APRIL - DESEMBER (Chapter VII)

Chapter VII



APRIL
            Aku menjemput Mama di Bandara. Mama memaksa pakai taksi. Bagiku itu hal yang tidak biasa: membiarkan Mama dengan taksi sampai kerumah. Aku menghampiri Mama yang mendorong kopernya menuju pintu keluar. Ku salami dan mengambil alih koper Mama.
            “Gimana Jakarta Ma?”
            “Masih sama. Kamu gimana disini? Makan gimana? Udah? Tadi sarapan apa?” Mama mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdengar ‘seakan-akan’ aku Anak Mami banget
            “Ma, April Okay” Ku genggam tangan Mama memastikan bahwa aku baik-baik saja tanpa kurang. Bagi Mama, I’m still a child. “April udah segede ini Mah” sambungku
            “Pril” ucap Mama lirih
“Ya” jawabku beralih pandangan, ada nada ‘aneh’ yang tidak biasa. Kulihat Mama diam tak bersuara. Ku tunggu beberapa waktu, Mama masih tidak bersuara. “Mama tunggu disini ya, Mas ambil mobil” ucapku, sambil setengah berlari ke arah parkir mobil yang tidak jauh.
Diperjalanan Mama bercerita tentang kesibukan Mbak Nana mengurus boutique pribadi nya daerah Jakarta Pusat. Sebentar lagi Jakarta Fashion Week. Walaupun Mbak Nana nggak terlibat didalamnya. Jakarta fashion week udah seperti pusat fashion pada musimnya. Banyak boutique- boutique menyewa counter yang disediakan. Mbak Nana biasanya selalu datang dari pembukaan hingga penutupan acara. Alasannya sama seperti yang lain “Mengintip mode”. Mbak Nana bilang, itu peluang emas untuk hampir semua designer. Dan segala-gala macam fashion-fashion yang nggak bisa kusebutkan satu persatu.
“Kamu langsung balik kantor Pril?” tanya Mama membuka percakapan
“Iya Ma, nggak papa ya”
“Tadi Mama bilang nggak perlu jemput”
“Nanti kalau Mama dibawa kabur sama supir taksinya, April susah cari Mama baru” jawabku lalu tertawa
Tawaku berhenti ketika kulihat Mama sedang memandangiku. Tidak seperti biasanya. “Kenapa Ma?” tanyaku heran
“Mama tinggal seminggu kamu banyak berubah Pril” jawab Mama sambil mengusap kepalaku
“Berubah apanya? Jadi power ranger?” tanyaku asal
“Udah bisa tertawa” sambung Mama lalu mengalihkan perhatiannya ke jalanan
            Kalimat terakhir Mama seperti sebuah pisau tajam tanpa ujung. Aku ingat terakhir aku mengantar Mama kebandara, ucapan kami hanya sekedar obrolan serius. Atau obrolan seperti “jangan lupa makan” dan blablabla. Selama seminggu seakan Mama ingin menyadarkanku bahwa ada hal-hal yang tak seharusnya berkembang dalam diriku. Selama seminggu. Kuputar kembali rekaman di memory otakku. Apa yang terjadi selama seminggu terakhir? Apa yang kulakukan selama seminggu Mama di Jakarta? Siapa yang kutemui selama seminggu?
            Tidak kutemukan alasan dan jawaban lain. Hanya satu “Wanita berkulit gelap berkemeja pink” yang kini sudah kupinang untuk menjadi bagian yang tidak ingin kuhilangkan dari hari-hariku. Sejak kembali dari Hypermart, aku sudah jatuh cinta pada wanita itu. Sejak dia memilih untuk mengambil kunci mobil dan bukan-nya dompet. Sejak itu, hatiku yakin jika dia menjadi pendampingku tidak ada bagian dalam dirinya memikirkan bagaimana cara menghabiskan apa yang kupunya. Menghancurkan apa yang kubangun. Karna sejak detik itu aku memutuskan untuk memperjuangkan wanita sepenting dia.
            Mobilku memasuki area perumahan. Setelah penjaga gerbang (baca: satpam perumahan) membuka portal kubunyikan klakson sekali dan kemudian menuju rumah. Mama pasti lelah
            “Mama langsung istirahat ya. Nanti pulang kantor April langsung balik”
            “Ya” jawab Mama singkat.
            Setelah Mama masuk kamar kuminta Mba Yanti membuatkan teh hangat dan diantar kekamar Mama. Aku pun langsung kembali kekantor. Sudah sejam lebih, jam istirahat Makan siang juga sebentar lagi usai. Bagiku korupsi waktu harus diberantas. Bukan membicarakan agama, aku tidak mengerti benar tentang dosa. Aku hanya belajar bagaimana Papa dengan sangat baik memaksaku menghargai bahwa waktu lebih berharga dari apa yang kita punya. Karna uang bisa dicari tapi waktu takkan pernah kembali.
            Kelak, ketika kau sudah tua. Menjadi gagal akan lebih baik dibandingkau kau akan menyesal karna tidak mencoba apa-apa. Kelak, ketika kau sudah tua. Kau akan benar-benar sadar bahwa ada banyak hal yang tidak kau kerjakan
            Itulah kenapa aku tidak pernah membuang waktuku sedetik saja. Jika aku menerima gaji dengan jam kerja 8 jam sehari. Maka aku akan bekerja dengan waktu itu, tidak lebih dan tidak kurang. Datang tepat waktu dan pulang tepat waktu. Tidak membawa pekerjaan kerumah dan tidak membawa urusan rumah ke kantor. Untuk alasan itu juga mungkin beberapa teman kantor ‘tidak menyukaiku’. Menganggap aku terlalu jujur dan ‘susah diajak ketengah’, mereka sering bilang hidupku monoton dan hambar.
            Banyak honorer kantor yang cantik dan masih gadis sering mencoba menarik perhatianku. Seperti meminjam stapler, meminta tinta print dan pekerjaan recehan lainnya. Berlalu lalang dihadapanku. Dengan pakaian serba ketat dan dada membusung. Bukan tidak kuperhatikan tingkah konyol dan bodoh mereka. tapi tidak satupun menarik perhatianku. Beberapa ada juga yang mencoba menghubungiku. Sekali, dua kali, tiga kali. --Tidak kuangkat-- Lalu mengirim pesan singkat –Tidak kubaca- (mereka terabaikan).
Mungkin saja bagi mereka menjadi istri pegawai sepertiku adalah hal paling menjanjikan. Cara paling singkat menjadi kaya dan dihormati. Para orangtua juga pasti sangat mendukung karna punya menantu pegawai akan sangat membanggakan seperti memiliki menantu dokter atau polisi. Padahal bagiku sama saja. Bagiku bangga itu karna prestasi sendiri.
Jangan lupa makan cik kukirim pesan lewat Line padanya. Beberapa artikel mengatakan bahwa menunjukkan perhatian kepada orang spesial akan membuat hatinya luluh

DESEMBER
            Sudah seminggu sejak aku memutuskan dekat dan menjalin hubungan dengan si Mas mas tak berekspresi. Pagi di keesokan harinya setelah menemaniku ke Hypermart, sebuah pesan sangat mengejutkan masuk kedalam akun Line ku. Pesan itu berbunyi “Mas mau mulai hari ini kita menjalin hubungan. Terserah kamu mau menyebutnya apa. Mas nggak pandai menyatakan cinta”
            Aku mengernyitkan dahi. “UDAH? GINI DOANG? Are you seriously PRIL?” bagiku yang masih nakal dan suka mempermainkan perasaan manusia, diperlakukan sedatar ini untuk menyatakan cinta tidak etis dan tidak seperti bayanganku. Lelaki seganteng dan sekeren dia benar-benar menghancurkan adegan romantis layaknya ftv yang sering kutonton dulu. Seketika kegantengan dan ketampanannya berkurang, dari 98% menjadi 20%. Aku ciut apalagi nyali dan mentalku. Akhirnya kubalas dengan satu kata”OKE” = semudah itulah menjadi pasangan
            Hari-hariku menjadi suram, tak bergairah dan tidak berwarna. Ia, lelaki monoton. Tidak tertawa juga tidak merasa lucu ketika aku melawak. Tidak hanya aku, bahkan Opera Van Java tidak membuatnya bergeming. He’s really flatman, hatinya dari batu, dan kotak tertawanya seperti Spongebob = RUSAK.
            Siang ini aku akan makan siang bersama sahabat-sahabatku. Ia, Awi, Maru, Mita. Sebuah pesan singkat masuk ke Lineku “Jangan lupa makan cik” tentu saja. Darinya si lelaki flat. Keusilanku muncul seketika. Ku balas chatnya dengan “Aku sudah bukan anak TK yang makan harus diingatkan, jika ingin aku akan makan dan jika tidak aku tidak makan”. Jawabku
            Lalu di balas “Yaudah itu hak kamu cik” (Oh tuhaaaaaaan, terenggut sudah masa mudaku yang bahagia)

APRIL
            Wanita itu membalas dengan Aku sudah bukan anak TK yang makan harus diingatkan, jika ingin aku akan makan dan jika tidak aku tidak makan aku tidak tau bahwa artikel yang kubaca adalah artikel dengan kebenaran minim mendekati nol persen. Buktinya wanita diseberang sana tidak luluh, ia sama tegasnya denganku. Pemikirannya sama denganku, aku juga akan membalas dengan kalimat yang sama jika seandainya dia melakukan hal yang aku lakukan (Baca: mengingatkan makan). Bagiku waktu yang berlalu sia-sia beberapa menit yang lalu seharusnya bisa kugunakan untuk hal lain
 

CHAPTER VI <--Sebelumnya--Selanjutnya--> CHAPTER VIII 

Tidak ada komentar: