Teluk Binjai Punya Cerita #7



Kami makan ingat Kalian, Kalian makan Kami kelaparan. Apa itu Keluarga?
Kami sebagian dari #Avengers29
Silahturahmi adalah jalinan yang diperintahkan Allah untuk terus dijaga dan tidak terputus. Menjadi keluarga baru di Desa Teluk Binjai meskipun hanya terjalin selama sebulan membuat kami berfikir harus membuat sebuah acara seperti talkshow yang dapat mempertemukan antara kami dan warga desa sekaligus membahas mengenai potensi dan masalah yang ada di Desa Teluk Binjai.
Acara yang akan menjadikan kami bintang tentunya, sebagai sekelompok mahasiswa pendatang dan sekelompok mahasiswa titipan ibu dan bapak DPL. Acara yang mungkin belum mampu menghentikan asap di Riau namun setidaknya dapat menimbulkan kesadaran dan kecintaan masyarakat kepada sesama baik lingkungan maupun pada tetangga yang kemudian dapat menciptakan rasa kebersyukuran yang besar lalu tidak lagi membakar lahan jika tidak untuk mengisi sejengkal tenggorokan dan segumpal lambung.
Pada acara ini kami membuka forum yang dihadirkan oleh beberapa warga sebagai narasumber. Diantaranya Pak Kades (Musri Evendi) selaku narasumber utama untuk mendengarkan keluh kesah masyarakat Desa Teluk Binjai. Babinkamtibmas (Denny) selaku pengamanan masyarakat yang dikirim dari pemerintah daerah. Pak Jumli (Ketua MPA) yang mengerti tentang Masyarakat Peduli Api namun tengah vakum dan tidak berjalan. Serta ketua Badan Pengawas Desa untuk kemudian mendengar secara langsung apa yang dibutuhkan dan sangat diharapkan masyarakat terkait kemajuan dan ketentraman desa.
Acara ini dimulai pada pukul 2 siang. Sedari pagi kami memulai aktivitas dengan tugas yang telah diberikan oleh Bunga selaku ketua pelaksana acara. Konseptor kami yang paling pintar dan keras kepala. Adrian, Koko, Aidil, Alfu, Fauzi dan Agung sudah kelapangan SDN 010 untuk pemasangan tenda dan dibantu oleh pemuda dan masyarakat desa. Disini tidak pernah ada yang namanya bekerja sendiri, kami selalu mendapat bantuan tanpa diminta. Masyarakat nan harmonis dan penuh kerukunan dengan sukarela dan keikhlasan telah membantu kami dalam segala hal membuat kami merasa bukan lagi sekelompok pendatang, melainkan bagian kecil dari mereka.
Abidah, Mbak Im, Bunga, Fitri dan Aku bersiap untuk membuat snack berupa Bakwan dan Tahu isi untuk disuguhkan kepada masyarakat desa. Pukul 06:00 WIB kami memulai pekerjaan kami. Bunga berkali-kali melihat jam untuk memastikan bahwa acara tidak akan terlambat untuk dimulai. Wanita asal IPB ini seorang yang sangat tepat waktu dalam memulai acara, sepanjang menjadi rekan seposkonya banyak tentang bagaimana mengurus acara besar yang beliau tunjukkan tanpa di ajarkan. Dalam setiap acara dikampusku, aku selalu diletakkan pada bagian konsumsi, dokumentasi ataupun bendahara. Lalu baru ketika melihat betapa semangat wanita bernama DEWI BUNGA SARI ini perlahan menular padaku. Ingin rasanya jika nanti setelah selesai KKN aku ditempatkan pada bagian Co. Acara. Jika diberikan kesempatan.
kenaliiin, cewek cantik ini namanya Dewi Bunga Sari, Mahasiswa IPB.
Kegelisahan Bunga membuat kami menjadi terburu-buru untuk menyelesaikan tugas. Snack tengah di pack kedalam box makanan. Sebagian sedang digoreng. Fitri dan Bunga sudah mandi dan berganti pakaian. Abidah tengah mengepack makanan. Aku dan Mbak Im terus menggoreng karna memang tugas yang kami dapatkan adalah “Konsumsi”. Sedangkan Fitri seharusnya menjadi notulen dan Abidah adalah pemandu pembahasan potensi dan masalah desa.
Kami team Konsumsi, sebelahku itu namanya Mbak Imrooatun Inaayah Tsalitsati, Mahasiswa UNS
Jam satu siang kami sudah selesai dengan aktivitas menggoreng. Hanya tinggal mengangkat makanan untuk dibawa kelapangan SDN 010 untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat. Bunga dan yang lainnya sudah lebih dahulu menuju SDN 010 karena mereka yang memulai acara pada jam setengah dua siang. Sementara Aku dan Mbak Iim tidak perlu terburu-buru. Kami hanya dibutuhkan pada saat pengantaran makanan kepada Narasumber dan Peserta Talkshow yang terdiri dari seluruh lapisan masyarakat.
Lapangan SDN sudah dipadati masyarakat untuk melihat acara Temu Ramah masyarakat bersama mahasiswa KKN Kebangsaan. Aku mempersiapkan makanan untuk narasumber yang duduk didepan. Fitri berjaga dimeja registrasi, Bunga sebagai penunjuk waktu, Abidah didepan bersama Aidil sebagai MC, Koko sebagai seksi dokumentasi, Fauzi, Adrian dan Agung sedang tes voice untuk acara hiburan dibagian paling akhir. Alfu sudah duduk bersama narasumber didepan pentas.
Acara dibuka setelah seluruh narasumber hadir dan masyarakat sudah banyak yang menunggu. Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Adrian dan dilanjutkan dengan perkenalan langsung oleh Mahasiswa KKN Kebangsaan. Perkenalan dilakukan sesuai dengan karakter masing-masing kami. Hal paling menarik adalah ketika Koko memperkenalkan diri kepada semua masyarakat. Tidak ada kalimat yang lucu menurutku, Koko (Akbar) juga tidak sedang melakukan Stand Up Comedy atau semacamnya. Tetapi mengapa tawa masyarakat meledak begitu kalimat “Perkenalkan nama saya : Akbar Hari Wijaya. Tapi diposko dipanggil Koko) seperti biasanya, beliau memperkenalkan diri dengan gaya nya seperti seorang Toke Cina pemilik Counter Handphone. Lalu aku hanya berfikiran, mungkintingkah Koko yang memang humoris dan begitu Selengek’an lah yang benar-benar mengundang tawa seluruh masyarakat.
Didepan masyarakat, kami perkenalan diri
Perkenalan selesai lalu dilanjutkan dengan identifikasi masalah desa yang dipandu oleh Abidah. Identifikasi masalah desa yang disebutkan oleh seluruh masyarakat desa sungguh banyak, dimulai dari tidak masuknya PLN kedesa teluk binjai, tidak adanya sumber air bersih, tidak adanya akses jalan yang layak, tidak adanya klinik atau puskesmas yang memadai, serta banyak keluhan lainnya.
Namun masyarakat desa ini sungguh lupa, ada banyak potensi daerah yang bisa mereka pergunakan sebagai kekuatan desa. Potensi ikan yang sungguh berlimpah, hanya kurang tau bagaimana cara menjual dan tidak adanya wadah pengelola yang berkaitan dengan potensi. Lalu ombak bono yang juga ada didesa Teluk Binjai, namun yang paling terkenal hanya desa Teluk Meranti sebagai kecamatan.
Ketika pembahasan tentang identifikasi masalah dan potensi desa selesai disebutkan, Aku dan Mbak Iim membagikan makanan yang telah kami persiapkan untuk seluruh warga desa yang hadir. Termasuk anak-anak. Karena kami menyediakan makanan yang cukup banyak dan dapat memenuhi konsumsi masyarakat yang hadir.
Aku duduk dimeja registrasi sambil pandanganku kearah panggung depan. Menyaksikan kepala desa dan beberapa aparatur terkait yang sedang bermusyawarah bersama. Desa ini sungguh indah, aku baru menjadi bagian dari desa ini selama sembilan hari. Tapi begitu istimewa dan masyarakatnya ramah-ramah. Sepanjang jalan ketika kami akan menuju Kantor desa, warga bergantian menyapa dan menawarkan tumpangan kepada kami.
Seorang lelaki yang kuketahui bernama Eki, pemuda yang kuketahui pemilik warung dipelabuhan tempat Adrian, Koko, Ojik dan Agung biasa bermain catur. Teringat olehku beberapa hari yang lalu aku asal menceritakan tentang “Status tunangan abal-abal” ku yang sengaja di karang untuk mengelabuhi dan melindungi diri kepada lelaki itu. Aku yang tengah duduk pada anak tangga di dekat kantor kepala sekolah SDN 010 geli sendiri mengingat apa yang aku ceritakan kepada teman-temanku diposko, terkait pertunanganku. Aku juga tidak tau, beberapa hari setelah ini. Isu tentang tunangan itu justru menjadi obrolan hangat yang aku tidak bayangkan sebelumnya.
Ibuku tidak begitu paham dengan kondisi kampung yang masih jauh dari maju. Ibuku berfikir ketika datang ke desa banyak pantangan yang harus dijauhi. Begitu juga dengan pemahamanku. Beberapa waktu sebelum aku mengikuti KKN ini, ada banyak berita miring terkait anak KKN. Ada yang pulang dalam keadaan sudah menjadi mayat, baik karna racun maupun tenggelam disungai. Ada yang pulang dalam keadaan tidak lagi mengingat dirinya dan keluarganya. Ada yang pulang dalam keadaan berkeras hati ingin menikah dengan pemuda desa. Hal itu yang kemudian menjadi ketakutan terbesar dalam hati Ibuku. Lalu akhirnya tercetuslah fikirannya untuk kemudian memberikan cincin berbentuk cincin tunangan. Agar kemudian aku mengaku sudah bertunangan.
Setelah kembali ke rumah nanti ada banyak hal yang ingin kubagi dengan bidadari berkedok manusia yang sangat kucintai itu. Ingin aku bercerita bahwa Desa ini tidak seburuk bayangannya. Bahwa masyarakat desa ini tidak se jahat cerita orang. Mereka baik, bahkan sangat baik. Mereka ramah bahkan menganggap kami seperti anak dan adik sendiri. Membuat kami perlahan merasa betah dan beruntung ditempatkan didesa ini.
Mak, Anakmu sudah menepati janji untuk terus menjaga dan memelihara kehormatanku. Salahkah jika kebohongan kecil justru membuatku terus menutupinya dengan kebohongan?
“Sii” panggil seorang perempuan anggun nan cantik, sahabatku Fitri membuyarkan lamunanku tentang Mamakku di Duri
“Oi, Ada apa Pit?” Tanyaku kepadanya
Foto yuk” ajaknya kemudian, aku hanya geleng-geleng kepala. Makhluk manis yang tengah mempersiapkan kamera handphone nya ini sudah kukenal sangat baik. Selain pemalu dia juga punya satu kebiasaan wajar seorang perempuan “SELFIE” sampai aku pun kewalahan mengimbanginya
Oke” Jawabku singkat
Beberapa foto dan video sudah diambil siang itu. Menjadi bukti bahwa kebersamaan kami akan kami ingat dalam sebuah “Album Kenangan didesa terpencil Teluk Binjai” setidaknya ada banyak terimakasih yang akan kami ucapkan kepada siapa saja yang hobi mengabadikan moment, karna berkat mereka lah kami akan saling mengingat dan tersenyum haru serta getir menonton dan melihat gambaran diri dalam bentuk foto dan video satu ketika nanti.
Identifikasi potensi dan masalah desa selesai. Acara penutup adalah nyanyiaan yang akan dibawakan oleh Adrian (Gitaris + Vocalis), Agung dan Fauzi (Vocalis). Inilah yang diperdebatkan antara Bunga dan Agung tadi malam pada saat breefing terkait acara temu ramah. Dimana Bunga tidak begitu yakin akan menampilkan lagu “Rumah Kita” sebagai penutup sementara Agung bersikeras akan tetap menampilkan “Rumah Kita” untuk mencairkan ketegangan setelah pembahasan potensi dan masalah desa.
Penampilan Agung Dermawan, Adrian Suparta, Fauzi Permana Saputra dalam Rumah Kita
Not Bad fikirku. Ketika mereka bernyanyi didepan panggung. Aku, Fitri, dan kawan KKN lainnya ikut bernyanyi memeriahkan suasana penutupan acara di SDN 010. Lagu Rumah kita yang dinyanyikan benar-benar seperti Rumah Kita dalam posko. Lirik yang terkandung didalamnya, tidak main-main. Benar-benar menggambarkan kesederhanaan yang kami lewati selama sembilan hari belakangan.
RumahKita.mp3
Hanya bilik bambu tempat tinggal kita
Tanpa hiasan tanpa lukisan
Beratap jerami beralaskan tanah
Namun semua itu milik kita
Memang semua itu milik kita, sendiri

Hanya alang-alang, pagar rumah kita
Tanpa jerami tanpa melati
Hanya bunga bakung tumbuh dihalaman
Namun semua itu milik kita
Memang semua itu milik kitaa

Lebih baik disini
Rumah kita sendiri
Segalanya nikmat dan anugerah yang kuasa
Semuanya ada disini♫

Acara selesai setelah lagu Rumah Kita selesai dinyanyikan bersama-sama. Tenda dibuka kembali oleh seluruh warga desa untuk kemudian disimpan di gudang desa. Alfu, Aidil, Adrian, Koko, Ojik dan Agung terlihat antusias bolak-balik mengangkat besi tenda yang beratnya lumayan. Perkasa juga sahabat KKN ku ini fikirku sambil menonton mereka bekerja. Kami yang cewek mendapat tugas yang ringan-ringan seperti memunguti sampah, membuka ikatan kain tenda dan mengemasi barang-barang posko yang dibawa ke SDN 010.
Ketika kami tengah mengemasi barang-barang dan para pemuda tengah mengangkat tenda, hujan lebat mengguyur desa Teluk Binjai. Seketika kami berteduh didalam ruang kelas SDN 010, para pemuda meninggalkan pekerjaan untuk kemudian berteduh dari tetesan air hujan. Seketika aku ingat bahwa tadi pagi sebelum membuat konsumsi untuk acara, kami menjemur kain. Wadddduhhh, basah sudah jemuran kami semuaa. Teriakku dalam hati
Mobil pak kades yang dikendarai bang Indra (Ketua Pemuda) datang untuk menjemput Sound System milik desa yang digunakan dalam acara temu ramah.
Yang cewek-cewek balik ke posko duluan saja ya. Abang antar” Kata bang Indra kepada kami yang duduk berdekatan “Masuk ke mobil” perintahnya kemudian.
Setelah Aku, Fitri, Mbak Iim, Abidah dan Bunga masuk kedalam mobil bang Indra sambil berlari juga masuk dan mengambil tempat dibelakang kemudi. Kami duduk berdempet-dempet, bersempit-sempit untuk memastikan kami berlima muat diatas kursi yang seharusnya hanya menampung 3 orang. Ditambah lagi badan kami yang lumayan besar-besar. Hanya Bunga dan Mbak Iim yang bentuk badannya sedikit lebih kecil.
Alhasil, jangan ditanya bagaimana Aku duduk. Bukan duduk, lebih tepatnya berjongkok di bawah kursi mobil. Jarak SDN 010 dengan posko yang hanya 400 meter pun rasanya hampir 10 KM. Kok gak sampai-sampai gini ya? Fikirku hampir menjerit menahan pegal dikaki dan seluruh badanku yang dipaksa “MUAT” dalam kolong mobil.
Setelah turun dari mobil pak kades kami berterimakasih kepada bang Indra atas tumpangannya. Begitu membuka pintu depan posko, kami terkejut dengan jemuran kami yang sudah diangkat entah oleh siapa. Aku begitu bersyukur, Allah menempatkan kami di desa ini. Bukan desa lain. Dengan masyarakat yang begitu baik hati, saling tolong menolong dan pengertian.
Beberapa hari lalu aku juga mendengar kabar bahwa ada salah satu desa yang meminta sumbangan uang senilai 1 juta perorang untuk biaya sewa rumah dan makan selama sebulan. Setelah mencari informasi aku juga akhirnya tau bahwa desa itu adalah desa yang ditempati sahabatku Fonda Handika Arta.
Dalam hati aku berfikir, kami ditumpangkan dalam posko sebesar ini. Dengan perabotan yang kemudian di siapkan oleh kepala desa secara gratis kepada kami tanpa imbalan apapun. Kami juga diberikan pasokan listrik yang kemudian kami ketahui dibayarkan menggunakan dana desa. How lucky We are?
Setelah mengganti pakaian kami yang sedikit basah, kami menghidupkan kompor dan mulai memasak. Terfikir oleh kami bahwa mereka (rekan KKN yang cowok) pasti sudah sangat lapar, dari pagi mereka bekerja keras untuk mendirikan tenda dan sorenya membuka tenda. Kami membuatkan mie rebus (bukan mie instan) dan banyak makanan lain yang tentu saja akan habis meskipun porsi hari ini lebih banyak dari biasanya.
Bunga dan Abidah kulihat sudah begitu lapar. Terlihat dari wajahnya. Ada rasa kasihan dalam benakku untuk menyuruh mereka makan duluan. Tapi terbayang kembali wajah team cowok yang jauh lebih lapar dan lelah
Bunga, Abidah. Kita tunggu mereka baru makan sama-sama ya.”
Iya gue gapapa kok. Gue masih oke lah” Jawab Bunga
Soalnya kita capek, mereka lebih capek” sambungku lagi
Tapi kok mereka belum pulang juga ya?” Tanya Mbak Iim kemudian setelah melirik jam. “Kita Maghrib dulu yok” ajak Mbak Im kemudian
Ayok” Jawab kami serentak kemudian menuju sungai untuk mengambil air wudhu bersama-sama
Jangan-jangan mereka dikasih makan sama warga gak des?” Cerocos Fitri sembarangan ketika setelah selesai Shalat membuatku yang awalnya juga berfikir demikian jadi sedikit tidak enak hati
Gak mungkinlah mereka setega itu Fit” ucapku menguatkan hati sendiri “Mereka gak mungkin makan kalau kita aja belum makan” jawabku lagi
Ya kan siapa tau” Sambung fitri
Tidak beberapa lama kemudian rombongan cowok yang jalan kaki dari SDN 010 ke posko pun masuk dari pintu depan posko. Kulihat baju mereka juga sedikit basah. Mereka langsung ke sungai untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat berjamaah
Kalian gak wudhu?” tanya Alfu ketika melihat kami mulai membereskan tempat untuk makan
Kami udah duluan, nunggu kalian lama sih. Kami fikir kalian shalat di masjid” jawab Mbak Iim
Alfu tidak menjawab, lalu Iqamah dikumandangkan. Shalat berjamaah mereka di imami oleh Alfu. Suara alfu kalau jadi imam sungguh keren. Pantas sih dia bisa menjuarai MTQ tingkat kabupaten dan provinsi. Tidak salah para juri. Alfu TOP lah
Setelah mereka selesai shalat kami yang telah mempersiapkan makan malam ketika mereka tengah shalat mulai menyendok nasi dan mengambil bagian masing-masing. Nasiku sudah hampir habis ketika Koko mengatakan “Kami sudah makan, dikasih mie sama istri pak RW”. Sepertinya Koko juga tidak paham bahwa kalimat itu terlarang diucapkan. Aku dan Fitri hanya pandang-pandangan. Cowok yang lainnya juga langsung diam tak berkata apa-apa karna kesalahan kecil Koko. Tidak ada seleraku untuk terus menyantap makanan yang telah kami masak dalam keadaan dingin tadi.
Seketika kalimat Fitri yang mengatakan “Jangan-jangan mereka dikasih warga makan” terngiang jelas ditelingaku. Tidak tau apa yang bisa kukatakan. Kuletakkan piring yang masih berisi sedikit nasi itu kelantai rumah. Aku teguk air minumku. Lalu tanpa kata dan dengan perasaan begitu hancur aku masuk kedalam kamar.
Tidak terbayang olehku rasanya sekecewa ini sama mereka. Tidak terfikirkan olehku, hanya karna mereka telah makan diluar aku begitu kesal dan rasanya ingin marah. Ingin teriak dan ingin nyemplung ke sungai kampar yang ombaknya bersaut-sautan dibelakang posko kami.
Apa aku begitu berharap lebih bahwa mereka punya perasaan saling memiliki seperti yang aku rasakan sehingga ketika kenyataannya hanya karna mereka makan lebih dahulu aku begitu kecewa.
Teringat kembali betapa aku pribadi ingin cepat pulang, ingin cepat sampai diposko, langsung berganti baju dan langsung ke dapur untuk masak dalam keadaan gulita. Karna hanya Adrian yang bisa menghidupkan Genset. Mengingat mereka betapa kelaparan dan lelah seharian. Mereka kan bisa menghubungi kami mengatakan bahwa mereka sudah makan di tempat pak RW sehingga tidak perlu menunggu mereka. Teringat juga olehku wajah Bunga dan Abidah yang juga kelaparan ingin makan tapi ditahan karena ingin menunggu mereka pulang. Dan makan bersama seperti biasanya.
Didalam kamar aku menerawang ke atas langit-langit kamar. Rasanya dikecewakan keluarga begitu sakit ya. Beberapa menit kemudian Fitri juga ikut masuk kedalam kamar dan berbaring disebelahku. Air mataku perlahan menetes. Kami makan ingat Kalian. Kalian makan, Kami kelaparan. Apa itu Keluarga?
Buk, betulkan. Mereka udah makan. Kesal dang” Kata Fitri saat aku tidak ada respon dengan kehadirannya
Iya ya. Padahal kita tunggu mereka dengan keadaan yang juga lapar” ucapku mencoba menyembunyikan kekecewaanku yang begitu besar pada mereka
Iya loh, kesal kali. Tadi aja nasi aku gak habis” ucap Fitri
Kayaknya Koko ga tau kalau mereka gak boleh bilang udah makan diluar” ucapku ke Fitri “Mereka juga pasti gak enak, makanya mereka pura-pura makan masakan kita tadi. Tanpa komentar” sambungku lagi
Fitri hanya tertawa sepelan mungkin mengutuk kecerobohan Koko barusan. Pasti anak cowok tengah kesal kepadanya karena telah salah bicara
Dari kamar kudengar Bunga, Mbak Iim dan Abidah saling berbicara dengan rekan KKN yang cowok bahwa kami kecewa dan menceritakan bahwa tadi setelah dari SDN kami langsung ganti baju dan langsung masak. Tidak peduli keadaan kami yang kedinginan. Hanya mengingat cowok capek belum makan. Tapi tau-taunya mereka sudah makan dan tidak mengabari apa-apa.
Adzan Isya sudah berkumandang. Terdengar samar-samar karena rintik hujan yang membasahi desa Teluk Binjai. Aku dan Fitri keluar kamar lalu mengambil wudhu dan melaksanakan shalat, hanya berdua. Tanpa memperdulikan mereka yang tengah duduk diruang depan. Tanpa kata. Tanpa memandang. Tanpa menganggap mereka ada. Aku masih kesal dan biarkan aku sendiri.
Setelah Shalat aku langsung masuk kamar. Brefing malam aku lewatkan. Meskipun dipanggil jutaan kali aku tetap tidak mau menjawab panggilan Alfu dari luar kamar. Aku sedang marah dan aku tidak mau diganggu. Celoteh 3 Idiots (Koko, Adrian dan Ojik) diluar kamar yang selalu mengundang tawa juga tidak kuhiraukan. Aku benar-benar tengah kecewa. HANYA KARNA ITU? Jika saja mereka mempertanyakan kalimat yang sama persis. Jawabku YA. Hanya karna itu aku kecewa, karna aku sudah menganggap kalian keluarga yang merasakan sakit bersama. mungkin salahku karna berharap lebih pada kalian yang belum sepenuhnya aku kenal.
Bukan tentang makanan nya. Bukan tentang semangkuk MIE REBUS. Tapi bagaimana kalian menghargai bahwa keluarga merasakan susah dan sakit bersama. selama kami mengikuti pengajian dan kumpul bersama ibu-ibu desa. Kami selalu pulang dengan membawa makanan. Karna kami teringat kalian, kami makan kue kalian juga harus makan kue. Kami makan rambutan, kalian juga harus makan rambutan. Tapi rupanya aku salah berharap. Ya itu saja~
...
Aku bangun pagi sedikit terlambat. Setelah shalat aku kembali masuk kamar dan melewatkan brefing subuh. Benar-benar tanpa kata. Aku diam seribu bahasa.
Paginya Alfu dan yang lainnya menyindir terkait tidak adanya makanan untuk sarapan pagi ini. Siangnya Alfu menegur agar jangan terlalu kekanak-kanakan,marah dan tidak masak. Menelantarkan yang lainnya. Menyengsarakan semua penghuni posko. Meninggalkan tugas yang telah dibagi diawal. Aidil berkali-kali bolak-balik dapur untuk memastikan bahwa kami benar-benar masak dan ada makanan untuk dimakan siang ini. Nanti, suasana Aidil datang lalu bertanya, ada yang bisa dimakan? Benar-benarku rindukan.
Setelah masak aku kembali masuk kamar. Tidak ku sapa siapapun yang ada dihadapanku. Aku masih kesal meskipun tidak sekesal tadi malam. Aku menuju kamar mandi, mengangkat air dan membersihkan diri. Bersama Fitri.
Brefing ditiadakan, agenda hari ini penjelasan tentang suguhan mie rebus sore kemarin serta permintaan maaf untuk memperbaik hubungan. Mereka salah, mereka juga menyalahkan kami terlalu kekanak-kanakan. Aku terima. Aku sudah tidak marah. Hanya saja hatiku tidak habis-habisnya kecewa. Mulai hari ini aku berjanji, kepada kalian aku takkan berharap lebih. Apapun itu~ tidak akan berharap hingga aku kecewa sendiri~

Tidak ada komentar: