Teluk Binjai Punya Cerita #6



Tamak Taek Ingkak ni...
Hari ketiga di posko telah banyak informasi tentang kebakaran lahan  kami dapatkan dari masyarakat termasuk dari seorang warga yang bernama Bapak Jaelani. Beliau begitu berapi-api ketika menyampaikan pasal tanah desa yang digunakan oleh sebuah perusahaan didesa Teluk Binjai. beliau begitu senang ketika mendapati ada anak KKN yang sedang mengabdi di desa Teluk Binjai dengan harapan bisa menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Joko Widodo.
‘Apa peduli saya terhadap keluhan Anda? Dan apa peduli saya harus menyampaikan kepada pak Jokowi’ fikirku ketika beliau menyampaikan harapannya kepada kami saat berkunjung ke posko dihari ketiga.
Aku begitu muak untuk mendengarkan keluhan masyarakat tentang kebakaran hutan dan lahan, tentang pemerintah yang tidak memberikan solusi lain untuk membuka lahan tapi terus melarang pembakaran lahan dan memenjarakan masyarakat yang membakar lahan, tentang mereka yang menjadi susah dalam mencari nafkah untuk keluarga mengingat tidak ada tumbuhan yang bisa hidup jika tanah tidak dibakar dalam proses buka lahan, tentang air bersih, tentang listrik, terutama pernyataan mereka mengenai perusahaan yang membakar lahan tidak ditutup atau dicabut izinnya sementara jika masyarakat yang membakar lahan akan langsung dipenjara.
Ketika mereka menceritakan ini dan itu aku hanya mengangguk lalu tersenyum. Namun sebenarnya aku tidak serta merta membenarkan pernyataan  mereka, ada hal yang tidak kusetujui. Mungkin karna aku tidak merasakan penderitaan mereka selama berpuluh-puluh tahun atau karna memang aku hanya menganggap mereka mencari pembenaran atas kesalahan yang mereka lakukan. Entahlah, yang jelas aku begitu muak dan sudah tidak ingin mendengarkan keluhan masyarakat. Bukan karna aku membenci segala cerita mereka, tetapi karna aku merasa tidak seharusnya berada didesa ini untuk menuntaskan asap.
Untuk menjadikan Indonesia makmur dan terbebas dari asap terutama Riau yang merasakan dampak asap selama lebih kurang 18 tahun bukan hal mudah. Tidak hanya sulit tapi sangat sulit. Hal yang harus dituntaskan adalah kebiasaan selama berpuluh-puluh tahun. Lantas apa harus diganti pemimpinnya? Atau dipenjara seluruh warganya? Entahlah, yang jelas aku sudah jenuh. Pada segala hal~
Bagiku antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan sama-sama pihak yang tidak bisa kupercayai. Intinya mereka adalah perusak, pelaku. Tak boleh ada pembelaan apapun untuk mereka.
Seorang anak berperawakan kurus, kecil, botak dan berbicara sembarangan menghampiri aku dan bertanya
Ingkak, anak KKN siko e?” tanya anak itu yang belakangan aku ketahui namanya ‘Raden Prayugo’
Ha? Maksudnya?” aku balik bertanya karna ketidakmengertianku dengan bahasa planet yang disebutkan anak tuyul ini
Ingkak uang mano?” tanyanya kembali
Aduh dek, kakak gak paham bahasa kamu. Pakai bahasa indonesia ya
Itu anak mendadak marah dan pergi sambil meracau tak karuan. Menendang segala apa yang ada didepannya. Ngeri juga aku membayangkan jika batu yang dia sepak barusan melayang dan mendarat dijidatku. Hamiiiiiiit amiiiit deh.
Aku, agung dan Fitri pergi ke Pelabuhan untuk membeli mie rebus. Ditempat ini susah sekali menemukan warung yang menjual makanan seperti bakso. Jika pengen bakso harus keluar dari desa menuju kecamatan. Mengendarai motor sekitar 40 menit dengan tantangan jalan becek dan berlubang. Menyurutkan niat siapapun yang sedang menginginkan menayantap bakso.
Disekitar SD 010 ada penjual sate satu-satu didesa Teluk Binjai. Ketika mengidam makanan khas Padang maka harus mengantri dengan anak sekolah lainnya. Mengantrinya juga tidak sebentar, tapi lama. Penjualnya lebih mengutamakan anak sekolah dibandingkan dengan mahasiswa. Kami juga manusia yang butuh makan Buuuuuk, kasihanilaaah~
Hanya ada mie rebus yang bisa kami temui jika bosan dengan makanan diposko.
Esoknya Kami diperintahkan oleh Bapak Kades untuk datang ke kantor desa, ada rapat desa terkait dana pembangunan jalan desa serta pemberian beberapa berkas yang kami minta tentang profil desa lewat pak sekdes.
Rapat desa untuk pertama kalinya berlangsung sangat panas. Bagaimana tidak, pemikiranku tentang kepala desa yang sangat dihormati dan dihargai hancur sudah pada hari ini. Masyarakat yang tergolong lebih tua dari pak Kades menunjukkan secara terang-terangan tidak sepakat dengan apa yang sampaikan pak Kades terkait pembangunan jalan. Mereka memerintahkan agar keuangan tersebut disampaikan terlebih dahulu asal dan potongan keuangan desa. Lalu menyarankan pembelian material yang paling murah.
Niat kami untuk melakukan diskusi terkait karhutla pun putus saat ketidakyakinan kami akan mendapatkan jawaban atas apa yang ingin kami tanyakan. Mempertanyakan hal sesensitif karhutla akan memperburuk situasi yang sudah panas. Akhirnya kami meninggalkan kantor desa setelah pamitan kepada pak Kades. Lalu duduk dirumah Bilqis sembari bercerita bersama warga yang juga tengah berkumpul disana.
Anak yang kemarin menghampiriku bernama Raden Prayugo hari ini kembali menghampiriku. Ada sedikit was-was dalam hati jika saja anak tersebut menendang yang ada disekitarnya lalu benar-benar mengenai kepalaku atau kepala warga didesa itu. Aduh, ini anak kampung kenapa deketin gue sih?
Bagi uit kek ambo (Kasih aku uang)” perintahnya sembarangan
Kakak gak ada uang” jawabku kemudian, menunggu reaksi nya
Tamak taek ingkak ni (Pelit kali kau ni)” jawabnya disambut gelak tawa warga disana melihat percakapan kami, lalu anak itu pergi ke arah teman-teman kkn yang lain untuk kemudian melakukan hal yang sama.
Raden Prayugo. Makhluk botak ini yang kemudian benar-benar menghibur di akhir-akhir kami akan meninggalkan desa Teluk Binjai. Makhluk ini yang kemudian begitu aku sayangi sebagai 'adik' kecil yang baik. Radeeeeen~ Apoooooo~


Makhluk Botak ini Namanya Raden Prayugo, baru SD kelas 2. Awalnya menyebalkan, tapi waktu mau pisah. Dia yang paling berat rasanya buat ditinggal
Kupandangi saja anak itu sampai pergi dan berhenti ke Ojik yang berasal dari Jakarta. Aku lihat sekilas Ojik mengeluarkan uang sejumlah dua ribuan. Yang diberikan uang langsung pergi tanpa kalimat “Terimakasih”, aku hanya geleng-geleng kepala dengan apa yang kulihat barusan. Anak itu, tidak akan kulupakan seumur hidupku. Menjadi bagian manis dari puzzle petualangan didesa Teluk Binjaiku~ hingga akhir Agustus ini~ Inshaa Allah.

Tidak ada komentar: