Teluk Binjai Punya Cerita #9



Dirgahayu Indonesiaku...

Hallo negri nan kaya raya, indah mempesona, ramah tamah rakyatnya, berjuta budaya, dirgahayu Indonesiaku yang ke 70 tahun. 70 tahun sudah kita merdeka. Terputus dari sebuah rantai belenggu yang berkepanjangan, yang membuat Indonesia harus menjadi budak untuk Jepang. 70 tahun sudah sang saka Merah Putih berkibar lepas, bebas dan indah mengudara di Bumi Indonesia,
Indonesiaku, 70 tahun sudah kami rakyat indonesia merasakan kesejahteraan bebas tanpa jajahan. Kami mencintaimu Indonesiaku.
Animo kemerdekaan begitu lekat dalam benak dan hatiku, begitu dekat bagaikan bersatu dalam nadiku. Untuk pertama kalinya, 17 Agustus 2015. Dalam acara kemerdekaan Indonesia yang ke 70 telah mengukir sejarah baru dalam hidupku. Dari sebuah desa terpencil Teluk binjai aku menitipkan salamku untuk Ir. Soekarno dan seluruh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia baik yang telah tiada maupun yang sudah lanjut usia. Perjuangan kalian dalam membebaskan Indonesia tidak dapat diungkapkan dalam kata-kata. Kalian adalah pejuang yang jauh lebih berharga dibandingkan setumpuk emas dan berlian. Jasa kalian begitu besar. Terimakasih para pahlawan pejuang kemerdekaan, segala apa yang telah kalian perjuangkan akan dibayar dengan ganjaran terbaik dari Allah sang penguasa semesta alam.

Foto bersama rekan KKN sesaat sebelum menuju lapangan desa

 Menjadi salah satu anggota pengibar bendera dilapangan desa Teluk Binjai menyadarkan aku betapa aku mencintai Indonesiaku. Untuk sebuah pengalaman berhargaku di Teluk Binjai. Air mataku menetes pagi ini, menyaksikan gambaran diriku disebuah cermin besar poskoku. Melihat gambaran diriku dalam balutan seragam KKN Kebangsaan, Merah Putih. Lambang kebangsaan yang menjadi semboyan pemersatu bangsa, celana putih pemberian kepala desa, sarung tangan serta sebuah bros baju bergambarkan garuda.
Hari ini aku dan tujuh anggota KKN Kebangsaan lainnya bersiap untuk menjalankan tugas sebagai pengibar selembar kain suci Merah Putih berharga Indonesiaku. Pukul 06:00 WIB kami telah selesai bersiap untuk menunggu jemputan menuju lapangan kantor desa Teluk Binjai. Sebuah mobil pick up yang telah dipersiapkan untuk seluruh mahasiswa KKN Kebangsaan dan murid SDN 010 Teluk Binjai sebagai pasukan paduan suara.



Menaiki sebuah mobil pick up selama 30 menit tidak lantas membuatku dan tujuh teman lainnya lelah apalagi patah semangat, bahkan kami lebih bahagia lagi dibandingkan dengan pejabat yang tengah berada diatas mobil mewah juga menuju lapangan upacara baik diistana negara maupun dilapangan provinsi, ini dikarenakan adik-adik SDN yang tidak henti-hentinya menyanyikan lagu-lagu kebangsaan, mereka begitu antusias. Tidak ada wajah lelah mereka yang bisa kutangkap.
Ayo sambung lagu 17 Agustus” sorakku ketika mereka baru saja selesai menyanyikan lagu hallo-hallo bandung
Pagi yang cerah sekali ucapku memandang langit diatas kami, hari ini Indonesia berbahagia. Telah mencapai usia 70 tahun. Tidak gampang untuk bisa sampai pada angka itu, 70 tahun lamanya Indonesia merangkak dan belajar berjalan membangun dan berusaha untuk terus menjadi bangsa yang besar. Dan dipandang tinggi oleh negara lain.
Kami turun bergantian ketika mobil bak terbuka telah sampai di lapangan desa. Pagi itu kami semua bersemangat meskipun perut belum terisi oleh apapun pengganjal rasa lapar. Team 8 langsung mengambil posisi untuk latihan pengibaran sebelum pengibaran setengah jam lagi.
Warga mulai berdatangan memenuhi lapangan untuk melaksanakan upacara, sudah menjadi agenda tahunan desa bahwa setiap tanggal 17 Agustus mengadakan upacara yang harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya satu perwakilan dalam satu keluarga lalu dilanjutkan dengan pesta rakyat. Kami tetap fokus dengan baris berbaris kami.
Gladi resik selesai dan Pengibaran dimulai.

Dag dig dug hatiku tidak karuan, kali ini kami sudah disaksikan oleh hampir seluruh masyarakat dan aparatur desa yang hadir. Kupandangi sekeliling ku, teman-teman kebangsaanku juga merasakan hal yang sama. Kecuali Fitri dan Zanni tentunya. Yang notabenenya pernah mengibarkan bendera ditingkat kecamatan dan kabupaten/kota didaerah asal mereka.
Aku menghela nafas panjang dan mengeluarkan perlahan “KAMU BISA DES, KITA BISA SAHABAT KEBANGSAANKU” teriakku dalam hati sambil memandang dan mengangguk pada rekan disebelahku Abidah. Ketika moderator membacakan urutan kesekian yang bebunyi “Pengibaran bendera merah putih diiringi lagu Indonesia Raya”
Kami memulai langkah kami dengan penuh kehati-hatian. Sekilas diantara kefokusanku aku mendengar beberapa warga tertawa. Apa yang mereka tertawakan fikirku kemudian. Aku memandang sahabatku Abidah, seakan memaksanya memahami bahasa tubuhku yang mempertanyakan pasal tertawa itu. Adakah yang salah denganku Abidah? Tidak ada jawaban darinya seperti yang aku harapkan, terang saja Abidah tidak mengerti dengan apa yang ingin kutanyakan, Abidah terlalu fokus pada lurusnya barisan. Oke, jangan difikirkan Des. Hari ini, kalian berdelapan adalah bintang lapangan. Untuk 11 menit lamanya kalian adalah fokus perhatian lebih dari 400 pasang mata. Jangan terlalu difikirkan, mereka tertawa bukan berarti untuk menertawakan kalian. 

11 menit penuh kehati-hatian dalam hidupku, mengemban tugas sebagai pengibar ternyata tidak begitu mendebarkan setelah dilaksanakan. Kami mengakhiri pasukan baris berbaris dengan senyuman dan ucapan syukur meskipun banyak kesalahan kami dalam pengibaran, namun kepuasan hati kami lebih dari cukup untuk sebuah rasa syukur sembari memandang kearah sang Merah Putih yang kini berkibar diujung tiang ditengah lapangan desa Teluk Binjai.
Bendera Merah Putih, berkibarlah

Kami menunggu selesainya upacara disebuah kantin yang terletak tidak jauh dari lapangan desa. Ada keinginan untuk langsung memesan sarapan untuk kami namun masih ada tiga orang Sahabat Kebangsaan kami yang masih bertugas. Mbak iim sebagai Pembaca Tatib, Aidil sebagai Komandan Upacara dan Agung bertugas sebagai Dokumentasi.
Upacara baru saja selesai setelah pembacaan doa oleh pemuka agama di desa Teluk Binjai. Kami dipanggil oleh perangkat desa untuk melakukan sesi foto bersama Kepala Desa, Aparatur Desa, Majelis guru SDN 010 dan Masyarakat. Hari ini kami adalah bintang lapangan ucapku bahagia.
Setelah sesi foto bersama. Sebagaimana yang telah direncanakan, hari ini selepas upacara pengibaran bendera akan dilanjutkan dengan penyerahan dan penanaman secara simbolis pohon pemberian Kementrian Lingkungan untuk penghijauan kembali desa Teluk Binjai yang pernah terbakar. Dalam hal ini dari Sahabat Kebangsaan hanya diwakilkan oleh tiga orang. Zanni sebagai Kordes menyerahkan kepada Kepala Desa. Adrian selaku Ketua Tim Pendidikan menyerahkan kepada Kepala Sekolah SDN 010 dan yang terakhir Aidil yang mengaku ingin sekali menyerahkan kepada Pemuka Masyarakat ataupun Ketua Pemuda setempat.
Hanya beberapa pohon yang kami tanam ketika itu dikarenakan kondisi tanah yang belum digali untuk menanam seluruh tanaman pemberian Kementrian Lingkungan sebanyak 5000 pohon untuk desa Teluk Binjai.

Seluruh adik-adik dari SDN 010 juga sangat bahagia dan antusias. Mereka masing-masing memegang dua pohon yang akan mereka tanam disekolah dan halaman rumah mereka.
Kak, aku janji untuk terus merawat dan membuatnya tumbuh hingga besar dan tinggi melebihi atap rumah” ucap seorang adik bernama Selvi yang tengah duduk dikelas 3 SD
Wah, bagus Selvi. Nanti pohonnya diberi nama ya, kalau suatu saat kakak berkunjung kedesa ini lagi kakak akan cek sudah setinggi apa pohon Selvi” jawabku tersenyum padanya “Andaikan seluruh perusak dan pembakar hutan sepertimu Dik, tidak akan ada asap baik hari ini, 18 tahun silam dan berpuluh-puluh tahun yang akan datang”
Acara penanaman pohon akhirnya selesai. Kami ditraktir sarapan oleh pak Musri, Kepala Desa Teluk Binjai. Setelah menyantap sarapan kami, acara dilanjutkan dengan pesta rakyat.
Seluruh permainan rakyat yang biasanya mengisi acara 17 agustus dihampir seluruh tempat di Indonesia juga dimainkan disini. Diantaranya Pacu Goni, Panjant Pinang, Menangkap Belut, Enggrang, Bakiak, Pepaya Koin, Bola Dangdut, Menggendong Istri, Hijab, Memasukkan Benang kedalam Jarum, Nyucup Atap (menganyam atap yang terbuat dari daun rumbio), Makan Kerupuk, Membuat Sarang Ketupat.
Kami membagi menjadi 3 Team, dua team putra dan satu team putri. Dimana Mbak Iim dan Abidah hanya bertugas untuk mengabadikan keseruan hari itu baik dalam bentuk video maupun foto.
Aku, Fitri dan Bunga memulai petualangan pesta rakyat kami dengan mengikuti lomba Bakiak. 
Bakiak adalah salah satu permainan tradisional. Bahannya dibuat dari kayu panjang seperti seluncur es yang sudah dihaluskan (diamplas) dan diberi beberapa selop diatasnya, biasanya untuk 2-3 orang tergantung keinginan. Memainkan bakiak biasanya secara berkelompok atau tim, yang masing-masing tim berlomba untuk sampai ke finish. Permainan ini menguji ketangkasan, kepemimpinan, kerja sama, kreatifitas, wawasan serta kejujuran.

Team putri terdiri dari Fitri diposisi paling depan sebagai Induk yang mengontrol, Aku ditengah sebagai Penyeimbang dan Bunga dibelakang sebagai Pendukung.
Perlombaan dimulai

“Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan” teriak Fitri, Aku dan Bunga untuk kode dalam melangkahkan kaki agar melangkah bersama.
Pertandingan pertama kami menangkan tanpa kendali
Kami bertanding kembali dengan delapan team lainnya yang telah menang pada lomba sebelumnya.
“Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan” teriak kami kembali bersemangat dengan pertandingan kedua, apalagi dipertandingan kedua sahabat kebangsaan yang cowoknya memberikan semangat sebegitu antusias disamping tali pembatas
Pertandingan kedua dan ketiga juga kami menangkan tanpa kendala yang begitu berarti hingga kami dipertemukan dengan pertandingan final dengan dua team lainnya.
“Pertandingan terakhir Guys, jika kalian sudah tidak kuat lagi jangan terlalu dipaksakan” ucapku pada Fitri dan Bunga khawatir dengan kondisi mereka setelah tiga pertandingan sebelumnya masih seputaran Bakiak
“Yoi, pertandingan terakhir harus lebih bersemangat lagi ya Fit” sambung Bunga menunggu jawaban sang kapten yang berada dibarisan paling depan
“Pokoknya kita capek sejauh ini harus menang dong” jawab Fitri membakar semangatku kembali
‘Syukurlah mereka ternyata tidak begitu kelelahan’ ucapku dalam hati
YOSH”..
Pertandingan Final dimulai..
Satu Dua Tiga” teriak seorang pemuda yang bertugas sebagai juri Bakiak
Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan ucap kami serentak, menyamakan langkah kaki. Diawal pertandingan kami mendahului dua peserta lain, namun ketika kami akan melakukan pembelokan untuk kembali kegaris start yang juga merupakan garis finish, tempo kaki Fitri mendahului tempo kaki kami. Alhasil kami bertiga jatuh ditengah perjalanan menuju garis finish. Kami langsung berdiri sesuai instruksi Fitri untuk terus melanjutkan perlombaan meskipun nanti kami tidak juara. Kami berdiri secara perlahan dan memulai menyamakan langkah. Team dusun I telah dipertengahan menuju garis finish didepan kami.
Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan teriak sahabat kebangsaan kami diluar garis pembatas. Membakar semangat kami kembali, detik kemudian team dusun I terjatuh beberapa langkah dari garis finish. Melihat kejadian itu kami mengejar ketertinggalan. Sementara team dusun I tidak sanggup berdiri karena postur mereka yang lebih gemuk dari kami dan juga lemah oleh gelak tawa mereka, menertawakan kelucuan jatuh sesama mereka. Kami menang sebagai juara tunggal, karena pada pertandingan bakiak hanya mengambil juara 1. YOSH.. kami bertepuk dan saling berpelukan karna senangnya.

Setelah pertandingan putri dilanjutkan dengan bakiak putra. Sahabat KKN Kebangsaan yang putra juga terdiri dari dua team, team pertama ada Zanni sebagai kapten, Adrian, dan Fauzi. Sementara di team kedua ada Agung, Koko dan Aidil sebagai kapten. Pertandingan bakiak putra juga dimenangkan dari team KKN Kebangsaan. Kami begitu penasaran mencoba untuk bertanding dengan team pemenang bakiak putra.
Akhirnya setelah meminta untuk bertanding kembali. Team pemenang bakiak putra memberikan perjanjian, jika mereka menang maka selama seminggu kami tidur diruangan luar tanpa kasur dan jika mereka kalah maka seluruh pekerjaan rumah diselesaikan oleh mereka tanpa bantuan putri. OKE DEAL
Pertandingan dimulaaaai.
Kami mengungguli cowok sebelum putaran menuju garis finish. Namun karena berbelok begitu tajam akhirnya kaki kanan kami memijak bakiak dikaki kiri. Alhasil kami terjatuh begitu menyedihkannya. Melihat kami terjatuh, team putra menjadi begitu berbesar kepala.
“Udah deh, kalian tidur diluar seminggu tanpa kasur”teriak Aidil kepada kami ditengah-tengah rasa sakit pada lutut dan jempol kaki yang tertimpa oleh baliak dikaki kanan
“Kita pelan-pelan aja woi, tunggu mereka berdiri kasihan gak ada temennya” ucap Aidil lagi menyombongkan diri disambut gelak tawa Agung dan Koko
Kesombongan mereka membuat mereka lengah bahwa kami sudah kembali berdiri dan memulai langkah kami kembali. Mereka kelabakan ketika kami sudah mulai berdiri dan missed comunication pun terjadi diantara sesama mereka. Sang kapten sudah melangkah maju sementara anggota nya masih tertawa (menertawakan kami). Tidak terelakkan lagi mereka terjatuh ketanah tanpa punya tenaga untuk berdiri sementara kami terus melangkah mendekati garis finish tanpa memandang kearah mereka yang terjatuh sambil terus menertawakan diri mereka sendiri.
Setelah perlombaan kami berkumpul membentuk satu lingkaran. Saling menertawakan diri sendiri. Mengulang kejadian bakiak beberapa menit silam. Memperlihatkan kekompakan kami kepada seluruh masyarakat yang hadir dilapangan itu menyaksikan kami dalam satu lingkaran keluarga dan persahabatan yang dipersatukan dari berbagai penjuru Indonesia tanpa saling mengenal hingga sedekat ini, hari ke 17 Desa Teluk Binjai yang luar biasa.
Aku, Abidah, Bunga, Fitri dan Mbak Iim tengah berebut bakwan ketika panitia memanggil kami yang telah terdaftar sebagai peserta bola dangdut untuk bersiap-siap karna perlombaan tersebut tengah berlangsung.
Lima menit setelahnya kami telah berada dilapangan ditonton oleh masyarakat desa yang ingin menyaksikan pertandingan antara team KKN Kebangsaan putri dengan team PGRI dari SDN 010.
Bola dangdut adalah permainan yang dimainkan oleh lima orang. Ukuran lapangannya disamakan dengan lapangan volly. Dimana setiap pemain harus berjoged ketika music dibunyikan dan lanjut memperebutkan bola ketika musicnya mati. Jika pemain tidak melakukan gerakan berjoged atau menari maka dianggap kalah meskipun gol yang diciptakan begitu banyak. Pertandingan ini dimainkan selama 35 menit yang terbagi atas 15 menit untuk babak pertama dan kedua serta 5 menit untuk istirahat.
Dikarenakan kami tidak begitu pandai berjoged serta masih sangat malu jika berjoged ditonton oleh seluruh masyarakat desa kami kalah dan pertandingannya dimenangkan oleh team PGRI SDN 010 Teluk Binjai. Namun kami begitu bahagia karena dapat mengikuti lomba yang begitu menguras tenaga bukan karena mengejar bola namun karena terlalu lelah tertawa selama pertandingan. Indahnya kebersamaan didesa ini ya Allah
Dan lomba terakhir pada petualangan kami adalah Tarik Tambang.
Tarik tambang adalah salah satu lomba yang populer pada perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Jumlah peserta di pertandingan Tarik tambang yaitu ada 5 orang atau lebih dalam 1 regu. Pertandingan melibatkan dua regu, dengan 5 atau lebih peserta. Dua regu bertanding dari dua sisi berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang. Di tengah-tengah terdapat pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati garis pembatas. Regu yang tertarik melewati garis pembatas dinyatakan kalah.
Taktik permainan terletak pada penempatan pemain, kekuatan tarik dan pertahanan tumpuan kaki di tanah. Pada umumnya pemain dengan kekuatan paling besar ditempatkan di ujung tali, untuk menahan ujung tali saat bertahan atau menghentak pada saat penarikan.

Kali ini team kami terdiri dari Aku, Abidah, Mbak Im, Fitri, Bunga, Bidan Eta (Istri Babinkamtibmas), Kak Ita (anak tokoh agama) dan Ibu Butet (Istri pak kades). Melawan team dari dusun III. Tidak mudah bagi kami untuk mengalahkan team dusun III karena postur mereka yang mudah sekali bagi mereka mengalahkan kami. Dua putaran kami tidak dapat menarik tali mereka meskipun kami telah mengerahkan seluruh tenaga kami untuk menang. Namun apalah daya kami yang masih berusia 21 tahun dan berat rata-rata 45kg melawan ibu-ibu dengan berat rata-rata 60kg.
Meskipun kami tidak meraih juara namun kami telah puas dengan rasa sakit dan pegal disekujur badan akibat mengerahkan tenaga menarik tambang besar yang disediakan panitia. Tarik tambang menghentikan petualangan pesta rakyat kami karena kondisi yang begitu lelah dan badan yang pegal. Akhirnya kami meminjam Enggrang milik panitia untuk bermain.

Fauzi sebagai sesepuh yang memenangkan lomba tingkat putra mengajarkan kami dengan penuh kesabaran. Meskipun aku sadar dia juga begitu lelah dan sesekali meng’aduh’ karena kakinya terpijak oleh enggrang yang kami mainkan.
Kami bermain bersama dilapangan hingga pukul 17:33 WIB saat kepala desa meminta kami melakukan upacara penurunan bendera merah putih ditengah langit yang hampir mengelam. Setelah penurunan bendera, kami mengutip sampah yang berserakan diseluruh lapangan desa. Bersama dengan masyarakat dan anak-anak kami membersihkan lapangan serta memindahkan tenda dari lapangan menuju kantor desa. Karena malam akan diadakan lomba karaoke.
Kami pulang keposko dalam keadaan begitu kelelahan dan kotor baik wajah dan pakaian. Setelah mandi kami kembali kekantor desa untuk membantu panitia dalam lomba karaoke.
Meskipun sebenarnya aku tidak begitu menyukai acara music yang begitu mengganggu telinga aku tetap ikut kekantor desa untuk menghargai undangan dari kepala desa kepada kami khususnya mahasiswa KKN Kebangsaan sekaligus memberikan dukungan kepada Adrian yang juga mengikuti lomba karaoke.
Ketika kami sampai dikantor desa belum banyak yang datang untuk menyaksikan lomba, sementara lomba juga belum dimulai karena peserta yang mendaftar hanya 6 orang. Pukul 21:00 WIB acara baru dibuka oleh juri dan dimulai dengan penampilan pertama dari salah seorang murid di SDN 010 Teluk Binjai bernama Ima Yenti, yang merupakan murid Aku dan Fitri dikelas 6 tempat kami mengajar.
Lalu dilanjutkan oleh peserta lain, hingga akhirnya dipanggillah peserta atas nama Adrian Suparta dengan nomor urut 5. Adrian naik kepentas dan mulai mendendangkan lagunya Imam S. Arifin ‘Orang Termiskin di Dunia’ dan ‘Menunggu’nya Ridho Rhoma. Aduuuh, suaranya Adrian begitu mendayu-dayu. Kudengar beberapa pemudi menyebutkan dan menyorakkan namanya. Adrian, pesonanya mengalihkan dunia Pemudi Desa Teluk Binjai, Dapat fans begitu banyak hanya dalam satu malam leat dua lagu barusan. Aku tertawa sendiri membayangkan Adrian akan tinggal didesa ini bersama salah satu pemudi yang begitu menyukainya. 

Setelah Adrian duduk kembali diantara kami, tidak beberapa lama kemudian Fandi memanggilku mengatakan bahwa dia sudah mengantuk dan ingin pulang kerumah. Selain karena Aku dan Fitri menumpang motor Fandi dari posko menuju kantor desa kami juga begitu lelah dan butuh istirahat malam ini. Tubuh dan tenaga ini telah di forsir dari pagi.
Untuk keindahan hari ini dan hari-hari berikutnya aku ingin bercerita pada dunia luas bahwa ada cerita indah di Desa terpencil Teluk Binjai. Yang mengubah perasaan ingin pulang kerumah menjadi kecintaanku terhadap mereka (masyarakat dan suasana desa). Dimulai dari keramahan, rasa kasih sayang, saling berbagi, kekeluargaan, kebersamaan dan kebaikan mereka yang tidak mungkin didapatkan dikota besar seperti Jakarta (dirasakan Ojik), Depok (oleh Abidah), Lampung ( dirasakan oleh Koko). Sudah lebih dari setengah bulan kami hidup didesa ini bersama masyarakat, tidak lama lagi kami akan kembali ke daerah masing-masing. Kembali pada kesibukan masing-masing. Kuliah, Tugas Akhir, Proposal, mengurusi organisasi. Aku ingin memperpanjang kisah didesa ini, sebulan begitu singkat untuk menciptakan kenangan.
Malam ini kami tidak melakukan rutinitas breefing malam seperti biasanya. Kordes mengerti betapa kami lelah dengan aktivitas seharian. Tidak ada breefing dan kami semua dipaksa untuk istirahat. Tidak boleh masih ada yang cerita di pukul 01:00 WIB keatas dan tidak boleh ada kegiatan lain selain tidur.
malam ini breefing ditiadakan, semua sahabat harus tidur. Tidak boleh ada yang bercerita lewat dari pukul 01:00 WIB, tidak ada kegiatan lain baik bermain handphone, menghidupkan laptop, bermain game, melihat foto dan lain sebagainya. Masih ada hari esok In Shaa Allah untuk melaksanakan kegiatan tersebut, masih banyak tenaga yang kita perlukan untuk agenda Optimalisasi MPA” ucap sang Kordes kepada kami semua yang tidak memiliki tanda tanya, artinya itu bukan pernyataan meminta pendapat seperti biasanya melainkan perintah yang harus diikuti tanpa bantahan.
Selamat malam dari desa Teluk Binjai untuk Ibu dan empat orang saudara kandungku dikota Duri sana. Aku ingin mengajak mereka kedesa ini suatu saat, menunjukkan bahwa masih ada desa terpencil seperti yang sering kami saksikan di televisi hitam putih kami delapan tahun silam.

Tidak ada komentar: