Tumit Koooo, bukan Dengkul...
Acara final turnamen sepak bola di
lapangan desa sudah selesai hari ini. Team
aparatur desa yang sangat aku harapkan menjadi juara ternyata tersenggol
juga dengan team yang tidak disangka.
Team RW yang didalamnya terdapat
sahabat kami Adrian sebagai Striker yang
diharapkan menang juga hanya meraih juara 2. Namun, itu sudah cukup menjadi
kebanggaan kami.
Aku dan Fitri pulang lebih dahulu karna
mau masak untuk makan malam. Kami pulang bersama Fandi seperti biasanya. Didesa
ini istilah cabe-cabean yang biasa
terdengar di kota atau istilah untuk anak remaja yang masih labil sehingga
berboncengan bertiga dalam satu kali jalan tidak kami hiraukan. Didesa ini
kebanyakan orang juga bonceng tiga. Sehingga hampir setiap ada acara dikantor
desa, Aku dan Fitri dibonceng Fandi.
Anak kecil berusia 14 tahun itu
benar-benar menjadi sahabat, adik dan keluarga terdekat selama di desa ini.
Tidak lagi terkira dengan apa yang beliau berikan. Isu bahwa tahun lalu dia menangis
hebat karna anak KKN pulang terbayang difikiranku. Akankah dia kembali menangis
jika nanti saat kami meninggalkan desa ini tiba? Atau malah aku yang menangis
terisak tak henti meninggalkannya? Entahlah yang jelas. Aku sudah sangat
menyayanginya sebagai adikku.
Ia mengantarkan kami kemanapun kami
ingin. Ia menjemput kami ketika kami membutuhkan bantuannya. Usianya yang masih
kecil sudah seharusnya tinggal di Sekolah untuk belajar. Namun, baginya belajar
bukanlah kebutuhan. Kami selalu marah jika dia tidak sekolah. Orangtuanya
kehabisan cara bagaimana menyuruhnya untuk sekolah. Akhirnya aku dan fitri
sepakat untuk tidak menemuinya sore hari jika pada paginya dia tidak sekolah.
Bagiku, dia sudah kuanggap sebagai
adikku sendiri. Adik bungsuku juga jika tidak pergi sekolah pasti akan
kumarahi. Sama sepertinya. Masa depannya lebih baik jika dia sekolah. Masa
depannya akan lebih cerah lewat sekolah. Meskipun sekolahan ada dikecamatan
bukan alasan untuk tidak sekolah karna ada Pompong
desa khusus untuk mengangkut anak sekolah.
Sore itu Koko dan Fauzi juga mendapat
tumpangan dimobil pak kades setelah melihat final turnamen . Namun hanya sampai
Tower yang jaraknya masih 1 KM ke posko kami. Karena kondisi jalan desa yang
tidak cukup untuk dilewati mobil. Fauzi dan Koko melanjutkan dengan berjalan
kaki. Hari sudah sangat sore, di masjid yang mereka lewati terdengar gema suara
adzan yang menandakan waktu Shalat Maghrib sudah masuk.
Fauzi Permana Saputra (Mahasiswa UNJ), Akbar Hari Wijaya (Mahasiswa UNILA), di cerita kali ini mereka bintangnya |
Fauzi yang memilki masalah dengan penglihatan hanya mengandalkan Koko,
mereka berjalan beriringan. Koko didepan, Fauzi dibelakang. Fauzi sebenarnya
menggunakan kacamata, menuju Riau dia membawa dua kacamata. Ketika di Barak dia
kehilangan satu kacamata sementara begitu sampai posko kacamata yang satunya
lagi patah. Benar-benar tidak bisa digunakan.
Tepat beberapa meter sebelum sampai dikuburan desa yang terletak ditepi
jalan. Fauzi mendadak tumbang karna serangan seekor binatang.
“Kooooooo,
gue digigit ular” Ucap Fauzi ketika merasa lumpuh seketika, saat seekor
binatang yang disangkanya ular menggigit tumitnya. Untuk beberapa lama dia
tidak sadarkan diri, pandangannya hitam. Benar-benar tidak bisa melihat
apa-apa. Ia merasa bahwa ajalnya sudah semakin dekat, sebentar lagi akan mati
karna gigitan ular. Mati dalam keadaan jauh dari orang tua dan mati didesa
orang. Mengerikaaaaan!!!! Fauzi terus meraba-raba sekitar, berharap sahabatnya
Koko langsung menghampirinya.
“Jangan bercanda lu ah Jik, udah maghrib ini. Mana dekat kuburan lagi”
Ucap Koko santai, merasa bahwa sahabatnya yang sering aku beri sebutan (3
Idiots) tengah bercanda.
“Gue serius ini, gue di gigit ular” Katanya meyakinkan. Berharap
koko benar-benar percaya dia bercanda
“Eh, Lu seriusan nih?” Ujar Koko yang kemudian menyadari
sahabatnya benar-benar di gigit ular. Koko menerangi sekitar Fauzi terjatuh
dengan Flash handphone
nya untuk memastikan hewan yang menggigit dan melumpuhkan sahabatnya. Ketika
melihat seekor kalajengking yang kemudian berusaha melarikan diri setelah
meninggalkan satu gigitan dikaki sahabatnyanya “Bukan Ular jik,
Kalajengking” Ucapnya meluruskan fikiran sahabatnya bahwa bukan ular yang menggigitnya
melainkan kalajengking, maksudnya mungkin biar gak salah paham. Kasihan ular
difitnah yang enggak-enggak, padahal kan pelakunya kalajengking. Ibaratnya ular
dijadikan “Kambing Hitam” namun karna ular bukan kambing dan dijadikan “Ular
Hitam” atau ibaratkan “Kalajengking makan cempedak, Ular kena getahnya” seperti
itulah kira-kira (halaah ngomong opo?)
“Kooooo, tumit guee” jerik Fauzi ketika Koko sudah dekat
Koko memeriksa lututnya Fauzi untuk memastikan dimana Kalajengking sialan
itu menggigit sahabatnya. “Mana Jik?” tanya koko kemudian
“Tumit Gue Koo, bukan dengkul Bego” ucap Fauzi ketika menyadari
bahwa tingkah natural Koko yang gagal paham membedakan mana Lutut mana Tumit.
Mungkin saja ketika pelajaran biologi terkait anggota tubuh manusia, Koko
sering cabut keluar buat nyari makan atau sekedar mencari angin. Sehingga
sebegitu sulit baginya mencerna kalimat sahabatnya yang sudah hampir sekarat.
“Tumit yang mana Jik?” tanyanya dengan muka polos “Yang mana?”
Fauzi menunjukkan sumber sakitnya untuk kemudian Koko menyadari bahwa
yang ditunjukkan Fauzi adalah tumit yang dia cari. Kaki Fauzi sudah bengkak dan
menghitam. “Jik, kaki lo udah bengkak plus hitam gini” ucap Koko
kebingungan.
"Serius lo Ko? Gak lama lagi gue nih Ko" Ujar Fauzi
cemas
"Kayaknya iya deh Jik" Sambung koko meluruskan
Tidak jauh dari mereka Fandi yang duduk didekat kuburan sedang menunggu
jemputan menyaksikan Koko yang sedang panik dan kebingungan lalu menghampiri.
Koko melihat kanan dan kiri untuk mencari bantuan. Rumah warga disekita situ
juga tidak ada. Tak beberapa lama kemudian lewatlah seorang pemuda desa yang
juga dari lapangan menyaksikan final.
“Kenapa Ko?” Tanya pemuda itu kemudian
“Ojik
digigit Kalajengking bang. Kakinya udah bengkak dan hitam banget ini” ucap
Koko panik, membayangkan sahabatnya bakal end jika tidak
segera ditolong
“Yaudah bawa
ke Atuk Amir” Ujar pemuda itu sambil mengarahkan Ojik untuk duduk dibangku
belakang motor membonceng bersama Koko juga. Fandi menunggu tumpangan lain.
Lalu mengambil handphonenya memencet tombol navigasi untuk
mencari namaku didaftar kontaknya
“Kak desi” ucapnya
diseberang telfon. Aku baru saja selesai shalat ketika menerima telfon Fandi
“Iya Fandi,
kenapa?” Tanyaku
“Bang Ojik
digigit kalajengking kak. Dekat kuburan. Sekarang udah dibawa kerumah atuk
Amir” ucapnya kemudian. Aku yang mendengar langsung panik “Apa bang Ojik
digigit kalajengking?” Pekikku didengar seluruh penghuni posko
Setelah menutup telfon, mereka bertanya Ojik kenapa. Aku hanya mengatakan
Ojik digigit kalajengking dan tengah dirumah atuk Amir. Kami bersiap-siap untuk
menyusul Ojik dan Koko kerumah atuk Amir. Setelah beberapa menyelesaikan
tilawahnya kami berangkat menuju rumah atuk Amir.
Baru setengah perjalanan menuju rumah atuk Amir yang letaknya lumayan
jauh dari posko kami. Ojik dan Koko lewat dibonceng oleh pemuda yang mungkin
tadi mengantarnya kerumah atuk Amir. Kami berputar arah dan berjalan menuju
posko untuk kemudian melihat kondisi Ojik.
Begitu sampai kami menyerang Koko dengan banyak pertanyaan. Kenapa Ojik
bisa digigit? (Pertanyaan yang jawabannya susah ditemukan), bagaimana
ceritanya? (bagian lucunya adalah Koko yang gagal paham tentang mana lutut mana
tumit), bagaimana atuk Amir mengobati Ojik.
Setelah menunggu mereka tenang, Koko menceritakan dari awal-sampai akhir.
Tumit Fauzi terpaksa di sayat sedikit pada bagian yang digigit kalajengking.
Lalu atuk Amir menghisap racun yang telah masuk kepembuluh darah Fauzi. Resiko
yang dihadapi Atuk Amir juga besar. Jika saja racun kalajengking yang dihisap
tertelan, Atuk Amir lah korbannya. Namun, beliau tidak memikirkan itu untuk
membantu sahabat kami. Warga desa ini benar-benar tulus dan begitu ikhals dalam
memberikan pertolongan.
Atuk Amir berpesan jika lewat didekat kuburan, harus hati-hati. Karna
memang daerah itu banyak binatang kecil dan berbahaya yang lalu lalang. Atuk
Amir juga memberikan minyak hitam yang fungsinya menghilangkan bengkak. Jika
nanti hitam dikaki Fauzi bekas gigitan Kalajengking tadi naik ke atas kami
harus mengoleskan minyak hitam tersebut. Atau bawa kembali kerumah Atuk Amir.
Kami antusias berjaga dan melihat kondisi kaki Fauzi. Khawatir jika hitam
yang dimaksud naik dan mengejar jantungnya. Hitam yang dimaksud adalah racun yang
berasal dari Kalajengking.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar