Teluk Binjai Punya Cerita #10



Tumit Koooo, bukan Dengkul...

Acara final turnamen sepak bola di lapangan desa sudah selesai hari ini. Team aparatur desa yang sangat aku harapkan menjadi juara ternyata tersenggol juga dengan team yang tidak disangka. Team RW yang didalamnya terdapat sahabat kami Adrian sebagai Striker yang diharapkan menang juga hanya meraih juara 2. Namun, itu sudah cukup menjadi kebanggaan kami.
Aku dan Fitri pulang lebih dahulu karna mau masak untuk makan malam. Kami pulang bersama Fandi seperti biasanya. Didesa ini istilah cabe-cabean yang biasa terdengar di kota atau istilah untuk anak remaja yang masih labil sehingga berboncengan bertiga dalam satu kali jalan tidak kami hiraukan. Didesa ini kebanyakan orang juga bonceng tiga. Sehingga hampir setiap ada acara dikantor desa, Aku dan Fitri dibonceng Fandi.
Anak kecil berusia 14 tahun itu benar-benar menjadi sahabat, adik dan keluarga terdekat selama di desa ini. Tidak lagi terkira dengan apa yang beliau berikan. Isu bahwa tahun lalu dia menangis hebat karna anak KKN pulang terbayang difikiranku. Akankah dia kembali menangis jika nanti saat kami meninggalkan desa ini tiba? Atau malah aku yang menangis terisak tak henti meninggalkannya? Entahlah yang jelas. Aku sudah sangat menyayanginya sebagai adikku.
Ia mengantarkan kami kemanapun kami ingin. Ia menjemput kami ketika kami membutuhkan bantuannya. Usianya yang masih kecil sudah seharusnya tinggal di Sekolah untuk belajar. Namun, baginya belajar bukanlah kebutuhan. Kami selalu marah jika dia tidak sekolah. Orangtuanya kehabisan cara bagaimana menyuruhnya untuk sekolah. Akhirnya aku dan fitri sepakat untuk tidak menemuinya sore hari jika pada paginya dia tidak sekolah.
Bagiku, dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Adik bungsuku juga jika tidak pergi sekolah pasti akan kumarahi. Sama sepertinya. Masa depannya lebih baik jika dia sekolah. Masa depannya akan lebih cerah lewat sekolah. Meskipun sekolahan ada dikecamatan bukan alasan untuk tidak sekolah karna ada Pompong desa khusus untuk mengangkut anak sekolah.
Sore itu Koko dan Fauzi juga mendapat tumpangan dimobil pak kades setelah melihat final turnamen . Namun hanya sampai Tower yang jaraknya masih 1 KM ke posko kami. Karena kondisi jalan desa yang tidak cukup untuk dilewati mobil. Fauzi dan Koko melanjutkan dengan berjalan kaki. Hari sudah sangat sore, di masjid yang mereka lewati terdengar gema suara adzan yang menandakan waktu Shalat Maghrib sudah masuk. 
Fauzi Permana Saputra (Mahasiswa UNJ), Akbar Hari Wijaya (Mahasiswa UNILA), di cerita kali ini mereka bintangnya


Fauzi yang memilki masalah dengan penglihatan hanya mengandalkan Koko, mereka berjalan beriringan. Koko didepan, Fauzi dibelakang. Fauzi sebenarnya menggunakan kacamata, menuju Riau dia membawa dua kacamata. Ketika di Barak dia kehilangan satu kacamata sementara begitu sampai posko kacamata yang satunya lagi patah. Benar-benar tidak bisa digunakan.
Tepat beberapa meter sebelum sampai dikuburan desa yang terletak ditepi jalan. Fauzi mendadak tumbang karna serangan seekor binatang.
“Kooooooo, gue digigit ular” Ucap Fauzi ketika merasa lumpuh seketika, saat seekor binatang yang disangkanya ular menggigit tumitnya. Untuk beberapa lama dia tidak sadarkan diri, pandangannya hitam. Benar-benar tidak bisa melihat apa-apa. Ia merasa bahwa ajalnya sudah semakin dekat, sebentar lagi akan mati karna gigitan ular. Mati dalam keadaan jauh dari orang tua dan mati didesa orang. Mengerikaaaaan!!!! Fauzi terus meraba-raba sekitar, berharap sahabatnya Koko langsung menghampirinya.
“Jangan bercanda lu ah Jik, udah maghrib ini. Mana dekat kuburan lagi” Ucap Koko santai, merasa bahwa sahabatnya yang sering aku beri sebutan (3 Idiots) tengah bercanda.
“Gue serius ini, gue di gigit ular” Katanya meyakinkan. Berharap koko benar-benar percaya dia bercanda
“Eh, Lu seriusan nih?” Ujar Koko yang kemudian menyadari sahabatnya benar-benar di gigit ular. Koko menerangi sekitar Fauzi terjatuh dengan Flash handphone nya untuk memastikan hewan yang menggigit dan melumpuhkan sahabatnya. Ketika melihat seekor kalajengking yang kemudian berusaha melarikan diri setelah meninggalkan satu gigitan dikaki sahabatnyanya “Bukan Ular jik, Kalajengking” Ucapnya meluruskan fikiran sahabatnya bahwa bukan ular yang menggigitnya melainkan kalajengking, maksudnya mungkin biar gak salah paham. Kasihan ular difitnah yang enggak-enggak, padahal kan pelakunya kalajengking. Ibaratnya ular dijadikan “Kambing Hitam” namun karna ular bukan kambing dan dijadikan “Ular Hitam” atau ibaratkan “Kalajengking makan cempedak, Ular kena getahnya” seperti itulah kira-kira (halaah ngomong opo?)
“Kooooo, tumit guee” jerik Fauzi ketika Koko sudah dekat
Koko memeriksa lututnya Fauzi untuk memastikan dimana Kalajengking sialan itu menggigit sahabatnya. “Mana Jik?” tanya koko kemudian
Tumit Gue Koo, bukan dengkul Bego” ucap Fauzi ketika menyadari bahwa tingkah natural Koko yang gagal paham membedakan mana Lutut mana Tumit. Mungkin saja ketika pelajaran biologi terkait anggota tubuh manusia, Koko sering cabut keluar buat nyari makan atau sekedar mencari angin. Sehingga sebegitu sulit baginya mencerna kalimat sahabatnya yang sudah hampir sekarat.
Tumit yang mana Jik?” tanyanya dengan muka polos “Yang mana?
Fauzi menunjukkan sumber sakitnya untuk kemudian Koko menyadari bahwa yang ditunjukkan Fauzi adalah tumit yang dia cari. Kaki Fauzi sudah bengkak dan menghitam. “Jik, kaki lo udah bengkak plus ­hitam gini” ucap Koko kebingungan.
"Serius lo Ko? Gak lama lagi gue nih Ko" Ujar Fauzi cemas
"Kayaknya iya deh Jik" Sambung koko meluruskan
Tidak jauh dari mereka Fandi yang duduk didekat kuburan sedang menunggu jemputan menyaksikan Koko yang sedang panik dan kebingungan lalu menghampiri. Koko melihat kanan dan kiri untuk mencari bantuan. Rumah warga disekita situ juga tidak ada. Tak beberapa lama kemudian lewatlah seorang pemuda desa yang juga dari lapangan menyaksikan final.
“Kenapa Ko?” Tanya pemuda itu kemudian
“Ojik digigit Kalajengking bang. Kakinya udah bengkak dan hitam banget ini” ucap Koko panik, membayangkan sahabatnya bakal end jika tidak segera ditolong
“Yaudah bawa ke Atuk Amir” Ujar pemuda itu sambil mengarahkan Ojik untuk duduk dibangku belakang motor membonceng bersama Koko juga. Fandi menunggu tumpangan lain. Lalu mengambil handphonenya memencet tombol navigasi untuk mencari namaku didaftar kontaknya
“Kak desi” ucapnya diseberang telfon. Aku baru saja selesai shalat ketika menerima telfon Fandi
“Iya Fandi, kenapa?” Tanyaku
“Bang Ojik digigit kalajengking kak. Dekat kuburan. Sekarang udah dibawa kerumah atuk Amir” ucapnya kemudian. Aku yang mendengar langsung panik “Apa bang Ojik digigit kalajengking?” Pekikku didengar seluruh penghuni posko
Setelah menutup telfon, mereka bertanya Ojik kenapa. Aku hanya mengatakan Ojik digigit kalajengking dan tengah dirumah atuk Amir. Kami bersiap-siap untuk menyusul Ojik dan Koko kerumah atuk Amir. Setelah beberapa menyelesaikan tilawahnya kami berangkat menuju rumah atuk Amir.
Baru setengah perjalanan menuju rumah atuk Amir yang letaknya lumayan jauh dari posko kami. Ojik dan Koko lewat dibonceng oleh pemuda yang mungkin tadi mengantarnya kerumah atuk Amir. Kami berputar arah dan berjalan menuju posko untuk kemudian melihat kondisi Ojik.
Begitu sampai kami menyerang Koko dengan banyak pertanyaan. Kenapa Ojik bisa digigit? (Pertanyaan yang jawabannya susah ditemukan), bagaimana ceritanya? (bagian lucunya adalah Koko yang gagal paham tentang mana lutut mana tumit), bagaimana atuk Amir mengobati Ojik.
Setelah menunggu mereka tenang, Koko menceritakan dari awal-sampai akhir. Tumit Fauzi terpaksa di sayat sedikit pada bagian yang digigit kalajengking. Lalu atuk Amir menghisap racun yang telah masuk kepembuluh darah Fauzi. Resiko yang dihadapi Atuk Amir juga besar. Jika saja racun kalajengking yang dihisap tertelan, Atuk Amir lah korbannya. Namun, beliau tidak memikirkan itu untuk membantu sahabat kami. Warga desa ini benar-benar tulus dan begitu ikhals dalam memberikan pertolongan.
Atuk Amir berpesan jika lewat didekat kuburan, harus hati-hati. Karna memang daerah itu banyak binatang kecil dan berbahaya yang lalu lalang. Atuk Amir juga memberikan minyak hitam yang fungsinya menghilangkan bengkak. Jika nanti hitam dikaki Fauzi bekas gigitan Kalajengking tadi naik ke atas kami harus mengoleskan minyak hitam tersebut. Atau bawa kembali kerumah Atuk Amir.
Kami antusias berjaga dan melihat kondisi kaki Fauzi. Khawatir jika hitam yang dimaksud naik dan mengejar jantungnya. Hitam yang dimaksud adalah racun yang berasal dari Kalajengking.


Tidak ada komentar: