelahku ini menyetir dengan
penuh ketenangan. Tidak tergesa-gesa. Sesekali kulihat ekspesi kesalnya pada
apa yang ia lihat didepannya. Sebuah pemandangan muda-mudi dengan kecepatan
pegangan melebihi kecepatan motornya. Kulihat ia bergidik, menyeramkan.
Sesampainya di depan kos, ia turun. Membukakan pintu persis seperti di film film yang sering
kutonton. Ini bagian paling indah yang ingin selalu ku ulang. Lagi, lagi dan
lagi. “langsung tidur ya, nanti kalau ada apa-apa kamu telfon mas” ucapnya
“Sip pabos” jawabku secepat mungkin
Kini aku merasa bahwa kaisar dihadapanku tengah berbaur
bersama: jelata dan merakyat. Aku tak perlu lagi memandang ke atas atau dia
memandang kebawah untuk memastikan pembicaraan. Lelaki ini sudah lebih lunak
dan baik hati.
APRIL
Pukul 01:07 aku memasuki pagar rumah. Sebagian lampu
sudah padam, pasti mama dan mbak mina sudah tidur. “baguslah” fikirku. Bukan
hal yang baik untuk mama masih terjaga hingga jam segini
Setelah memarkirkan mobil di garage, aku masuk ke ruang
tengah. Lampu nya sudah padam. Kuputuskan untuk mampir didapur mengambil
segelas air dan membawa kekamar.
Kulirik sekilas kamar mama. Dari ventilasi udara kulihat
lampu kamar mama padam. Mungkin sudah tidur. Lalu aku langsung melangkah menuju
kamar tidurku. Baru selangkah memasuki kamar, langkahku terhenti. Sesosok
wanita paruh baya dengan wajah cantik, bersih terawat tengah dengan sangat
pulas tidur diatas ranjangku. Wanita itu: Mama.
Tidak pernah mama tidur di tempat tidurku dengan sangat
pulas seperti itu. Pasti mama menungguku hingga lelah dan tertidur. Ada rasa
bersalah hinggap beberapa detik dalam hatiku. Kubalikkan badan menuju ruang
tengah, sebaiknya tidak membangunkan mama dan tidur di sofa saja.
Sebuah line masuk ke hp ku ketika aku baru saja
meletakkan gelas bekas minumku di meja dekat sofa. “terimakasih atas
traktirannya mas. Selamat malam”. Dari wanita itu. “ya, terimakasih juga sudah
menemani makan malam ini. Selamat tidur” balasku
Sudah sangat lama aku tidak melakukan rutinitas sesepele
itu. Menyapa “selamat malam dan selamat tidur” bagian yang kuanggap tidak
bermanfaat, membuang-buang waktu dan bukan gayaku
...
APRIL
Waktu berlalu tanpa menunggu yang ingin tertinggal. Aku
terus melanjutkan rutinitasku tanpa kendala yang berarti. Beberapa kali aku
teringat dengan wanita yang malam itu memberi cerita berbeda dalam langkah
kehidupanku. Wanita dengan wajah polos dan sepertinya mudah tertipu daya.
Wanita dengan ceplas-ceplos cerita panjang lebar tentang hidupnya. Wanita yang
hingga kini, tak pernah lagi berinteraksi denganku. Hilang bagaikan ditelan
bumi. Wanita itu, benarkah tidak mengingatku?
...
APRIL
Malam benar-benar menjadi hal yang sangat kusuka. Karna
ia sepi, memberikan rasa nyaman, hitam dan gulita. Beberapa keadaan aku benar-benar
hanya ingin menjadi sendiri dalam sepi. Menikmati menjadi diriku tanpa
siapa-siapa.
Beberapa jam lalu aku hampir mengalami kecelakaan motor.
Hampir menabrakkan motorku ke kendaraan roda delapan yang tengah parkir di
perjalanan dari Pekanbaru menuju Duri. Sambil hatiku terus merasa sedih dan
ingin menangis. Lelaki yang selalu hampir kusebut namanya, lelaki yang hampir
setiap hari kuganggu untuk hanya sekedar tau kegiatannya, lelaki yang dengan
banyak janji telah terucap padaku, lelaki yang kuharapkan menjadi pelengkap
sketsa kehidupanku dimasa yang akan datang, lelaki yang hampir selalu kudoakan
menjadi bagian dari rencana besarku dimasa yang akan datang. Hari ini, dengan
sangat mudah ia memaksaku menghapus gambar yang sedang kulukis, melepaskan
jemari yang sedang kugenggam dan memintaku dengan sangat untuk mengubur mimpi
yang tengah kubangun.
Menjadi alasan paling besar kenapa fokusku hilang
dijalanan tadi: beberapa jam yang lalu.
Tangisku meledak tanpa bisa lagi ditahan. Untuk yang
pertama dan satu-satunya lelaki yang bahkan hanya dengan satu kali “salam” bisa
membuatku bahagia menghancurkan segalanya. Ada sesuatu yang benar-benar
mengganjal hatiku. Besar dan tak tertahankan. Sebelum melakukan perjalanan
panjang tadi aku juga bertemu dengannya dan beberapa orang lain dalam acara
reuni Organisasi di Fakultasku. Tak sengaja kulihat galeri di Hpnya, lelaki itu
menyimpan banyak foto wanita lain dengan orang yang sama. Kupaksa otakku
berfikir. Adakah ikatan kami berakhir sebelum ini? Adakah yang salah? Bukan
selama ini ia masih menganggapku ada? Atau hanya aku yang merasa dia
menganggapku ada: sumpah ini aku ngomong sampe blepotan pake banget gitu. HEHE.
Lalu kutemukan jawaban: aku yang salah
APRIL
Mama mengajakku ke Surabaya untuk mengunjungi kak Dilla
dan mas Juna. Tapi ku tolak. Mama tidak bertanya alasannya: tidak seperti
biasanya. Aku berencana ingin mengajak wanita itu makan lagi: ya wanita berbaju
pink berkulit hitam (red: cik). Ku buka Line dan menghubunginya
DESEMBER
Aku sudah bersiap akan menuju
Pekanbaru sesaat setelah menerima pesan singkat Line dari Masbim: Masbim? Sekarang aku sudah lancar memanggil
namanya dengan mudah. Ya lelaki itu mengajakku makan lagi untuk kedua kali.
Tidak kutolak. Bukan berarti aku wanita yang murah diajak jalan oleh pria
bermobil. Aku hanya mengingat aku butuh tempat untuk menghilangkan suntuk dan
patah hatiku.
“Boleh Mas, tapi esi
masih di Duri. Ini mau berangkat ke Pekan” jawabku
“Yaudah, hati-hati. Kalau sudah sampai Pekanbaru kabari”
“Ya” jawabku lagi
“Yaudah, hati-hati. Kalau sudah sampai Pekanbaru kabari”
“Ya” jawabku lagi
APRIL
Aku bersiap ketika ku perkirakan wanita itu sudah sampai
Pekanbaru 4jam setelah dia bilang lewat pesannya akan berangkat
DESEMBER
Aku baru sampai Pekanbaru ketika lelaki itu menelfon.
“Sudah
sampai?”
“Udah. Baru banget”
“Mas kesitu”
“Ngapain?” tanyaku kaget
“Mau ngajak jalan”
“Sekarang?” tanyaku tak habis fikir. Kukira dia akan mengajakku makan malam seperti sebelumnya. Ku liat jam dinding di kamarku 15:42 . “Duh, yaudah esi shalat dan siap-siap dulu”
“Ya” jawabnya singkat
“Udah. Baru banget”
“Mas kesitu”
“Ngapain?” tanyaku kaget
“Mau ngajak jalan”
“Sekarang?” tanyaku tak habis fikir. Kukira dia akan mengajakku makan malam seperti sebelumnya. Ku liat jam dinding di kamarku 15:42 . “Duh, yaudah esi shalat dan siap-siap dulu”
“Ya” jawabnya singkat
APRIL
Kulihat
jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul: 16:21 WIB ketika mobilku parkir didepan
kos berlantai 2 berwarna cream pudar. Ku klakson sekali menandakan bahwa aku
sudah didepan kosnya. 10 menit berlalu, wanita itu tak juga keluar dari kos. Ku
putuskan untuk menghubunginya via telfon.
“Hallo Assalamualaikum” salam dari seberang. Aku tau itu suaranya namun sedikit serak
“Mas udah didepan”
“Ha?” serunya sedikit berteriak: terkejut “Maaf mas, esi tertidur. Tunggu sebentar”
“Ya”jawabku. Tertidur? Hampir tidak dapat kuterima bahwa aku selama 10 menit menunggunya tidur didalam kos nya. Tidak pernah kulakukan sebelumnya. Ada banyak hal berguna yang bisa kukerjakan selama 10 menit jika aku tidak harus menunggu wanita itu tertidur. Ketika fikiranku sedikit jernih dan menerima bahwa mungkin wanita itu merasa lelah karna perjalanan jauh tadi.
“Hallo Assalamualaikum” salam dari seberang. Aku tau itu suaranya namun sedikit serak
“Mas udah didepan”
“Ha?” serunya sedikit berteriak: terkejut “Maaf mas, esi tertidur. Tunggu sebentar”
“Ya”jawabku. Tertidur? Hampir tidak dapat kuterima bahwa aku selama 10 menit menunggunya tidur didalam kos nya. Tidak pernah kulakukan sebelumnya. Ada banyak hal berguna yang bisa kukerjakan selama 10 menit jika aku tidak harus menunggu wanita itu tertidur. Ketika fikiranku sedikit jernih dan menerima bahwa mungkin wanita itu merasa lelah karna perjalanan jauh tadi.
Beberapa menit kemudian wanita itu keluar mengenakan
celana jeans. Baju kaus hitam bertuliskan MACAU dan kemeja biru kotak-kotak
yang tidak kancingnya dibiarkan saja serta jilbab berwana hitam tanpa riasan
wajah. Hanya lipstik merah sedikit. Kupandang ia dengan sedikit bergidik.
Memandang penampilanku dengan celana kantun hitam dan kejema biru. Hampir tidak
sepadan.
“Yok”
ajaknya membuyarkan pandanganku
“Ha. Ya” jawabku sedikit gelagapan karna termenung membayangkan berjalan dengannya
“Ha. Ya” jawabku sedikit gelagapan karna termenung membayangkan berjalan dengannya
DESEMBER
Aku terbangun karna dering telfon dekat sekali di
telingaku
“Halo
Assalamualaikum”
“Mas, Udah didepan” jawab lelaki diseberang
didepan? Fikirku
“Ha?” seruku kemudian. Kutarik kemeja biru yang tergantung dibelakang pintu kemudian menyorong Slinbag dan mengunci pintu kamar. Dan berjalan menuju depan. Aku tau, lelaki ini tidak sama dengan lelaki sebelum-sebelumnya dalam hal menunggu.
“Mas, Udah didepan” jawab lelaki diseberang
didepan? Fikirku
“Ha?” seruku kemudian. Kutarik kemeja biru yang tergantung dibelakang pintu kemudian menyorong Slinbag dan mengunci pintu kamar. Dan berjalan menuju depan. Aku tau, lelaki ini tidak sama dengan lelaki sebelum-sebelumnya dalam hal menunggu.
APRIL
Aku berkendara tanpa suara. Wanita disebelahku juga tanpa
suara. Aku berfikir tentang banyak hal. Tentang ini dan itu. Juga tentang apa
yang ia fikirkan
“Maaf tadi esi tertidur. Mas udah lama sampe ya?”
“Gak masalah. Mas tau kamu lelah”
“Iya, tadi jalanannya macet karna weekend. Udah gitu jalan dari Duri kan Mas tau lubangnya banyak.
Jadi ga berani ngebut”
“Maksudnya?”
“Ya gitu, tadi bawa motornya pelan-pelan. Pas Mas telfon
tadi esi baru sampe banget”
“Kamu bawa motor sendiri?”
“Iya, jadi? Naik ojek?” jawabnya lalu tertawa ngakak
“Ha.. Oo” jawabku kemudian. Tak habis fikirku, wanita
disampingku mengendarai motor selama 4 jam dari Duri ke Pekanbaru sendirian
juga dengan ekspresi setenang itu tanpa rasa takut. Tidak sepertiku yang tidak
pernah berani untuk mengendari motor meskipun beberapa meter. Papa tidak
mengajarkan itu
“Mas yang minta maaf”
“Untuk?”
“Seharusnya Mas biarkan kamu istirahat”
“Yaudah, gapapa kok. Tapi ini berarti boleh belanja?” tanyanya kemudian
“Belanja apa?”
“Sabun” jawabnya datar
“Ya boleh”
“Untuk?”
“Seharusnya Mas biarkan kamu istirahat”
“Yaudah, gapapa kok. Tapi ini berarti boleh belanja?” tanyanya kemudian
“Belanja apa?”
“Sabun” jawabnya datar
“Ya boleh”
Kupandang ke
arahnya ketika ia spontan tertawa terbahak-bahak sesaat setelah ku jawab ‘ya
boleh’, “Kenapa?” Tanyaku penasaran
“Ekspresi Mas lucu. Esi
belik sabun pake uang sendiri aja. Masih ada kok”
“Eh gapapa, Mas aja yang bayarin”
“Jangan gitu. Esi ga mau”
“Gapapa. Mas gak suka di tolak” jawabku sekena nya
“Eh gapapa, Mas aja yang bayarin”
“Jangan gitu. Esi ga mau”
“Gapapa. Mas gak suka di tolak” jawabku sekena nya
Wanita itu
terdiam. Tak lagi bersuara. Aku berfikir adakah
kalimatku yang menyinggungnya?
Sampai di
SKA. Aku berputar mencari parkiran. Hampir penuh. Maklum, Weekend. Fikirku. Setelah dapat kuparkirkan mobilku dan keluar.
Wanita itu langsung menuju pintu masuk Hypermart meninggalkanku dibelakangnya
Kususul
langkahnya. Cepat sekali. Aku berjalan sedikit berlari. Begitu sampai ku raih
tangannya. Ia terkejut dan melepaskan.
“Maaf’ ujarku “Kita ke
dalam dulu. Mas mau cari kemeja” jelasku berharap ia tidak salah paham atas
perlakuanku barusan
“Oh. Iya” jawabnya
singkat
DESEMBER
Begitu turun dari mobil aku langsung berjalan menuju
pintu masuk Hypermart. Ini kali pertamaku hanya beli sabun sampai Hypermart.
Padahal di kedai mamanya Zaskia juga ada. Gak harus sampai Hypermart. Namun aku
tidak lagi berani berkomentar, ku tau satu hal: lelaki itu tak suka di tolak
Beberapa saat kemudian sebuah jemari meraih tanganku, aku
terkejut dan mengibaskan. Tiba-tiba terbayang olehku beberapa tahun yang lalu
saat aku dijambret ketika akan pergi sekolah. Si jambret juga meraih tanganku.
Bedanya yang kali itu lebih keras dan kasar. Ketika kupandang, kulihat lelaki
yang beberapa menit lalu bersamaku didalam mobilnyaCHAPTER IV <--Sebelumnya--Selanjutnya--> CHAPTER VI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar