Dirgahayu
Indonesiaku...
Hallo negri nan kaya raya, indah mempesona,
ramah tamah rakyatnya, berjuta budaya, dirgahayu Indonesiaku yang ke 70 tahun.
70 tahun sudah kita merdeka. Terputus dari sebuah rantai belenggu yang
berkepanjangan, yang membuat Indonesia harus menjadi budak untuk Jepang. 70
tahun sudah sang saka Merah Putih berkibar lepas, bebas dan indah mengudara di
Bumi Indonesia,
Indonesiaku, 70 tahun sudah kami rakyat
indonesia merasakan kesejahteraan bebas tanpa jajahan. Kami mencintaimu
Indonesiaku.
Animo kemerdekaan begitu lekat dalam
benak dan hatiku, begitu dekat bagaikan bersatu dalam nadiku. Untuk pertama
kalinya, 17 Agustus 2015. Dalam acara kemerdekaan Indonesia yang ke 70 telah mengukir
sejarah baru dalam hidupku. Dari sebuah desa terpencil Teluk binjai aku
menitipkan salamku untuk Ir. Soekarno dan seluruh pejuang kemerdekaan Republik
Indonesia baik yang telah tiada maupun yang sudah lanjut usia. Perjuangan kalian
dalam membebaskan Indonesia tidak dapat diungkapkan dalam kata-kata. Kalian
adalah pejuang yang jauh lebih berharga dibandingkan setumpuk emas dan berlian.
Jasa kalian begitu besar. Terimakasih para pahlawan pejuang kemerdekaan, segala
apa yang telah kalian perjuangkan akan dibayar dengan ganjaran terbaik dari
Allah sang penguasa semesta alam.
![]() |
Foto bersama rekan KKN sesaat sebelum menuju lapangan desa |
Menjadi salah satu anggota pengibar
bendera dilapangan desa Teluk Binjai menyadarkan aku betapa aku mencintai
Indonesiaku. Untuk sebuah pengalaman berhargaku di Teluk Binjai. Air mataku
menetes pagi ini, menyaksikan gambaran diriku disebuah cermin besar poskoku.
Melihat gambaran diriku dalam balutan seragam KKN Kebangsaan, Merah Putih.
Lambang kebangsaan yang menjadi semboyan pemersatu bangsa, celana putih
pemberian kepala desa, sarung tangan serta sebuah bros baju bergambarkan
garuda.
Hari ini aku dan tujuh anggota KKN
Kebangsaan lainnya bersiap untuk menjalankan tugas sebagai pengibar selembar
kain suci Merah Putih berharga Indonesiaku. Pukul 06:00 WIB kami telah selesai
bersiap untuk menunggu jemputan menuju lapangan kantor desa Teluk Binjai.
Sebuah mobil pick up yang telah
dipersiapkan untuk seluruh mahasiswa KKN Kebangsaan dan murid SDN 010 Teluk
Binjai sebagai pasukan paduan suara.
Menaiki sebuah mobil pick up selama 30 menit tidak lantas
membuatku dan tujuh teman lainnya lelah apalagi patah semangat, bahkan kami
lebih bahagia lagi dibandingkan dengan pejabat yang tengah berada diatas mobil
mewah juga menuju lapangan upacara baik diistana negara maupun dilapangan
provinsi, ini dikarenakan adik-adik SDN yang tidak henti-hentinya menyanyikan
lagu-lagu kebangsaan, mereka begitu antusias. Tidak ada wajah lelah mereka yang
bisa kutangkap.
“Ayo sambung lagu 17 Agustus” sorakku
ketika mereka baru saja selesai menyanyikan lagu hallo-hallo bandung
Pagi
yang cerah sekali ucapku memandang langit diatas kami,
hari ini Indonesia berbahagia. Telah mencapai usia 70 tahun. Tidak gampang
untuk bisa sampai pada angka itu, 70 tahun lamanya Indonesia merangkak dan
belajar berjalan membangun dan berusaha untuk terus menjadi bangsa yang besar.
Dan dipandang tinggi oleh negara lain.
Kami turun bergantian ketika mobil bak
terbuka telah sampai di lapangan desa. Pagi itu kami semua bersemangat meskipun
perut belum terisi oleh apapun pengganjal rasa lapar. Team 8 langsung mengambil
posisi untuk latihan pengibaran sebelum pengibaran setengah jam lagi.
Warga mulai berdatangan memenuhi
lapangan untuk melaksanakan upacara, sudah menjadi agenda tahunan desa bahwa
setiap tanggal 17 Agustus mengadakan upacara yang harus dihadiri oleh
sekurang-kurangnya satu perwakilan dalam satu keluarga lalu dilanjutkan dengan
pesta rakyat. Kami tetap fokus dengan baris berbaris kami.
Gladi resik selesai dan Pengibaran
dimulai.
Dag dig dug hatiku tidak karuan, kali
ini kami sudah disaksikan oleh hampir seluruh masyarakat dan aparatur desa yang
hadir. Kupandangi sekeliling ku, teman-teman kebangsaanku juga merasakan hal
yang sama. Kecuali Fitri dan Zanni tentunya. Yang notabenenya pernah
mengibarkan bendera ditingkat kecamatan dan kabupaten/kota didaerah asal mereka.
Aku menghela nafas panjang dan
mengeluarkan perlahan “KAMU BISA DES, KITA
BISA SAHABAT KEBANGSAANKU” teriakku dalam hati sambil memandang dan
mengangguk pada rekan disebelahku Abidah. Ketika moderator membacakan urutan kesekian
yang bebunyi “Pengibaran bendera merah
putih diiringi lagu Indonesia Raya”
Kami memulai langkah kami dengan penuh
kehati-hatian. Sekilas diantara kefokusanku aku mendengar beberapa warga
tertawa. Apa yang mereka tertawakan fikirku
kemudian. Aku memandang sahabatku Abidah, seakan memaksanya memahami bahasa
tubuhku yang mempertanyakan pasal tertawa itu. Adakah yang salah denganku Abidah? Tidak ada jawaban darinya
seperti yang aku harapkan, terang saja Abidah tidak mengerti dengan apa yang
ingin kutanyakan, Abidah terlalu fokus pada lurusnya barisan. Oke, jangan difikirkan Des. Hari ini, kalian
berdelapan adalah bintang lapangan. Untuk 11 menit lamanya kalian adalah fokus
perhatian lebih dari 400 pasang mata. Jangan terlalu difikirkan, mereka tertawa
bukan berarti untuk menertawakan kalian.
11 menit penuh kehati-hatian dalam
hidupku, mengemban tugas sebagai pengibar ternyata tidak begitu mendebarkan
setelah dilaksanakan. Kami mengakhiri pasukan baris berbaris dengan senyuman
dan ucapan syukur meskipun banyak kesalahan kami dalam pengibaran, namun
kepuasan hati kami lebih dari cukup untuk sebuah rasa syukur sembari memandang
kearah sang Merah Putih yang kini berkibar diujung tiang ditengah lapangan desa
Teluk Binjai.
![]() |
Bendera Merah Putih, berkibarlah |
Kami menunggu selesainya upacara
disebuah kantin yang terletak tidak jauh dari lapangan desa. Ada keinginan
untuk langsung memesan sarapan untuk kami namun masih ada tiga orang Sahabat
Kebangsaan kami yang masih bertugas. Mbak iim sebagai Pembaca Tatib, Aidil
sebagai Komandan Upacara dan Agung bertugas sebagai Dokumentasi.
Upacara baru saja selesai setelah
pembacaan doa oleh pemuka agama di desa Teluk Binjai. Kami dipanggil oleh
perangkat desa untuk melakukan sesi foto bersama Kepala Desa, Aparatur Desa,
Majelis guru SDN 010 dan Masyarakat. Hari ini kami adalah bintang lapangan
ucapku bahagia.
Setelah sesi foto bersama. Sebagaimana
yang telah direncanakan, hari ini selepas upacara pengibaran bendera akan
dilanjutkan dengan penyerahan dan penanaman secara simbolis pohon pemberian
Kementrian Lingkungan untuk penghijauan kembali desa Teluk Binjai yang pernah
terbakar. Dalam hal ini dari Sahabat Kebangsaan hanya diwakilkan oleh tiga
orang. Zanni sebagai Kordes menyerahkan kepada Kepala Desa. Adrian selaku Ketua
Tim Pendidikan menyerahkan kepada Kepala Sekolah SDN 010 dan yang terakhir
Aidil yang mengaku ingin sekali menyerahkan kepada Pemuka Masyarakat ataupun
Ketua Pemuda setempat.
Hanya beberapa pohon yang kami tanam
ketika itu dikarenakan kondisi tanah yang belum digali untuk menanam seluruh
tanaman pemberian Kementrian Lingkungan sebanyak 5000 pohon untuk desa Teluk
Binjai.
Seluruh adik-adik dari SDN 010 juga
sangat bahagia dan antusias. Mereka masing-masing memegang dua pohon yang akan
mereka tanam disekolah dan halaman rumah mereka.
“Kak, aku janji untuk terus merawat dan
membuatnya tumbuh hingga besar dan tinggi melebihi atap rumah” ucap seorang
adik bernama Selvi yang tengah duduk dikelas 3 SD
“Wah, bagus Selvi. Nanti pohonnya diberi nama
ya, kalau suatu saat kakak berkunjung kedesa ini lagi kakak akan cek sudah
setinggi apa pohon Selvi” jawabku tersenyum padanya “Andaikan seluruh perusak dan pembakar hutan sepertimu Dik, tidak akan
ada asap baik hari ini, 18 tahun silam dan berpuluh-puluh tahun yang akan
datang”
Acara penanaman pohon akhirnya selesai.
Kami ditraktir sarapan oleh pak Musri, Kepala Desa Teluk Binjai. Setelah
menyantap sarapan kami, acara dilanjutkan dengan pesta rakyat.
Seluruh permainan rakyat yang biasanya
mengisi acara 17 agustus dihampir seluruh tempat di Indonesia juga dimainkan
disini. Diantaranya Pacu Goni, Panjant Pinang, Menangkap Belut, Enggrang,
Bakiak, Pepaya Koin, Bola Dangdut, Menggendong Istri, Hijab, Memasukkan Benang
kedalam Jarum, Nyucup Atap (menganyam atap yang terbuat dari daun rumbio),
Makan Kerupuk, Membuat Sarang Ketupat.
Kami membagi menjadi 3 Team, dua team
putra dan satu team putri. Dimana Mbak Iim dan Abidah hanya bertugas untuk
mengabadikan keseruan hari itu baik dalam bentuk video maupun foto.
Aku, Fitri dan Bunga memulai petualangan
pesta rakyat kami dengan mengikuti lomba Bakiak.
Bakiak
adalah salah satu permainan tradisional. Bahannya dibuat dari kayu panjang
seperti seluncur es yang sudah dihaluskan (diamplas) dan diberi
beberapa selop diatasnya, biasanya untuk 2-3 orang tergantung keinginan. Memainkan bakiak biasanya
secara berkelompok atau tim, yang masing-masing tim berlomba untuk sampai ke
finish. Permainan ini menguji ketangkasan, kepemimpinan, kerja sama, kreatifitas,
wawasan serta kejujuran.
Team putri terdiri dari Fitri diposisi
paling depan sebagai Induk yang mengontrol, Aku ditengah sebagai Penyeimbang
dan Bunga dibelakang sebagai Pendukung.
Perlombaan dimulai
“Kiri
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan” teriak Fitri, Aku dan
Bunga untuk kode dalam melangkahkan kaki agar melangkah bersama.
Pertandingan pertama kami menangkan
tanpa kendali
Kami bertanding kembali dengan delapan
team lainnya yang telah menang pada lomba sebelumnya.
“Kiri
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan” teriak kami kembali
bersemangat dengan pertandingan kedua, apalagi dipertandingan kedua sahabat
kebangsaan yang cowoknya memberikan semangat sebegitu antusias disamping tali
pembatas
Pertandingan kedua dan ketiga juga kami
menangkan tanpa kendala yang begitu berarti hingga kami dipertemukan dengan
pertandingan final dengan dua team lainnya.
“Pertandingan
terakhir Guys, jika kalian sudah tidak kuat lagi jangan terlalu dipaksakan” ucapku
pada Fitri dan Bunga khawatir dengan kondisi mereka setelah tiga pertandingan
sebelumnya masih seputaran Bakiak
“Yoi,
pertandingan terakhir harus lebih bersemangat lagi ya Fit” sambung
Bunga menunggu jawaban sang kapten yang berada dibarisan paling depan
“Pokoknya
kita capek sejauh ini harus menang dong” jawab Fitri membakar
semangatku kembali
‘Syukurlah
mereka ternyata tidak begitu kelelahan’ ucapku dalam hati
“YOSH”..
Pertandingan Final dimulai..
“Satu
Dua Tiga” teriak seorang pemuda yang bertugas sebagai juri Bakiak
Kiri
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan ucap kami serentak,
menyamakan langkah kaki. Diawal pertandingan kami mendahului dua peserta lain,
namun ketika kami akan melakukan pembelokan untuk kembali kegaris start yang
juga merupakan garis finish, tempo kaki Fitri mendahului tempo kaki kami.
Alhasil kami bertiga jatuh ditengah perjalanan menuju garis finish. Kami
langsung berdiri sesuai instruksi Fitri untuk terus melanjutkan perlombaan
meskipun nanti kami tidak juara. Kami berdiri secara perlahan dan memulai
menyamakan langkah. Team dusun I
telah dipertengahan menuju garis finish didepan kami.
Kiri
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan teriak sahabat
kebangsaan kami diluar garis pembatas. Membakar semangat kami kembali, detik
kemudian team dusun I terjatuh beberapa langkah dari garis finish. Melihat
kejadian itu kami mengejar ketertinggalan. Sementara team dusun I tidak sanggup
berdiri karena postur mereka yang lebih gemuk dari kami dan juga lemah oleh
gelak tawa mereka, menertawakan kelucuan jatuh sesama mereka. Kami menang
sebagai juara tunggal, karena pada pertandingan bakiak hanya mengambil juara 1.
YOSH.. kami bertepuk dan saling
berpelukan karna senangnya.
Setelah pertandingan putri dilanjutkan
dengan bakiak putra. Sahabat KKN Kebangsaan yang putra juga terdiri dari dua
team, team pertama ada Zanni sebagai kapten, Adrian, dan Fauzi. Sementara di
team kedua ada Agung, Koko dan Aidil sebagai kapten. Pertandingan bakiak putra
juga dimenangkan dari team KKN Kebangsaan. Kami begitu penasaran mencoba untuk
bertanding dengan team pemenang bakiak putra.
Akhirnya setelah meminta untuk
bertanding kembali. Team pemenang bakiak putra memberikan perjanjian, jika
mereka menang maka selama seminggu kami tidur diruangan luar tanpa kasur dan
jika mereka kalah maka seluruh pekerjaan rumah diselesaikan oleh mereka tanpa
bantuan putri. OKE DEAL
Pertandingan dimulaaaai.
Kami mengungguli cowok sebelum putaran
menuju garis finish. Namun karena berbelok begitu tajam akhirnya kaki kanan
kami memijak bakiak dikaki kiri. Alhasil kami terjatuh begitu menyedihkannya.
Melihat kami terjatuh, team putra menjadi begitu berbesar kepala.
“Udah
deh, kalian tidur diluar seminggu tanpa kasur”teriak
Aidil kepada kami ditengah-tengah rasa sakit pada lutut dan jempol kaki yang
tertimpa oleh baliak dikaki kanan
“Kita
pelan-pelan aja woi, tunggu mereka berdiri kasihan gak ada temennya”
ucap Aidil lagi menyombongkan diri disambut gelak tawa Agung dan Koko
Kesombongan mereka membuat mereka lengah
bahwa kami sudah kembali berdiri dan memulai langkah kami kembali. Mereka
kelabakan ketika kami sudah mulai berdiri dan missed comunication pun terjadi
diantara sesama mereka. Sang kapten sudah melangkah maju sementara anggota nya
masih tertawa (menertawakan kami). Tidak terelakkan lagi mereka terjatuh
ketanah tanpa punya tenaga untuk berdiri sementara kami terus melangkah
mendekati garis finish tanpa memandang kearah mereka yang terjatuh sambil terus
menertawakan diri mereka sendiri.
Setelah perlombaan kami berkumpul
membentuk satu lingkaran. Saling menertawakan diri sendiri. Mengulang kejadian
bakiak beberapa menit silam. Memperlihatkan kekompakan kami kepada seluruh
masyarakat yang hadir dilapangan itu menyaksikan kami dalam satu lingkaran
keluarga dan persahabatan yang dipersatukan dari berbagai penjuru Indonesia
tanpa saling mengenal hingga sedekat ini, hari ke 17 Desa Teluk Binjai yang
luar biasa.
Aku, Abidah, Bunga, Fitri dan Mbak Iim
tengah berebut bakwan ketika panitia memanggil kami yang telah terdaftar
sebagai peserta bola dangdut untuk bersiap-siap karna perlombaan tersebut
tengah berlangsung.
Lima menit setelahnya kami telah berada
dilapangan ditonton oleh masyarakat desa yang ingin menyaksikan pertandingan
antara team KKN Kebangsaan putri dengan team PGRI dari SDN 010.
Bola dangdut adalah permainan yang dimainkan oleh lima
orang. Ukuran lapangannya disamakan dengan lapangan volly. Dimana setiap pemain
harus berjoged ketika music dibunyikan dan lanjut memperebutkan bola ketika
musicnya mati. Jika pemain tidak melakukan gerakan berjoged atau menari maka
dianggap kalah meskipun gol yang diciptakan begitu banyak. Pertandingan ini
dimainkan selama 35 menit yang terbagi atas 15 menit untuk babak pertama dan
kedua serta 5 menit untuk istirahat.
Dikarenakan kami tidak begitu pandai
berjoged serta masih sangat malu jika berjoged ditonton oleh seluruh masyarakat
desa kami kalah dan pertandingannya dimenangkan oleh team PGRI SDN 010 Teluk
Binjai. Namun kami begitu bahagia karena dapat mengikuti lomba yang begitu
menguras tenaga bukan karena mengejar bola namun karena terlalu lelah tertawa
selama pertandingan. Indahnya kebersamaan
didesa ini ya Allah
Dan lomba terakhir pada petualangan kami
adalah Tarik Tambang.
Tarik
tambang adalah
salah satu lomba
yang populer pada perayaan hari kemerdekaan Indonesia.
Jumlah peserta di pertandingan Tarik tambang yaitu ada 5 orang atau lebih dalam
1 regu. Pertandingan melibatkan
dua regu, dengan 5 atau lebih peserta. Dua regu bertanding dari dua sisi
berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang.
Di tengah-tengah terdapat pembatas berupa garis. Masing-masing regu
berupaya menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati
garis pembatas. Regu yang tertarik melewati garis pembatas dinyatakan kalah.
Taktik permainan terletak pada
penempatan pemain, kekuatan tarik dan pertahanan tumpuan kaki di tanah. Pada umumnya pemain
dengan kekuatan paling besar ditempatkan di ujung tali, untuk menahan ujung
tali saat bertahan atau menghentak pada saat penarikan.
Kali ini team kami terdiri dari Aku,
Abidah, Mbak Im, Fitri, Bunga, Bidan Eta (Istri Babinkamtibmas), Kak Ita (anak
tokoh agama) dan Ibu Butet (Istri pak kades). Melawan team dari dusun III.
Tidak mudah bagi kami untuk mengalahkan team dusun III karena postur mereka
yang mudah sekali bagi mereka mengalahkan kami. Dua putaran kami tidak dapat
menarik tali mereka meskipun kami telah mengerahkan seluruh tenaga kami untuk
menang. Namun apalah daya kami yang masih berusia 21 tahun dan berat rata-rata
45kg melawan ibu-ibu dengan berat rata-rata 60kg.
Meskipun kami tidak meraih juara namun
kami telah puas dengan rasa sakit dan pegal disekujur badan akibat mengerahkan
tenaga menarik tambang besar yang disediakan panitia. Tarik tambang
menghentikan petualangan pesta rakyat kami karena kondisi yang begitu lelah dan
badan yang pegal. Akhirnya kami meminjam Enggrang
milik panitia untuk bermain.
Fauzi sebagai sesepuh yang memenangkan
lomba tingkat putra mengajarkan kami dengan penuh kesabaran. Meskipun aku sadar
dia juga begitu lelah dan sesekali meng’aduh’ karena kakinya terpijak oleh enggrang yang kami mainkan.
Kami bermain bersama dilapangan hingga
pukul 17:33 WIB saat kepala desa meminta kami melakukan upacara penurunan
bendera merah putih ditengah langit yang hampir mengelam. Setelah penurunan
bendera, kami mengutip sampah yang berserakan diseluruh lapangan desa. Bersama
dengan masyarakat dan anak-anak kami membersihkan lapangan serta memindahkan
tenda dari lapangan menuju kantor desa. Karena malam akan diadakan lomba
karaoke.
Kami pulang keposko dalam keadaan begitu
kelelahan dan kotor baik wajah dan pakaian. Setelah mandi kami kembali kekantor
desa untuk membantu panitia dalam lomba karaoke.
Meskipun sebenarnya aku tidak begitu
menyukai acara music yang begitu mengganggu telinga aku tetap ikut kekantor
desa untuk menghargai undangan dari kepala desa kepada kami khususnya mahasiswa
KKN Kebangsaan sekaligus memberikan dukungan kepada Adrian yang juga mengikuti
lomba karaoke.
Ketika kami sampai dikantor desa belum
banyak yang datang untuk menyaksikan lomba, sementara lomba juga belum dimulai
karena peserta yang mendaftar hanya 6 orang. Pukul 21:00 WIB acara baru dibuka
oleh juri dan dimulai dengan penampilan pertama dari salah seorang murid di SDN
010 Teluk Binjai bernama Ima Yenti, yang merupakan murid Aku dan Fitri dikelas
6 tempat kami mengajar.
Lalu dilanjutkan oleh peserta lain,
hingga akhirnya dipanggillah peserta atas nama Adrian Suparta dengan nomor urut
5. Adrian naik kepentas dan mulai mendendangkan lagunya Imam S. Arifin ‘Orang
Termiskin di Dunia’ dan ‘Menunggu’nya Ridho Rhoma. Aduuuh, suaranya Adrian
begitu mendayu-dayu. Kudengar beberapa pemudi menyebutkan dan menyorakkan
namanya. Adrian, pesonanya mengalihkan
dunia Pemudi Desa Teluk Binjai, Dapat fans begitu banyak hanya dalam satu malam
leat dua lagu barusan. Aku tertawa sendiri membayangkan Adrian akan tinggal
didesa ini bersama salah satu pemudi yang begitu menyukainya.
Setelah Adrian duduk kembali diantara
kami, tidak beberapa lama kemudian Fandi memanggilku mengatakan bahwa dia sudah
mengantuk dan ingin pulang kerumah. Selain karena Aku dan Fitri menumpang motor
Fandi dari posko menuju kantor desa kami juga begitu lelah dan butuh istirahat
malam ini. Tubuh dan tenaga ini telah di forsir dari pagi.
Untuk keindahan hari ini dan hari-hari
berikutnya aku ingin bercerita pada dunia luas bahwa ada cerita indah di Desa
terpencil Teluk Binjai. Yang mengubah perasaan ingin pulang kerumah menjadi
kecintaanku terhadap mereka (masyarakat dan suasana desa). Dimulai dari
keramahan, rasa kasih sayang, saling berbagi, kekeluargaan, kebersamaan dan
kebaikan mereka yang tidak mungkin didapatkan dikota besar seperti Jakarta
(dirasakan Ojik), Depok (oleh Abidah), Lampung ( dirasakan oleh Koko). Sudah
lebih dari setengah bulan kami hidup didesa ini bersama masyarakat, tidak lama
lagi kami akan kembali ke daerah masing-masing. Kembali pada kesibukan masing-masing.
Kuliah, Tugas Akhir, Proposal, mengurusi organisasi. Aku ingin memperpanjang
kisah didesa ini, sebulan begitu singkat untuk menciptakan kenangan.
Malam ini kami tidak melakukan rutinitas
breefing malam seperti biasanya. Kordes mengerti betapa kami lelah dengan
aktivitas seharian. Tidak ada breefing dan kami semua dipaksa untuk istirahat.
Tidak boleh masih ada yang cerita di pukul 01:00 WIB keatas dan tidak boleh ada
kegiatan lain selain tidur.
“malam
ini breefing ditiadakan, semua sahabat harus tidur. Tidak boleh ada yang
bercerita lewat dari pukul 01:00 WIB, tidak ada kegiatan lain baik bermain
handphone, menghidupkan laptop, bermain game, melihat foto dan lain sebagainya.
Masih ada hari esok In Shaa Allah untuk melaksanakan kegiatan tersebut, masih banyak
tenaga yang kita perlukan untuk agenda Optimalisasi MPA” ucap sang Kordes
kepada kami semua yang tidak memiliki tanda tanya, artinya itu bukan pernyataan
meminta pendapat seperti biasanya melainkan perintah yang harus diikuti tanpa
bantahan.
Selamat malam dari desa Teluk Binjai
untuk Ibu dan empat orang saudara kandungku dikota Duri sana. Aku ingin
mengajak mereka kedesa ini suatu saat, menunjukkan bahwa masih ada desa
terpencil seperti yang sering kami saksikan di televisi hitam putih kami delapan
tahun silam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar