Kami
makan ingat Kalian, Kalian makan Kami kelaparan. Apa itu Keluarga?
Kami sebagian dari #Avengers29 |
Silahturahmi adalah jalinan yang
diperintahkan Allah untuk terus dijaga dan tidak terputus. Menjadi keluarga
baru di Desa Teluk Binjai meskipun hanya terjalin selama sebulan membuat kami
berfikir harus membuat sebuah acara seperti talkshow yang dapat mempertemukan
antara kami dan warga desa sekaligus membahas mengenai potensi dan masalah yang
ada di Desa Teluk Binjai.
Acara yang akan menjadikan kami bintang
tentunya, sebagai sekelompok mahasiswa pendatang dan sekelompok mahasiswa
titipan ibu dan bapak DPL. Acara yang mungkin belum mampu menghentikan asap di
Riau namun setidaknya dapat menimbulkan kesadaran dan kecintaan masyarakat
kepada sesama baik lingkungan maupun pada tetangga yang kemudian dapat
menciptakan rasa kebersyukuran yang besar lalu tidak lagi membakar lahan jika
tidak untuk mengisi sejengkal tenggorokan dan segumpal lambung.
Pada acara ini kami membuka forum yang
dihadirkan oleh beberapa warga sebagai narasumber. Diantaranya Pak Kades (Musri
Evendi) selaku narasumber utama untuk mendengarkan keluh kesah masyarakat Desa
Teluk Binjai. Babinkamtibmas (Denny) selaku pengamanan masyarakat yang dikirim
dari pemerintah daerah. Pak Jumli (Ketua MPA) yang mengerti tentang Masyarakat
Peduli Api namun tengah vakum dan tidak berjalan. Serta ketua Badan Pengawas
Desa untuk kemudian mendengar secara langsung apa yang dibutuhkan dan sangat
diharapkan masyarakat terkait kemajuan dan ketentraman desa.
Acara ini dimulai pada pukul 2 siang.
Sedari pagi kami memulai aktivitas dengan tugas yang telah diberikan oleh Bunga
selaku ketua pelaksana acara. Konseptor kami yang paling pintar dan keras
kepala. Adrian, Koko, Aidil, Alfu, Fauzi dan Agung sudah kelapangan SDN 010
untuk pemasangan tenda dan dibantu oleh pemuda dan masyarakat desa. Disini
tidak pernah ada yang namanya bekerja sendiri, kami selalu mendapat bantuan
tanpa diminta. Masyarakat nan harmonis dan penuh kerukunan dengan sukarela dan
keikhlasan telah membantu kami dalam segala hal membuat kami merasa bukan lagi
sekelompok pendatang, melainkan bagian kecil dari mereka.
Abidah, Mbak Im, Bunga, Fitri dan Aku bersiap
untuk membuat snack berupa Bakwan dan Tahu isi untuk disuguhkan kepada
masyarakat desa. Pukul 06:00 WIB kami memulai pekerjaan kami. Bunga
berkali-kali melihat jam untuk memastikan bahwa acara tidak akan terlambat
untuk dimulai. Wanita asal IPB ini seorang yang sangat tepat waktu dalam memulai
acara, sepanjang menjadi rekan seposkonya banyak tentang bagaimana mengurus
acara besar yang beliau tunjukkan tanpa di ajarkan. Dalam setiap acara
dikampusku, aku selalu diletakkan pada bagian konsumsi, dokumentasi ataupun
bendahara. Lalu baru ketika melihat betapa semangat wanita bernama DEWI BUNGA
SARI ini perlahan menular padaku. Ingin rasanya jika nanti setelah selesai KKN
aku ditempatkan pada bagian Co. Acara. Jika diberikan kesempatan.
kenaliiin, cewek cantik ini namanya Dewi Bunga Sari, Mahasiswa IPB. |
Kegelisahan Bunga membuat kami menjadi
terburu-buru untuk menyelesaikan tugas. Snack tengah di pack kedalam box
makanan. Sebagian sedang digoreng. Fitri dan Bunga sudah mandi dan berganti
pakaian. Abidah tengah mengepack makanan. Aku dan Mbak Im terus menggoreng
karna memang tugas yang kami dapatkan adalah “Konsumsi”. Sedangkan Fitri
seharusnya menjadi notulen dan Abidah adalah pemandu pembahasan potensi dan
masalah desa.
Kami team Konsumsi, sebelahku itu namanya Mbak Imrooatun Inaayah Tsalitsati, Mahasiswa UNS |
Jam satu siang kami sudah selesai dengan
aktivitas menggoreng. Hanya tinggal mengangkat makanan untuk dibawa kelapangan
SDN 010 untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat. Bunga dan yang lainnya
sudah lebih dahulu menuju SDN 010 karena mereka yang memulai acara pada jam
setengah dua siang. Sementara Aku dan Mbak Iim tidak perlu terburu-buru. Kami
hanya dibutuhkan pada saat pengantaran makanan kepada Narasumber dan Peserta
Talkshow yang terdiri dari seluruh lapisan masyarakat.
Lapangan SDN sudah dipadati masyarakat
untuk melihat acara Temu Ramah masyarakat bersama mahasiswa KKN Kebangsaan. Aku
mempersiapkan makanan untuk narasumber yang duduk didepan. Fitri berjaga dimeja
registrasi, Bunga sebagai penunjuk waktu, Abidah didepan bersama Aidil sebagai
MC, Koko sebagai seksi dokumentasi, Fauzi, Adrian dan Agung sedang tes voice untuk
acara hiburan dibagian paling akhir. Alfu sudah duduk bersama narasumber
didepan pentas.
Acara dibuka setelah seluruh narasumber
hadir dan masyarakat sudah banyak yang menunggu. Acara dimulai dengan pembacaan
ayat suci Al-Qur’an oleh Adrian dan dilanjutkan dengan perkenalan langsung oleh
Mahasiswa KKN Kebangsaan. Perkenalan dilakukan sesuai dengan karakter
masing-masing kami. Hal paling menarik adalah ketika Koko memperkenalkan diri kepada
semua masyarakat. Tidak ada kalimat yang lucu menurutku, Koko (Akbar) juga
tidak sedang melakukan Stand Up Comedy
atau semacamnya. Tetapi mengapa tawa masyarakat meledak begitu kalimat
“Perkenalkan nama saya : Akbar Hari Wijaya. Tapi diposko dipanggil Koko) seperti biasanya, beliau
memperkenalkan diri dengan gaya nya seperti seorang Toke Cina pemilik Counter Handphone. Lalu aku hanya
berfikiran, mungkintingkah Koko yang memang humoris dan begitu Selengek’an lah yang benar-benar mengundang tawa seluruh masyarakat.
Didepan masyarakat, kami perkenalan diri |
Perkenalan selesai lalu dilanjutkan
dengan identifikasi masalah desa yang dipandu oleh Abidah. Identifikasi masalah
desa yang disebutkan oleh seluruh masyarakat desa sungguh banyak, dimulai dari
tidak masuknya PLN kedesa teluk binjai, tidak adanya sumber air bersih, tidak
adanya akses jalan yang layak, tidak adanya klinik atau puskesmas yang memadai,
serta banyak keluhan lainnya.
Namun masyarakat desa ini sungguh lupa,
ada banyak potensi daerah yang bisa mereka pergunakan sebagai kekuatan desa.
Potensi ikan yang sungguh berlimpah, hanya kurang tau bagaimana cara menjual
dan tidak adanya wadah pengelola yang berkaitan dengan potensi. Lalu ombak bono
yang juga ada didesa Teluk Binjai, namun yang paling terkenal hanya desa Teluk
Meranti sebagai kecamatan.
Ketika pembahasan tentang identifikasi
masalah dan potensi desa selesai disebutkan, Aku dan Mbak Iim membagikan
makanan yang telah kami persiapkan untuk seluruh warga desa yang hadir.
Termasuk anak-anak. Karena kami menyediakan makanan yang cukup banyak dan dapat
memenuhi konsumsi masyarakat yang hadir.
Aku duduk dimeja registrasi sambil
pandanganku kearah panggung depan. Menyaksikan kepala desa dan beberapa
aparatur terkait yang sedang bermusyawarah bersama. Desa ini sungguh indah, aku
baru menjadi bagian dari desa ini selama sembilan hari. Tapi begitu istimewa
dan masyarakatnya ramah-ramah. Sepanjang jalan ketika kami akan menuju Kantor
desa, warga bergantian menyapa dan menawarkan tumpangan kepada kami.
Seorang lelaki yang kuketahui bernama
Eki, pemuda yang kuketahui pemilik warung dipelabuhan tempat Adrian, Koko, Ojik
dan Agung biasa bermain catur. Teringat olehku beberapa hari yang lalu aku asal
menceritakan tentang “Status tunangan abal-abal” ku yang sengaja di karang
untuk mengelabuhi dan melindungi diri kepada lelaki itu. Aku yang tengah duduk
pada anak tangga di dekat kantor kepala sekolah SDN 010 geli sendiri mengingat
apa yang aku ceritakan kepada teman-temanku diposko, terkait pertunanganku. Aku
juga tidak tau, beberapa hari setelah ini. Isu tentang tunangan itu justru
menjadi obrolan hangat yang aku tidak bayangkan sebelumnya.
Ibuku tidak begitu paham dengan kondisi
kampung yang masih jauh dari maju. Ibuku berfikir ketika datang ke desa banyak
pantangan yang harus dijauhi. Begitu juga dengan pemahamanku. Beberapa waktu
sebelum aku mengikuti KKN ini, ada banyak berita miring terkait anak KKN. Ada yang
pulang dalam keadaan sudah menjadi mayat, baik karna racun maupun tenggelam
disungai. Ada yang pulang dalam keadaan tidak lagi mengingat dirinya dan
keluarganya. Ada yang pulang dalam keadaan berkeras hati ingin menikah dengan
pemuda desa. Hal itu yang kemudian menjadi ketakutan terbesar dalam hati Ibuku.
Lalu akhirnya tercetuslah fikirannya untuk kemudian memberikan cincin berbentuk
cincin tunangan. Agar kemudian aku mengaku sudah bertunangan.
Setelah kembali ke rumah nanti ada
banyak hal yang ingin kubagi dengan bidadari berkedok manusia yang sangat
kucintai itu. Ingin aku bercerita bahwa Desa ini tidak seburuk bayangannya.
Bahwa masyarakat desa ini tidak se jahat cerita orang. Mereka baik, bahkan
sangat baik. Mereka ramah bahkan menganggap kami seperti anak dan adik sendiri.
Membuat kami perlahan merasa betah dan beruntung ditempatkan didesa ini.
Mak,
Anakmu sudah menepati janji untuk terus menjaga dan memelihara kehormatanku.
Salahkah jika kebohongan kecil justru membuatku terus menutupinya dengan kebohongan?
“Sii”
panggil seorang perempuan anggun nan cantik, sahabatku Fitri membuyarkan
lamunanku tentang Mamakku di Duri
“Oi,
Ada apa Pit?” Tanyaku kepadanya
“Foto yuk” ajaknya kemudian, aku hanya
geleng-geleng kepala. Makhluk manis yang tengah mempersiapkan kamera handphone
nya ini sudah kukenal sangat baik. Selain pemalu dia juga punya satu kebiasaan
wajar seorang perempuan “SELFIE” sampai aku pun kewalahan mengimbanginya
“Oke” Jawabku singkat
Beberapa foto dan video sudah diambil
siang itu. Menjadi bukti bahwa kebersamaan kami akan kami ingat dalam sebuah
“Album Kenangan didesa terpencil Teluk Binjai” setidaknya ada banyak
terimakasih yang akan kami ucapkan kepada siapa saja yang hobi mengabadikan
moment, karna berkat mereka lah kami akan saling mengingat dan tersenyum haru
serta getir menonton dan melihat gambaran diri dalam bentuk foto dan video satu
ketika nanti.
Identifikasi potensi dan masalah desa
selesai. Acara penutup adalah nyanyiaan yang akan dibawakan oleh Adrian
(Gitaris + Vocalis), Agung dan Fauzi (Vocalis). Inilah yang diperdebatkan
antara Bunga dan Agung tadi malam pada saat breefing terkait acara temu ramah.
Dimana Bunga tidak begitu yakin akan menampilkan lagu “Rumah Kita” sebagai
penutup sementara Agung bersikeras akan tetap menampilkan “Rumah Kita” untuk
mencairkan ketegangan setelah pembahasan potensi dan masalah desa.
![]() |
Penampilan Agung Dermawan, Adrian Suparta, Fauzi Permana Saputra dalam Rumah Kita |
Not
Bad
fikirku. Ketika mereka bernyanyi didepan panggung. Aku, Fitri, dan kawan KKN
lainnya ikut bernyanyi memeriahkan suasana penutupan acara di SDN 010. Lagu Rumah
kita yang dinyanyikan benar-benar seperti Rumah Kita dalam posko. Lirik yang
terkandung didalamnya, tidak main-main. Benar-benar menggambarkan kesederhanaan
yang kami lewati selama sembilan hari belakangan.
RumahKita.mp3
RumahKita.mp3
Hanya bilik bambu tempat tinggal
kita
Tanpa hiasan tanpa lukisan
Beratap jerami beralaskan tanah
Namun semua itu milik kita
Memang semua itu milik kita, sendiri
Tanpa hiasan tanpa lukisan
Beratap jerami beralaskan tanah
Namun semua itu milik kita
Memang semua itu milik kita, sendiri
Hanya alang-alang, pagar rumah kita
Tanpa jerami tanpa melati
Hanya bunga bakung tumbuh dihalaman
Namun semua itu milik kita
Memang semua itu milik kitaa
Tanpa jerami tanpa melati
Hanya bunga bakung tumbuh dihalaman
Namun semua itu milik kita
Memang semua itu milik kitaa
Lebih baik disini
Rumah kita sendiri
Segalanya nikmat dan anugerah yang kuasa
Semuanya ada disini♫
Rumah kita sendiri
Segalanya nikmat dan anugerah yang kuasa
Semuanya ada disini♫
Acara selesai setelah lagu Rumah Kita
selesai dinyanyikan bersama-sama. Tenda dibuka kembali oleh seluruh warga desa
untuk kemudian disimpan di gudang desa. Alfu, Aidil, Adrian, Koko, Ojik dan
Agung terlihat antusias bolak-balik mengangkat besi tenda yang beratnya
lumayan. Perkasa juga sahabat KKN ku ini fikirku sambil menonton mereka
bekerja. Kami yang cewek mendapat tugas yang ringan-ringan seperti memunguti
sampah, membuka ikatan kain tenda dan mengemasi barang-barang posko yang dibawa
ke SDN 010.
Ketika kami tengah mengemasi
barang-barang dan para pemuda tengah mengangkat tenda, hujan lebat mengguyur
desa Teluk Binjai. Seketika kami berteduh didalam ruang kelas SDN 010, para
pemuda meninggalkan pekerjaan untuk kemudian berteduh dari tetesan air hujan.
Seketika aku ingat bahwa tadi pagi sebelum membuat konsumsi untuk acara, kami
menjemur kain. Wadddduhhh, basah sudah
jemuran kami semuaa. Teriakku dalam hati
Mobil pak kades yang dikendarai bang
Indra (Ketua Pemuda) datang untuk menjemput Sound
System milik desa yang digunakan dalam acara temu ramah.
“Yang cewek-cewek balik ke posko duluan
saja ya. Abang antar” Kata bang Indra kepada kami yang duduk berdekatan “Masuk
ke mobil” perintahnya kemudian.
Setelah Aku, Fitri, Mbak Iim, Abidah dan
Bunga masuk kedalam mobil bang Indra sambil berlari juga masuk dan mengambil
tempat dibelakang kemudi. Kami duduk berdempet-dempet, bersempit-sempit untuk memastikan
kami berlima muat diatas kursi yang seharusnya hanya menampung 3 orang.
Ditambah lagi badan kami yang lumayan besar-besar. Hanya Bunga dan Mbak Iim
yang bentuk badannya sedikit lebih kecil.
Alhasil, jangan ditanya bagaimana Aku
duduk. Bukan duduk, lebih tepatnya berjongkok di bawah kursi mobil. Jarak SDN
010 dengan posko yang hanya 400 meter pun rasanya hampir 10 KM. Kok gak sampai-sampai gini ya? Fikirku
hampir menjerit menahan pegal dikaki dan seluruh badanku yang dipaksa “MUAT”
dalam kolong mobil.
Setelah turun dari mobil pak kades kami
berterimakasih kepada bang Indra atas tumpangannya. Begitu membuka pintu depan
posko, kami terkejut dengan jemuran kami yang sudah diangkat entah oleh siapa.
Aku begitu bersyukur, Allah menempatkan kami di desa ini. Bukan desa lain.
Dengan masyarakat yang begitu baik hati, saling tolong menolong dan pengertian.
Beberapa hari lalu aku juga mendengar
kabar bahwa ada salah satu desa yang meminta sumbangan uang senilai 1 juta
perorang untuk biaya sewa rumah dan makan selama sebulan. Setelah mencari
informasi aku juga akhirnya tau bahwa desa itu adalah desa yang ditempati
sahabatku Fonda Handika Arta.
Dalam hati aku berfikir, kami
ditumpangkan dalam posko sebesar ini. Dengan perabotan yang kemudian di siapkan
oleh kepala desa secara gratis kepada kami tanpa imbalan apapun. Kami juga
diberikan pasokan listrik yang kemudian kami ketahui dibayarkan menggunakan
dana desa. How lucky We are?
Setelah mengganti pakaian kami yang
sedikit basah, kami menghidupkan kompor dan mulai memasak. Terfikir oleh kami
bahwa mereka (rekan KKN yang cowok) pasti sudah sangat lapar, dari pagi mereka
bekerja keras untuk mendirikan tenda dan sorenya membuka tenda. Kami membuatkan
mie rebus (bukan mie instan) dan banyak makanan lain yang tentu saja akan habis
meskipun porsi hari ini lebih banyak dari biasanya.
Bunga dan Abidah kulihat sudah begitu
lapar. Terlihat dari wajahnya. Ada rasa kasihan dalam benakku untuk menyuruh
mereka makan duluan. Tapi terbayang kembali wajah team cowok yang jauh lebih lapar dan lelah
“Bunga, Abidah. Kita tunggu mereka baru
makan sama-sama ya.”
“Iya gue gapapa kok. Gue masih oke lah”
Jawab Bunga
“Soalnya kita capek, mereka lebih capek”
sambungku lagi
“Tapi kok mereka belum pulang juga ya?”
Tanya Mbak Iim kemudian setelah melirik jam. “Kita Maghrib dulu yok” ajak Mbak
Im kemudian
“Ayok” Jawab kami serentak kemudian menuju
sungai untuk mengambil air wudhu bersama-sama
“Jangan-jangan mereka dikasih makan sama
warga gak des?” Cerocos Fitri sembarangan ketika setelah selesai Shalat
membuatku yang awalnya juga berfikir demikian jadi sedikit tidak enak hati
“Gak mungkinlah mereka setega itu Fit”
ucapku menguatkan hati sendiri “Mereka gak mungkin makan kalau kita aja belum
makan” jawabku lagi
“Ya kan siapa tau” Sambung fitri
Tidak beberapa lama kemudian rombongan
cowok yang jalan kaki dari SDN 010 ke posko pun masuk dari pintu depan posko.
Kulihat baju mereka juga sedikit basah. Mereka langsung ke sungai untuk
mengambil wudhu dan melaksanakan shalat berjamaah
“Kalian gak wudhu?” tanya Alfu ketika
melihat kami mulai membereskan tempat untuk makan
“Kami udah duluan, nunggu kalian lama
sih. Kami fikir kalian shalat di masjid” jawab Mbak Iim
Alfu tidak menjawab, lalu Iqamah
dikumandangkan. Shalat berjamaah mereka di imami oleh Alfu. Suara alfu kalau
jadi imam sungguh keren. Pantas sih dia bisa menjuarai MTQ tingkat kabupaten
dan provinsi. Tidak salah para juri. Alfu TOP lah
Setelah mereka selesai shalat kami yang
telah mempersiapkan makan malam ketika mereka tengah shalat mulai menyendok
nasi dan mengambil bagian masing-masing. Nasiku sudah hampir habis ketika Koko
mengatakan “Kami sudah makan, dikasih mie sama istri pak RW”. Sepertinya Koko
juga tidak paham bahwa kalimat itu terlarang diucapkan. Aku dan Fitri hanya
pandang-pandangan. Cowok yang lainnya juga langsung diam tak berkata apa-apa
karna kesalahan kecil Koko. Tidak ada seleraku untuk terus menyantap makanan
yang telah kami masak dalam keadaan dingin tadi.
Seketika kalimat Fitri yang mengatakan
“Jangan-jangan mereka dikasih warga makan” terngiang jelas ditelingaku. Tidak
tau apa yang bisa kukatakan. Kuletakkan piring yang masih berisi sedikit nasi
itu kelantai rumah. Aku teguk air minumku. Lalu tanpa kata dan dengan perasaan
begitu hancur aku masuk kedalam kamar.
Tidak terbayang olehku rasanya sekecewa
ini sama mereka. Tidak terfikirkan olehku, hanya karna mereka telah makan
diluar aku begitu kesal dan rasanya ingin marah. Ingin teriak dan ingin
nyemplung ke sungai kampar yang ombaknya bersaut-sautan dibelakang posko kami.
Apa aku begitu berharap lebih bahwa
mereka punya perasaan saling memiliki seperti yang aku rasakan sehingga ketika
kenyataannya hanya karna mereka makan lebih dahulu aku begitu kecewa.
Teringat kembali betapa aku pribadi
ingin cepat pulang, ingin cepat sampai diposko, langsung berganti baju dan
langsung ke dapur untuk masak dalam keadaan gulita. Karna hanya Adrian yang
bisa menghidupkan Genset. Mengingat
mereka betapa kelaparan dan lelah seharian. Mereka kan bisa menghubungi kami
mengatakan bahwa mereka sudah makan di tempat pak RW sehingga tidak perlu
menunggu mereka. Teringat juga olehku wajah Bunga dan Abidah yang juga
kelaparan ingin makan tapi ditahan karena ingin menunggu mereka pulang. Dan
makan bersama seperti biasanya.
Didalam kamar aku menerawang ke atas
langit-langit kamar. Rasanya dikecewakan
keluarga begitu sakit ya. Beberapa menit kemudian Fitri juga ikut masuk
kedalam kamar dan berbaring disebelahku. Air mataku perlahan menetes. Kami
makan ingat Kalian. Kalian makan, Kami kelaparan. Apa itu Keluarga?
“Buk, betulkan. Mereka udah makan. Kesal
dang” Kata Fitri saat aku tidak ada respon dengan kehadirannya
“Iya ya. Padahal kita tunggu mereka
dengan keadaan yang juga lapar” ucapku mencoba menyembunyikan kekecewaanku yang
begitu besar pada mereka
“Iya loh, kesal kali. Tadi aja nasi aku
gak habis” ucap Fitri
“Kayaknya Koko ga tau kalau mereka gak
boleh bilang udah makan diluar” ucapku ke Fitri “Mereka juga pasti gak enak,
makanya mereka pura-pura makan masakan kita tadi. Tanpa komentar” sambungku
lagi
Fitri hanya tertawa sepelan mungkin
mengutuk kecerobohan Koko barusan. Pasti anak cowok tengah kesal kepadanya
karena telah salah bicara
Dari kamar kudengar Bunga, Mbak Iim dan
Abidah saling berbicara dengan rekan KKN yang cowok bahwa kami kecewa dan
menceritakan bahwa tadi setelah dari SDN kami langsung ganti baju dan langsung
masak. Tidak peduli keadaan kami yang kedinginan. Hanya mengingat cowok capek
belum makan. Tapi tau-taunya mereka sudah makan dan tidak mengabari apa-apa.
Adzan Isya sudah berkumandang. Terdengar
samar-samar karena rintik hujan yang membasahi desa Teluk Binjai. Aku dan Fitri
keluar kamar lalu mengambil wudhu dan melaksanakan shalat, hanya berdua. Tanpa
memperdulikan mereka yang tengah duduk diruang depan. Tanpa kata. Tanpa
memandang. Tanpa menganggap mereka ada. Aku masih kesal dan biarkan aku
sendiri.
Setelah Shalat aku langsung masuk kamar.
Brefing malam aku lewatkan. Meskipun dipanggil jutaan kali aku tetap tidak mau
menjawab panggilan Alfu dari luar kamar. Aku sedang marah dan aku tidak mau
diganggu. Celoteh 3 Idiots (Koko, Adrian dan Ojik) diluar kamar yang selalu
mengundang tawa juga tidak kuhiraukan. Aku benar-benar tengah kecewa. HANYA
KARNA ITU? Jika saja mereka mempertanyakan kalimat yang sama persis. Jawabku
YA. Hanya karna itu aku kecewa, karna aku sudah menganggap kalian keluarga yang
merasakan sakit bersama. mungkin salahku karna berharap lebih pada kalian yang
belum sepenuhnya aku kenal.
Bukan tentang makanan nya. Bukan tentang
semangkuk MIE REBUS. Tapi bagaimana kalian menghargai bahwa keluarga merasakan
susah dan sakit bersama. selama kami mengikuti pengajian dan kumpul bersama
ibu-ibu desa. Kami selalu pulang dengan membawa makanan. Karna kami teringat
kalian, kami makan kue kalian juga harus makan kue. Kami makan rambutan, kalian
juga harus makan rambutan. Tapi rupanya aku salah berharap. Ya itu saja~
...
Aku bangun pagi sedikit terlambat.
Setelah shalat aku kembali masuk kamar dan melewatkan brefing subuh.
Benar-benar tanpa kata. Aku diam seribu bahasa.
Paginya Alfu dan yang lainnya menyindir
terkait tidak adanya makanan untuk sarapan pagi ini. Siangnya Alfu menegur agar
jangan terlalu kekanak-kanakan,marah dan tidak masak. Menelantarkan yang
lainnya. Menyengsarakan semua penghuni posko. Meninggalkan tugas yang telah
dibagi diawal. Aidil berkali-kali bolak-balik dapur untuk memastikan bahwa kami
benar-benar masak dan ada makanan untuk dimakan siang ini. Nanti, suasana Aidil
datang lalu bertanya, ada yang bisa
dimakan? Benar-benarku rindukan.
Setelah masak aku kembali masuk kamar.
Tidak ku sapa siapapun yang ada dihadapanku. Aku masih kesal meskipun tidak
sekesal tadi malam. Aku menuju kamar mandi, mengangkat air dan membersihkan
diri. Bersama Fitri.
Brefing ditiadakan, agenda hari ini
penjelasan tentang suguhan mie rebus sore kemarin serta permintaan maaf untuk
memperbaik hubungan. Mereka salah, mereka juga menyalahkan kami terlalu
kekanak-kanakan. Aku terima. Aku sudah tidak marah. Hanya saja hatiku tidak
habis-habisnya kecewa. Mulai hari ini aku berjanji, kepada kalian aku takkan
berharap lebih. Apapun itu~ tidak akan berharap hingga aku kecewa sendiri~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar