Assalamualaikum,
Teluk Binjai...
![]() |
Perjalanan dari Pekanbaru ke desa Teluk Binjai |
Aku
tidak pernah bermimpi bahkan membayangkan bahwa aku akan ditempatkan disebuah
desa terpencil teluk binjai untuk mengabdi dan membumikan ilmu baik yang
kudapatkan dibangku kuliah maupun yang kudapatkan secara otodidak.
Ingatanku
kembali kepada saat dimana aku sering duduk didepan televisi rumah menonton
acara “Aku Ingin Menjadi” di sebuah
stasiun televisi swasta. Hari ini acara tersebut sedang berlalu diduniaku, aku
adalah pemeran utama dalam serial kali ini yang sedang menjalankan cerita dari
skenario yang telah diatur sedemikian rupa oleh sutradaranya (panitia KKN
Kebangsaan), meskipun nanti dalam perjalanannya aku akan melalukan improvisasi
yang lebih banyak sesuai dengan kondisi yang ada.
Aku
untuk pertama kalinya turun dan melihat betapa gulita daerah ini, daerah yang
sebelumnya tidak pernah kubayangkan berada di provinsiku yang kutau kaya akan
Minyak Mentahnya. (berdasarkan daerah tinggalku “2.000.000 barrel minyak Duri”
yang jika dikalikan dalam dollar bisa untuk membangun provinsi Riau sedemikian
maju dan besarnya) tidak terbayangkan olehku, ada desa terpencil dalam peta
Provinsiku yang tidak memiliki listrik, lalu bagaimanakah masyarakat didesa ini
bisa bertahan hidup dalam kondisi gulita tanpa penerangan. Fikirku.
![]() |
Hallo, desa tanpa listrik |
Bus
yang membawa kami berhenti disamping kantor desa Teluk Binjai. Dosen pembimbing
lapangan menyerahkan uang senilai Rp. 3.000.000,- untuk keperluan dan dana
kegiatan bantuan panitia kepada ku melalui Alfu. Untuk sementara aku diberikan
tanggung jawab sebagai seorang bendahara kelompok KKN. Setelah menurunkan
barang-barang kelompok, sembari menunggu jemputan yang akan membawa kami menuju
posko yang akan ditinggali selama lebih kurang 30 hari. Aku dan teman
kelompokku menyantap nasi kotak yang seharusnya adalah makan siang kami.
“Petualangan memberantas asap di
desa Teluk Binjai” dimulai.
“Bilqis”
bayi ini adalah nama untuk sebuah rumah yang pertama kalinya kami duduki didesa
ini, dimana ketika bus berhenti dan menurunkan barang kami semua, kami
menumpang untuk duduk dan menyantap makan siang kami yang dirapel jadi makan
malam.
Belum
saling mengenal sama warga desa bahkan teman satu kelompok yang belum berani ku
nilai baik buruknya. Aku duduk berhadapan dengan seorang teman dengan nama
lengkap “Imrooatun Inaayah Tsalisati yang berasal dari Solo, UNS (Universitas
Negri Sebelas Maret). Dan disebelahku ada “Abidah Syauqina dari UI (Universitas
Indonesia) yang sedang menyantap makan malamnya bersama dengan Dewi Bunga Sari
dari IPB (Institut Pertanian Bogor), sementara disebelah Imrooatun ada Del
Fitri dari UR (Universitas Riau) yang juga tengah khusu’ dengan makan malamnya.
Kondisi malam itu hanya ada satu penerangan untuk kami semua yang tengah
menyantap makan malam kami, tidak banyak komentar yang bisa kusampaikan lewat
lisan, hanya sanggup kusimpan dalam hati. Aku ingin kembali kepekanbaru atau ke
Duri tempat dimana semua akses kehidupanku begitu indah dan mudah. Tidak harus
menerangi nasi menggunakan layar handphone agar bisa membedakan mana nasi dan
mana lauk.
Kulihat
dari tempatku duduk, enam lelaki gagah yang akan menjadi keluarga baru diposko
nanti juga tengah berbincang bersama pemilik warung (Orangtua Bilqis). Yang
paling gampang akrab diantara mereka semua adalah “Adrian Suparta dari UNTAN
(Universitas Tanjung Pura Kalimantan Barat), aku hanya memperhatikan mereka
tanpa berkomentar ketika mereka memperkenalkan nama serta daerah asal. Ada
banyak kebudayaan yang akan digabung dalam satu rumah untuk 30 hari kedepan,
fikirku.
Aku
memperhatikan satu persatu, dimulai dari Aidil Fitra dari UR (Universitas
Riau), Alfuzanni kordes kami dari (UIN SUSKA Riau) sama sepertiku, lalu lelaki
yang belakangan aku panggil dengan sebutan Koko
memiliki nama asli “Akbar Hariwijaya dari UNILA (Universitas Lampung),
setelah itu “Fauzi Permana Saputra dari UNJ (Universitas Negri Jakarta) dan
terakhir Adrian. Mereka berbincang seperlunya saja untuk mencairkan suasana.
Masih belum bisa kuhafal wajah serta nama mereka satu persatu. Belum sekarang, nanti mungkin Fikirku.
Satu
jam setelah selesai makan, beberapa pemuda menggunakan sepeda motor datang
untuk menjemput dan mengantarkan kami menuju posko. Setelah berterimakasih dan
pamit kepada yang punya rumah akhirnya kami bergantian diantar keposko.
Perjalanan dari kantor desa menuju posko memakan waktu sekitar 10 menit
menggunakan sepeda motor, melewati jalanan berlumpur, kuburan, jembatan dan
juga pelabuhan (bongkar muat sawit milik sebuah perusahaan). Tidak sempat
kutanyakan siapa nama pemuda yang memboncengku ketika itu, karna kondisinya
malam hari, gelap dan aku sendiri masih dalam keadaan panas tinggi dan sakit.
Kami
sampai diposko pukul 22:48, setelah berterimakasih kepada pemuda dan meletakkan
barang bawaan, kordes mengarahkan untuk brefing perdana sebentar saja untuk
memberitahukan bahwa malam ini kami tidak langsung tidur diposko, melainkan
menumpang dirumah Atuk Lion (tetangga depan posko yang usianya paling tua
didesa Teluk Binjai) karena kondisi posko yang belum bersih dan juga telah
ditinggalkan selama tiga tahun tanpa dihuni oleh siapapun.
![]() |
Belajar tentang Tunjuk ajar, Pantang larang desa Teluk Binjai bersama Atuk Lion |
Brefing
malam untuk pertama kalinya berisi doa untuk syukur kami kepada Allah karena
telah memberikan kami kesehatan dan keselamatan sehingga dapat sampai kedesa
Teluk Binjai tanpa kurang suatu apapun, serta memohon doa untuk kebaikan
masyarakat serta kelancaran kegiatan kami selama didesa ini berbaur dan
mengabdikan diri untuk masyarakat.
Bismillah, untuk 29 hari kedepan.
Kami
akhiri brefing dan menuju rumah Atuk Lion. Aku sudah tidak dapat melakukan
apapun tetap memaksakan diriku, ingin aku menangis dan memanggil ibu, sudah
tidak tahan dengan sakit kepala, mual dan pusing yang aku rasakan.
“Kuat Des´ucapku
dalam hati, menguatkan diri sendiri. “Tidak
ada Mamak disini yang bisa senantiasa menjagaku dikala sakit” ucapku lagi.
Dirumah
atuk Lion kami menumpang shalat dan membersihkan diri. Lalu kami berbicara
sebentar sambil perkenalan oleh Atuk Lion dan anaknya kak Eni. Meminta nasehat
serta “Tunjuk Ajar, Pantang Larang
(yang boleh dilakukan serta yang dilarang)”kepada
Atuk Lion. Setelah itu kami beristirahat karena besok subuh kami harus sudah
bangun untuk shalat dan bersih-bersih posko. Begitulah perintah Kordes. Siap
Pak Kordes !!!
Sabtu,
1 Agustus 2015
Aku
dibangunkan oleh Fitri
“Sudah subuh des, nanti abis subuh tidurlah
lagi jika masih demam dan panas tinggi” ucapnya lembut
Aku
bangun, mengambil air Wudhu’ dan Shalat. Masih belum bisa aku berdiri sempurna,
masih terasa demam dan pusing perjalanan kemarin.
“Ayolah
badan, bersahabatla. Ini bukan di Pekanbaru ataupun di Duri yang bisa
manja-manjaan, jangan merepotkan teman-temanmu. Jangan menambah beban mereka
dengan mengurusi orang sakit sepertimu’
dalam
doa kupintakan Allah memberikanmu kesembuhan sesegera mungkin, aku tidak ingin
merepotkan teman-temanku yang belum kukenal sepenuhnya. Setelah Shalat Subuh
dan berbenah diri kami izin pamit pada Atuk Lion untuk kembali keposko
membersihkan posko dan barang-barang kami.
![]() |
Gotong Royong membersihkan posko |
Aku
langsung masuk dan terbaring dikamar yang ternyata telah terdapat Tilam (kasur tidur). Selama tiga jam Aku
tidak sadarkan diri, hanyut dalam istirahat. Sementara semua teman sekelompokku
sibuk membersihkan halaman serta perabotan rumah yang sekiranya bisa kami
gunakan. Seperti piring, cangkir, beberapa sendok dan lain-lain.
![]() |
Kondisi Ruang Depan pasca Gotong Royong |
Sekitar
pukul 09:00 WIB aku dibangunkan oleh Fitri untuk makan sepotong roti dan
meminum 3 buah pil pemberian Agung. Lalu aku kembali tidur.
![]() |
Terkapar disaat teman-teman lain bergotong royong membersihkan posko |
Tiga
jam setelahnya aku bangun dengan keringat yang bercucuran deras. Pil yang
diberikan oleh agung sangat manjur, Aku sudah kembali fit dan seakan tidak
terjadi apa-apa. Aku berjalan menuju dapur, melihat empat perempuan lainnya
tengah memasak untuk makan siang kami. Hanya ada mie dan telur. Sudah kuduga
akan makan apa siang ini.
“Apa yang bisa esi bantu teman?” tanyaku
kemudian karna merasa sudah baikan.
“Gapapa kok, desi istirahat saja kan masih belum pulih” Ucap Mbak iim
“Udah kok, udah baikan” jawabku singkat
“Gapapa kok, desi istirahat saja kan masih belum pulih” Ucap Mbak iim
“Udah kok, udah baikan” jawabku singkat
Lalu
kami memasak “Mie+Telur untuk makan siang ini
Setelah
makan, kami melakukan rapat. Dimana isi rapat ini adalah perkenalan, cerita
pengalaman serta kepandaian dan hal-hal yang tidak disukai.
Dimulai
dari seorang “Aidil Fitra
1. Aidil Fitra, seorang cowok penyuka lagu dan film India. Tidak memiliki alergi apapun
terhadap makanan, seorang Gubernur Mahasiswa di Fakultasnya.
2. Adrian
Suparta, seorang cowok yang pandai main gitar, pandai nyanyi (spesialis lagu
dangdut), pandai istalasi Listrik (jurusan Fisika FMIPA), anak pertama dengan 4
orang adik, pernah menganggur selama setahun untuk bekerja didaerah Bekasi,
seorang Ketua Himpunan dijurusan Fisika FMIPA Untan, menyukai semua jenis
makanan, jiwa kepemimpinan yang bagus dan
3. Agung
Dermawan, seorang cowok jurusan Akuntansi, tidak bisa makan dan berbagi makanan
jika makanan tersebut harus saling sisa dengan orang lain, tidak akan memakan
makanan berjenis hewan jika dia melihat proses penyembelihannya, sedang dalam
proses belajar untuk menjadi Muslim yang lebih baik, alergi seafood, anak
manja, perfeksionis, pemikir, pandai nyanyi dan bermain gitar, cowok Baperan
(sedikit-sedikit masukin hati), didunia maya ngobrolnya asik tapi setelah
bertemu pendiam, suka berimajinasi, dan seorang penulis. 4. Fauzi Permana Saputra, seorang cowok asli Jakarta, jurusan TKJ konsentrasi Jaringan Komputer, Bersuara bagus dan sering diajak naik panggung oleh teman-temannya, lebih sering nelfon mbok (pembantu) daripada orangtuanya sendiri. Mama dan Papanya sibuk bekerja, selama di Jakarta jarang shalat, Tidak pernah bangun pagi, Tidak pernah berorganisasi, Memiliki kisah hidup yang datar. Alergi pada seafood dan Telur
5. Alfuzanni, kordes yang berasal dari Pulau Rupat, Bengkalis. Seorang Sekretaris Umum BEM diFakultasnya, Seorang juara MTQ tingkat kabupaten
6. Akbar Hari Wijaya, seorang yang berpostur dan berpenampilan seperti seorang Koko Cina pemilik gerai Handphone, gak bisa serius, penyuka Kopi, merokok, gak banyak tingkah, memakan segala hal yang masih dalam kategori ‘halal’,sebuah semboyan untuk makanan “Orang gila aja makan sampah gak mati”, penyayang anak-anak dan tidak pernah marah
7. Abidah Syauqina, seorang cewek kelahiran Bekasi, mahasiswa Akuntansi Universitas Indonesia, memiliki keluarga yang sangat terkonsep, kehidupan dan masa depannya sudah direncanakan sejak kecil, Ayah dan Ibunya juga orang berpendidikan tinggi namun Abidah ini anaknya jorok dan makannya banyak, ngomongnya cepet banget, pintar luar biasa dan begitu pandai berbicara namun jika seseorang itu salah, siapapun orangnya akan langsung dia katakan “salah
8. Dewi Bunga Sari, seorang cewek kelahiran Pekanbaru, sekolah dasar hingga menengah atas di Pekanbaru, seorang cewek yang keras kepala banget, cewek pemikir yang ahli dibidang acara, sedikit tidak mengenal toleransi, bersuara bagus, tidak suka diganggu anak-anak, hampir sama dengan Abidah, bunga juga kalau ngomong cepat
9. Imrooatun Inaayah Tsalisati, seorang cewek kelahiran Solo. Lahir diantara kedua orangtua yang religius, besar di pondok pesantren, kalau berbicara layaknya orang jawa, medok banget
terakhir
10. Del Fitri, seorang cewek yang lahir dan besar di Pekanbaru, bersuara seperti penyiar radio, manis dan menarik jika dipandang, hobi banget selfie dan ketawanya itu ngangenin, anaknya pendiam, jika berada dalam forum hanya berbicara seperlunya saja. Yang paling khas dari anak satu ini buatku adalah "Suara igauannya" -KHAS BANGET- -GAK BAKAL PERNAH LUPA-
Oke
pembicaraan kami dalam rapat hanya perkenalan yang juga membahas mengenai
hubungan sama lawan jenis (Single or Taken), sedikit banyaknya kami sudah bisa
menilai antara satu dengan yang lainnya. Gambaran tentang bagaimana sikap dan
kepribadian masing-masing dari kami.
Setelah
makan aku mendapat giliran pertama dalam mencuci piring bersama Fitri dan
Bunga, sementara Koko dan Fauzi mendapat giliran mengangkat air.
Ketika
membuka pintu belakang, aku perhatikan dengan seksama tentang air sungai yang
berombak. Ya tepat dibelakang pintu posko kami, terbentang luas aliran sungai
kampar yang hampir mendekati muara. Desa ini adalah salah satu desa dengan
Ombak Bono. Ombak yang telah mendunia, dimana hanya terdapat tiga buah diDunia,
Amerika Serikat, eropa dan Sungai Kampar
![]() |
Kondisi Tempat Masak |
![]() |
Kondisi Rak Piring |
Fikiranku
langsung menerawang bahwa sudah dipastikan setiap hari akan menikmati hari
dengan mandi dialiran sungai, tanpa MCK dan air bersih yang memadai. Sungai
Kampar adalah satu-satunya sumber air yang bisa digunakan untuk keperluan
sehari-hari mengingat bahwa saat ini bukanlah musim hujan yang airnya bisa
ditampung untuk keperluan makan, minum dan mencuci.
Ini
adalah desa fikirku, tidak lagi terbayangkan olehku bahwa desa itu adalah
sebuah kampung yang tanpa akses listrik, memiliki hamparan sawah padi tanpa
kendaraan yang berlalu lintas sangat banyak seperti yang di tivi-tivi.
Hari
ini aku menghadapi akan berada selama sebulan didesa ini, sama seperti di tivi
tanpa listrik, tanpa air bersih yang memadai, tanpa bisa melihat mobil, dan
lebih banyak melihat sungai untuk menghilangkan suntuk dan bosan.
“Mak, anakmu ingin
dirumah saja, disini tidak enak” Jerit hatiku
Setelah
mencuci piring, kami lanjut untuk mengemas barang pribadi, dimana yang cewek
mendapatkan kamar tidur depan denag fasilitas hanya sebuah kasur untuk tiga
orang tanpa bantal. Sementara cowok tidur diluar karena kamar belakang tidak
memungkinkan untuk dihuni bersama enam orang, alhasil kamar belakang hanya
dipergunakan untuk meletakkan barang pribadi khusus cowok. Mereka mendapatkan
tiga kasur yang cukup untuk menampung tujuh hingga delapan orang.
Selesai
membereskan keperluan masing-masing, sebagian ada yang mencuci pakaian dan ada
yang mandi. Hingga ketika pukul 14:00 WIB seorang nenek-nenek datang keposko
kami untuk mengabarkan bahwa akan ada Wirid Yaassin mingguan dirumah salah
seorang warga. Dan kami diundang untuk mengisi semua rangkaian agenda mingguan
kali ini.
![]() |
Wirid Yassin Mingguan pertama kami di Desa Teluk Binjai |
Aku,
Fitri, Abidah, Bunga dan Mbak
Im berangkat menuju lokasi yang dimaksud. Tidak jauh dari posko kami
dan hanya berjarak empat
rumah. Setelah mengucapkan salam kami masuk sambil bersalaman dan duduk
diantara ibuk-ibuk lainnya. Kami menjadi pelaksana wirid
siang itu, aduh
dadakan banget. Aku mendapat bagian sebagai seorang protocol, Abidah membaca
Tilawah, Fitri sebagai Pemandu Salawat dan Mbak Im membawakan bacaan yassin
sementara Bunga sebagai pengikut sama seperti ibuk-ibuk yang
lainnya.
Setelah selesai membaca
yaassin kami disuguhkan dengan makanan yang telah disiapkan oleh tuan rumah,
berupa makanan ringan dan cemilan ala desa, yang paling menarik perhatianku
adalah buah rambutan yang merah ranum itu, aaaah ingin rasanya kuhabiskan semua
buah
rambutan yang ada namun
mengingat aku adalah pendatang dan harus menjaga kesopanan.
Begitu ibu yang punya rumah
menawarkan untuk makan tanpa malu-malu aku langsung mengambil
buah rambutan itu. Si ibu tertawa menyaksikan tingkahku yang mirip anak kecil
mendapatkan permen. Ibu-ibu pengajian itu juga bercerita bahwa tahun lalu anak
KKN yang berasal dari UIN telah mendapatkan penilaian yang buruk dari warga.
Mereka tidak begitu suka berbaur dengan masyarakat desa, jika diberikan makanan
mereka lantas tidak menerimanya. Sehingga masyarakat desa merasa tidak dihargai
dan merasa dicurigai akan memberikan yang tidak baik kepada mahasiswa KKN.
Ibu-ibu itu juga mengingatkan kami untuk mengunjungi rumah masyarakat sehingga
memudahkan dalam berbaur dan bergaul dalam masyarakat.
Setelah
acara pengajan Yasssiin selesai, kami mengikuti ibu Eli yang merupakan ketua
wirid Yassiin mingguan di Dusun 2 desa teluk Binjai. Kami diundang untuk
mengunjungi rumahnya yang hanya berjarak 2 rumah dari tempat wirid. Ibu Eli
baik sekali, beliau menawarkan jika kami ingin menginap dirumahnya sesekali.
Karna beliau juga kasihan kepada kami yang tidak memiliki listrik, sementara di
rumah Ibu Eli terdapat dua buah Generator Set yang hidup selama 6 jam sehari
dari pukul 18:00-00:00 WIB.
Kebanyakan
warga disini tetap bisa menikmati listrik yang bersumber dari Genset, baik
pribadi maupun meminta sambungan dari rumah tetangga. Listrik yang mereka
hidupkan biasanya dari pukul 18:00-22:00 WIB. Namun ada juga yang menghidupkan
hingga pukul 00:00 WIB. Sesuai kebutuhan, minyak yang digunakan untuk
menghidupkan Genset adalah bensin campuran dengan harga Rp. 15.000,- perliter.
Biaya yang digunakan untuk menghidupkan listrik selama 4 jam selama sebulan
adalah sekitar 400-600 ribu. Begitulah besar biaya kehidupan di desa Teluk
binjai.
Setelah
berbincang bersama Ibu Eli kami pamit pulang, namun ibu Eli menawarkan agar
kami mengunjungi tetangga depan rumah bu Eli yang sudah menunggu kami, karena
segan untuk menolak kami pun mengunjungi tetangga depan rumah yang ternyata
anak pemilik rumah adalah pegawai Tata Usaha di Sekolah Dasar didesa Teluk
Binjai.
10
menit kami duduk dan berkenalan dengan pemilik rumah, Akbar yang biasa kami
panggil dengan sebutan “Koko” datang untuk menjemput kami sekaligus
memberitahukan bahwa DPL kami sedang berada di posko sejak satu jam yang lalu,
akhirnya kami pamit pulang dan menuju posko.
Dirumah
sederhana itu, kami kedatangan dua orang yang akan menjadi orangtua kami selama
sebulan. Menjadi pembimbing yang akan selalu kami tanyakan ketika kami tidak
tau harus melakukan apa, yang akan menjadi tempat curhat kami selama kami
menjalani masa KKN. Mereka berdua adalah Ibu Lulu yang sedang tidak sehat dan
bapak Syafrinaldi yang merupakan dosen jurusan Hukum di UIN Suska Riau.
Tidak
banyak yang disampaikan oleh Ibu Lulu, tidak seperti saat dia berdebat dengan
pak Kepala Desa Teluk Binjai terkait tempat tinggal kami, dalam hati aku
bersyukur dengan sakit yang dialami oleh ibu Lulu sehingga dia tidak terlalu
keras kepala untuk tetap menitipkan kami dirumah warga, seseuatu yang aku
takutkan mengingat berbaur dan tinggal drumah warga itu adalah hal yang sulit
untuk kulakukan saat ini. Setelah memberikan pengarahan kepada kami, Ibu Lulu
dan pak Syarfrinaldi berpamitan pulang karena kondisi ibu Lulu yang sedang
tidak baik. Ketika kami menyalami ibu Lulu terasa olehku panas badannya.
Seketika aku merasa kasihan dan berdosa karna rasa senang yang kualami beberapa
menit sebelumnya. Cepat sembuh buk J
Setelah
ibu Lulu pulang, kami melakukan kegiatan masing-masing. Aku dan Fitri lanjut
sungai mengangkat air untuk mandi sore, sudah dari kemarin aku tidak mandi dan
berganti pakaian. Badanku sudah menyatu dengan keringat.
Mandi,
keadaan mandi seperti ini akan kulakukan secara terus-menerus selama 28 hari
kedepan. 29 hari lagi bagaimana perasaanku pada desa ini masih ingin terus
kupertanyakan.
Ohiya,
Aku lupa memperkenalkan bahwa kami diletakkan di Dusun II Desa, posisinya juga
ditengah. Namun, berada dilingkungan yang agak jauh akses kesekolah, ke Masjid
dan juga kekantor desa. Sebelumnya mahasiswa KKN diletakkan di aula sekolah,
ataupun dirumah atuk Amir yang merupakan orang yang dituakan didesa Teluk
Binjai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar